Saksi verbalisan atau disebut juga saksi penyidik adalah seorang penyidik yang menjadi saksi atas suatu perkara pidana karena terdakwa menyatakan bahwa berita acara pemeriksaan (BAP) telah dibuat di bawah tekanan atau paksaan.
Kelima orang saksi verbalisan yang dihadirkan adalah penyidik dari Unit Resmob Polda Metro Jaya, yakni Suyamto, Bintoro, Riko Butarbutar, Bayu Ekayanto, dan Rai.
Mereka dihadirkan karena delapan orang tahanan Lapas Pemuda 2A Tangerang yang menjadi saksi pada sidang yang digelar 24 Maret 2021 membantah BAP yang ada dan mengaku disiksa saat memberikan keterangan di kantor polisi.
Delapan orang tersebut adalah Tuche Kei, Revan Abdul Gani, Arnold Titahena, Cola, Muhammad Arsyad, Theo Rauantokman, Wilhelm Laisana, dan Roni Ekakaya.
Mereka mengikuti sidang hari ini secara virtual.
Namun, pengacara para saksi menyatakan jaksa salah menghadirkan penyidik.
"Ini saksi (penyidik) yang dihadirkan tidak relevan semua," kata kuasa hukum para saksi sekaligus kuasa hukum John Kei, Anton Sudanto, dalam sidang hari ini.
Menurut Anton, pihak yang seharusnya dihadirkan adalah penyidik dari Unit Jatanras Polda Metro Jaya yang memeriksa kedelapan orang tahanan ketika berstatus tersangka.
Namun, yang dihadirkan jaksa dalam sidang hari ini adalah penyidik dari Unit Resmob Polda Metro Jaya yang memeriksa kedelapan orang tahanan ketika berstatus saksi.
"Inilah, jaksa dari awal persidangan tidak pernah beri tahu (nama) saksinya kepada kami, jadi saksi yang dihadirkan tidak relevan," kata Anton.
Saat diperiksa dalam persidangan, kelima orang saksi penyidik membantah menekan, mengancam, maupun menganiaya Tuche Kei dkk.
"Tidak ada penekanan saat pemeriksaan itu berlangsung," kaya Bayu Ekayanto, salah seorang saksi penyidik di sidang hari ini.
Hal serupa juga dikatakan oleh saksi penyidik lainnya.
Menurut para saksi penyidik, saat memeriksa Tuche Kei dkk, mereka telah membacakan hak-hak terperiksa sesuai prosedur, membacakan ulang BAP, dan BAP juga telah ditandatangani.
"Kalau sama penyidik yang (dihadirkan) ini, mereka memang enggak punya masalah," kata Anton.
"Bukan ini, penyidik yang dari Jatanras (yang melakukan kekerasan)," kata Tuche Kei yang mengikuti sidang secara virtual.
Pada sidang 24 Maret 2021, delapan orang tahanan Lapas Pemuda 2A Tangerang dihadirkan sebagai saksi kasus John Kei di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Mereka mengaku disiksa saat diperiksa polisi sehingga membantah BAP yang ada.
"Saya disiksa saat diperiksa polisi," kata Tuche di persidangan kala itu.
Hal tersebut disampaikan Tuche saat jaksa menanyakan alasan keterangan saksi dalam sidang berbeda dengan laporan BAP.
Menurut jaksa, di dalam BAP, tertulis bahwa sempat ada pertemuan di rumah John Kei di Titian, sebelum tragedi pembunuhan salah satu anak buah Nus Kei di Duri Kosambi pada 21 Juni 2020.
Dalam BAP, tertulis bahwa John menanyakan hukuman bagi pengkhianat, kemudian dijawab oleh anak-anak buah John Kei, termasuk para saksi, secara serentak "pengkhianat harus mati".
Namun, dalam sidang, para saksi tak membenarkan hal tersebut.
"Saya tidak benarkan BAP yang ada karena saya disiksa saat diperiksa," kata Revan, saksi lainnya, dalam sidang.
"Itu saya disuruh tanda tangan kertas HVS kosong belum ada tulisan apa-apa waktu diperiksa polisi," kata Tuche.
Ketika dikonfirmasi oleh jaksa, saksi lainnya juga mengungkapkan disiksa oleh polisi saat pemeriksaan.
Karena hal ini, lima orang saksi verbalisan dihadirkan.
Dakwaan John Kei
Untuk diketahui, John Kei kini terjerat kasus perencanaan pembunuhan dan pengeroyokan.
Pada 13 Januari 2021, jaksa membacakan dakwaannya atas John.
Atas terbunuhnya salah seorang anak buah Nus Kei, Yustus Corwing, John didakwa pasal pembunuhan berencana, yakni Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana penjara 20 tahun.
Selain itu, John juga dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan korban meninggal dunia, dan Pasal 2 ayat 1 UU Darurat RI Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api dan senjata tajam.
JPU juga mengungkapkan bahwa perkara terbunuhnya Yustus bermula ketika Nus Kei tidak mengembalikan uang yang dia pinjam kepada John Kei pada 2013.
Saat itu, Nus Kei meminjam uang Rp 1 miliar dan berjanji akan mengembalikannya dua kali lipat atau menjadi Rp 2 miliar dalam jangka waktu enam bulan.
Namun, saat tenggat waktu pengembalian uang tiba, Nus Kei tidak mengembalikan uang tersebut.
Kelompok Nus Kei malah menghina John melalui sebuah video live Instagram.
Mengetahui hal tersebut, John Kei bertemu Angkatan Muda Kei (Amkei) untuk membahas video tersebut.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa John Kei sempat memberikan uang operasional anak buahnya sebesar Rp 10 juta, satu hari sebelumnya terbunuhnya Yustus, yakni 20 Juni 2020.
Kala itu, John Kei kembali membahas video penghinaan tersebut bersama beberapa anak buahnya.
Mengetahui hal tersebut, John Kei bertemu Angkatan Muda Kei (Amkei) untuk membahas video tersebut.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa John Kei sempat memberikan uang operasional anak buahnya sebesar Rp 10 juta, satu hari sebelumnya terbunuhnya Yustus, yakni 20 Juni 2020.
Kala itu, John Kei kembali membahas video penghinaan tersebut bersama beberapa anak buahnya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/14/14253681/kuasa-hukum-jaksa-salah-hadirkan-penyidik-yang-disebut-siksa-anak-buah