DEPOK, KOMPAS.com - Depok, sebuah dusun kecil dan terpencil, kini telah menjelma menjadi sebuah kota. Hutan belantara dan semak belukar berganti menjadi bangunan tinggi dan perumahan.
Jalan Raya Margonda riuh ramai dengan kendaraan. Depok menjadi rumah bagi sebagian besar pelaju yang bekerja di Jakarta.
Depok, bagaimana asal mula namanya hingga kini santer dikenal sebagai kota penyangga di Jakarta? Ada sejumlah versi terkait asal mula nama Depok.
Yano Jonathans dalam buku Depok Tempoe Doeloe: Potret Kehidupan Sosial & Budaya Masyarakat menuliskan dua versi asal mula Depok.
Versi pertama berkaitan dengan kegiatan pertapaan. Yano menyebutkan, tanah yang dibeli oleh Cornelis Chastelein telah bernama Depok.
Pada 18 Mei 1696, tanah dusun terpencil dengan hutan dan semak belukar dibeli oleh Cornelis Chastelein. Cornelis merupakan seorang petinggi Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC).
Berdasarkan catatan yang ada, wilayah Depok banyak digunakan sebagai tempat pertapaan pada masa itu karena ketenangannya.
Tempat favorit pertapaan itu diperkirakan berada di sekitar hutan Depok, Situ Pancoran Mas, dan tepian Kali Ciliwung.
"Mereka membuat padepokan (dangau) sederhana dari bahan bambu untuk bersemedi," tulis Yano.
Saat berusia anak-anak pada tahun 1959, Yano sempat menemukan padepokan yang dibangun di tepi Sungai Ciliwung dekat Kedung Eretan untuk keperluan bersemedi orang tertentu.
"Nah, menurut versi ini, nama Depok itu berasal dari kata padepokan," tambah Yano.
Depok dari akronim
Versi lainnya tentang awal mula nama Depok juga dikenal dari bentuk akronim. Yano menuliskan, Depok merupakan singkatan dari "De Eereste Protestantse Organisatie van Kristenen".
Dalam terjemahannya, singkatan itu berarti Jemaat Kristen yang Pertama. Menurut Yano, akronim tersebut muncul pada tahun 1950-an di kalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda.
"Mereka ini merupakan orang-orang yang memilih kewarganegaraan Belanda setelah peristiwa Pengakuan Kedaulatan dan telah menyamakan diri sebagai warga Eropa, yang dikenal sebutan gelijkgestelden," ujar Yano dalam bukunya.
Gelijkgestelden merupakan orang-orang yang statusnya disamakan dengan warga negara Eropa. Oleh karena itu, mereka sepenuhnya berstatus di bawah hukum Eropa yang berlaku.
Mereka, disebut Yano, banyak yang mengaku sebagai orang-orang turunan Indo walaupun tak semua dari mereka berasal dari hasil kawin campur dengan orang Belanda.
Meski mereka sudah memilih kewarganegaraan Belanda, ikatan batin dengan Depok masih kuat melekat. Untuk mengenang dengan Depok, orang-orang Belanda Depok mendirikan paguyuban bernama De Dodol (Depok Ondervindt Doorlopend Onze Liefde).
Kalimat tersebut berarti Depok membuat cinta kami tetap. Kemudian paguyuban tersebut diubah menjadi Stidas kemudian BODAS (Bond van Depokkers, Aanverwanten en Sympathiserenden). BODAS berarti Perkumpulan orang Depok, Suami atau Istri yang Menikah dengan Orang Depok dan Para Simpatisan.
"Di saat itulah lahir singkatan dari kata Depok di antara mereka, yang tidak lain adalah versi orang-orang Depok di Belanda yang rindu pada desanya. Mereka pun mengartikan Depok seperti versi kedua dan mereka secara rutin berkumpul pada waktu-waktu tertentu untuk sama-sama bernostalgia mengenang desa mereka sambil mengadakan kegiatan amal," tambah Yano.
Versi lain akronim tentang Depok yaitu "Deze Einheid Predikt Ons Kristus". Ungkapan itu, menurut Yano, merupakan produk dan ungkapan kerinduan komunitas orang Depok di Belanda terhadap negeri kelahirannya dan sanak keluarganya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/27/06000041/berbagai-cerita-asal-usul-nama-depok-dari-padepokan-hingga-akronim