Salin Artikel

Pengidap Down Syndrome Diduga Positif Covid-19 Telantar 2 Pekan, Meninggal Saat Isolasi Mandiri

DEPOK, KOMPAS.com - Kisah pilu soal mereka yang meninggal dunia saat isolasi mandiri akan terus bermunculan selama fasilitas kesehatan kolaps seperti saat ini.

Di Pancoran Mas, Depok, seorang pengidap down syndrome, AA (32), hari ini ditemukan meninggal dunia ketika menjalani isolasi mandiri.

AA meninggal tanpa sempat dilakukan tes PCR. Ia diduga positif Covid-19 karena berkontak erat dengan Edwin, kakaknya, yang lebih dulu dinyatakan positif Covid-19 pada 21 Juni 2021 lalu usai menjalani tes di sebuah klinik.

"Karena positif, kita kasih info ke orangtua, dan kita jaga jarak. Saya beda rumah sama orangtua cuma satu pintu, jadi berisiko. Kita putuskan dikunci rapat, jadi dia tidak bisa akses ke rumah saya," ujar Edwin pada Jumat (9/7/2021).

"Ibu kami kondisinya tidak berjalan normal, jadi di kursi roda. Adik kami (korban, AA) down syndrome, keterbelakangan mental, jadi tidak bisa kita bawa semau kita," tambahnya.

Setelah pintu itu dikunci rapat, praktis bukan hanya Edwin dan keluarga yang isolasi mandiri, namun ibu dan AA juga terisolasi dengan sendirinya karena keterbatasan fisik.

Telantar 2 pekan

Sejak 21 Juni 2021 itu, Edwin yang tinggal bersama istri dan anak otomatis tak lagi banyak berhubungan dengan ibu dan AA. Namun, sebelumnya, mereka saling berkontak erat.

Oleh sebab itu, Edwin mengaku telah menghubungi beberapa pihak untuk memastikan bila ibu dan AA positif Covid-19.

"Kita hubungi beberapa orang, termasuk ke satgas Covid-19, Camat Pancoran Mas, lalu kita minta dilakukan PCR atau swab untuk orangtua dan adik, juga anak kami," kata dia.

Namun, karena sukarnya mobilitas ibu dan korban, Edwin terpaksa hanya membawa anaknya ke kantor Kecamatan Pancoran Mas untum menjalani tes swab PCR.

"Setelah anak saya di-swab, saya ngomong sama petugasnya, 'Bu kondisi orangtua saya begini, adik saya begini', kira-kira gimana, ya, Bu, untuk swab-nya didatangi ke rumah?'" ungkap Edwin.

Tiada kepastian, Edwin coba menghubungi klinik tempatnya menjalani tes PCR, meskipun biaya untuk tes mandiri cukup berat baginya. Ia berharap, staf klinik itu dapat datang untuk melakukan swab di rumah.

Klinik itu tidak menyanggupi. Alasannya, mereka sedang kekurangan tenaga medis. Mau tak mau, Edwin menanti tindakan puskesmas.

"Ternyata setelah anak saya di-swab, satu minggu kemudian baru keluar hasilnya, dan itu kita tanya, tiap hari, kok tidak ada obat yang kita terima, vitamin juga tidak ada," kata dia.

"Ya sudah lah. Akhirnya kita panggil lagi untuk (swab) adik dan ibu kami, tapi tidak ada jawaban, sudah tidak ada jawaban sama sekali."

Jatuh sakit dan meninggal dunia

Selama 2 pekan ini, tiada yang dapat mengonfirmasi bahwa AA dan ibunda Edwin positif Covid-19, meski semua menduganya demikian.

Dugaan kian kuat ketika mereka berdua mulai menampakkan gejala gangguan pernapasan. Mereka, khususnya AA, mulai batuk-batuk.

Lantaran tak memperoleh suplai obat, Edwin dan keluarga terpaksa menggunakan obat-obat warung yang biasa dipakai menyembuhkan batuk, guna diminum oleh ibunya dan AA.

Intensitas batuk yang diidap AA semakin parah, hingga disebut mencapai puncaknya pada semalam, Kamis (8/7/2021). Edwin menambahkan, AA juga mulai enggan makan.

"Dan, ya, tadi pagi kami lihat sudah tidak ada..." ucapnya.

Edwin bukan hanya berduka oleh kepergian adiknya lantaran telantar begitu rupa. Ia juga dilanda kebingungan.

Adiknya adalah pasien yang diduga kuat telah terpapar Covid-19. Ia tahu bahwa AA semestinya dimakamkan dengan protap khusus. Ia tentu tak bisa melakukannya seorang diri.

"Di sini tidak ada Kampung Siaga Covid-19, saya sudah tanya sama Pak RT. Tidak ada. Jadi tidak ada apa-apa," kata Edwin.

AA ditemukan meninggal dunia sekitar pukul 06.00 pagi. Selama 5 jam lebih, jasadnya hanya dibaringkan begitu saja dengan tikar dan kasur sebagai lapiknya.

Tubuh kaku itu cuma diselimuti oleh sarung bermotif batik dan wajahnya diselubungi kain tipis warna putih.

"Sampai sekarang, kondisi jenazah di depan saya belum tersentuh air sama sekali. Masih pakai pampers," ujar Edwin.

"Warga sini juga maunya sih, ya sudah, dimakamkan seperti biasa. Cuma kan kita ngikutin aturan pemerintah, harus melalui prosedur ini dan itu, itu saja," lanjutnya.

Akibat fasilitas kesehatan kolaps

Kolapsnya fasilitas kesehatan akibat tsunami kasus Covid-19 jadi gejala umum di Jabodetabek. Di Depok, antrean pasien menuju IGD rumah sakit sudah dilaporkan terjadi sejak dua pekan terakhir.

Bukan hanya rumah sakit yang kolaps. Puskesmas sebagai ujung tombak pun sudah keteteran. Selain harus berhadapan dengan melonjaknya jumlah warga yang harus dipantau saat isolasi mandiri, mereka juga memanggul beban kerja lain yang tak kalah krusial.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Novarita pada 24 Juni 2021 lalu mengemukakan bahwa untuk menangani Covid-19 saja, petugas puskesmas harus melakukan swab antigen dan PCR, pelacakan kontak, mengurusi vaksinasi yang sedang digencarkan, serta mencarikan rumah sakit rujukan bagi warga yang bergejala berat, padahal rumah sakit sedang penuh di mana-mana.

Ini belum menghitung jumlah tenaga puskesmas yang terbatas dan kerapkali berkurang pula karena sebagian dari mereka tertular Covid-19. Padahal, layanan-layanan kesehatan lain di luar urusan Covid-19 juga harus jalan terus.

"Banyak sih, keluhan dari masyarakat, 'Bu, kok enggak respons, responsnya lambat?'. Ya mereka kan tidak melihat. Mereka melihat dari sisi mereka saja," kata Novarita kepada Kompas.com.

"Yang dipantau banyak. Kadang-kadang ada yang tidak puas juga, 'Cuma ditelepon doang, Bu, tidak didatangi?'. Ya, berapa banyak kalau yang mau didatangi? Nelepon saja perlu waktu juga, satu per satu ditanyai bagaimana, dicatat," lanjutnya.

Imbas fasilitas kesehatan yang kolaps seperti ini bakal membuat semakin banyaknya korban yang semestinya butuh pertolongan seperti AA tak tertolong bahkan sebelum dilakukannya tes PCR.

Selasa (7/7/2021) lalu, seorang pasien berstatus suspek Covid-19 di Villa Mutiara Cinere meninggal dunia saat isolasi mandiri.

Data koalisi Lapor Covid-19 sejak Juni 2021 menemukan, sedikitnya sudah 13 warga Depok wafat di luar fasilitas kesehatan hingga saat ini, baik saat isolasi mandiri maupun dalam upaya mencari pertolongan.

Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok sejak Senin (6/7/2021) belum menanggapi permintaan wartawan soal data pasien Covid-19 yang meninggal di luar fasilitas kesehatan.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/07/09/13070031/pengidap-down-syndrome-diduga-positif-covid-19-telantar-2-pekan-meninggal

Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke