Prinsip integrasi, menurut Agus, yakni setiap moda transportasi terkoneksi satu sama lain.
"Kalau di transportasi, sistem integrasi transportasi prinsipnya terkoneksi. Jadi orang tidak boleh berpindah lebih dari tiga kali moda, mereka juga tidak boleh berjalan lebih dari 500 meter, itu baru interkoneksi transportasi yang bisa disebut baik," jelas Agus kepada Kompas.com, Senin (11/10/2021).
Sementara itu, kata Agus, muncul konsep lain dalam sistem integrasi transportasi di Jakarta, yakni menggabungkan perusahaan-perusahaan di bidang transportasi.
"Bahkan muncul fenomena baru, yakni integrasi itu menyatukan semua perusahaan transportasi di bawah satu komando Pemprov DKI. Itu kurang benar," kata dia.
Ia menyoroti kemunculan perusahaan patungan yang dibentuk awal 2020, yakni PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ).
MITJ merupakan perusahaan patungan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lewat BUMD PT MRT Jakarta (Perseroda) dan pemerintah pusat lewat BUMN PT KAI (Persero).
"Konsep merger perusahaan itu tidak tepat karena akan banyak menabrak banyak sekali aturan," kata dia.
Agus menyebutkan, keputusan menggabungkan perusahaan setidaknya akan memengaruhi banyak regulasi yang ada.
"Sebab, misalkan pada kereta rel listrik (KRL) yang operasionalnya melewati tujuh pemerintah daerah, sementara (kendali) mau diambil DKI, lantas daerah lain bagaimana. Nanti biasanya kalau sudah begini akan keluar perpres," kata dia.
Selain itu, ia juga menyoroti sumber daya manusia di perusahan-perusahaan yang digabungkan. Sebab, perusahan-perusahaan tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda.
"Misalkan, ada karyawan yang tadinya karyawan BUMN, apakah mau pindah menjadi karyawan anak perusahaan? Apakah sumber daya manusianya nyaman?" ujar dia.
Agus menegaskan, menciptakan integrasi transportasi di suatu kota pada prinsipnya itu sederhana.
"Hanya menjadi sulit karena ada banyak kepentingan. Jika ingin mudah, kepentingan itu disatukan dahulu," tegas dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2021/10/11/18415671/konsep-integrasi-transportasi-di-jakarta-dinilai-keliru-ini-alasannya