JAKARTA, KOMPAS.com - Pesisir bagian utara Jakarta, tepatnya di Kampung Nelayan Cilincing, menjadi tempat bagi para nelayan dan warga mencari nafkah.
Bila melihat lebih dalam, lokasi yang tak jauh dari pesisir laut ini menopang kehidupan banyak warga.
Di tempat ini pula, komoditas tangkapan laut mulai dari ikan, udang, cumi-cumi, rajungan, kepiting, hingga kerang hijau diperjualbelikan.
Warga Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara melakukan berbagai aktivitas untuk mencari nafkah. Mulai dari menjadi nelayan, produksi ikan asin, hingga pengupas kerang hijau.
Para nelayan akan berangkat di pagi hari dan pulang di sore hari. Menenteng hasil tangkapan laut, mereka menjualnya kepada para pengepul.
Bukan hanya nelayan, warga setempat dan dari luar kota pun ikut mengadu nasib di tempat ini. Misalnya saja kapal pembawa barang dan penumpang dari Kampung Nelayan Cilincing ke Muara Gembong, Bekasi.
Kapal-kapal di sana, mengangkut tabung gas elpiji, galon kemasan, es batu, ikan, udang dan kebutuhan pokok.
Dampak kenaikan harga BBM
Rohimudin (27) seorang anak buah kapal atau ABK di Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara, mengaku kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) turut berdampak pada sektor transportasi laut.
Dari yang biasanya hanya mengeluarkan uang sekitar Rp 400.000 per hari untuk BBM, kini ia harus menggelontorkan uang lebih banyak untuk membeli bensin.
“Rp 400.000 belum oli, oli aja 100.000 berarti 500.000. Gara-gara BBM naik, kami kena imbasnya,” kata Rohimudin saat ditemui Kompas.com, Senin (12/9/2022).
Tempat mencari pundi-pundi rupiah
Kampung ini juga memiliki pusat pengupasan kerang hijau yang memiliki pekerja laki-laki dan perempuan, meski mayoritas di antaranya ibu-ibu.
Mereka bertugas memisahkan daging dari cangkangnya. Dimulai dari membersihkan kerang dengan air, mengupas daging, hingga perebusan dilakukan di tempat ini.
Para pengupas kerang pun membutuhkan kecepatan tangan, untuk menghasilkan rupiah dari kerang hijau.
Kegiatan membersihkan kerang dengan air, mengupas daging, hingga perebusan dilakukan di tempat ini.
Rismawati (40), salah satu pengupas kerang hijau di Kampung Nelayan Cilincing menyebut, semua kerang didatangkan nelayan dari wilayah pesisir Jakarta Utara, Dadap, Banten dan Cirebon.
Dalam satu hari, tempat ini dapat menghasilkan satu ton kerang dan akan dijual ke Pasar Muara Angke, Pasar Muara Baru, serta tempat lainnya.
Rismawati berkata, sentra pengupasan kerang hijau ini hanya menjual daging kerang yang sudah direbus.
"Kalau dari sini direbus jadi (tinggal) daging. Terus dikirim ke Muara Baru, Muara Angke. Enggak tahu kalau ke sananya jadi apa," ungkapnya.
"Pokoknya dari sini udah jadi daging, udah diolah, terus dikirim ke Muara Baru ke Muara Angke," sambungnya lagi.
Asma (38), salah seorang pengupas kerang hijau di Kampung Nelayan Cilincing, Jakarta Utara telah menjadi pengupas kerang selama tujuh tahun. Ia melakukan hal ini, demi sang buah hati agar bisa bersekolah.
"Alasannya (menjadi pengupas kerang hijau) ya buat bantu-bantu suami. Bantu-bantu suami, biar anak sekolah yang bagus kan," terang Asma.
Asma bertahan untuk melakoni pekerjaan sebagai pengupas kerang hijau agar anaknya yang masih kelas I sekolah menengah pertama (SMP) itu bisa tetap melanjutkan pendidikan.
Dalam sehari Asma bisa mendapatkan Rp 60.000 bila kerang yang datang banyak. Namun, saat sedang sepi, dia hanya bisa mendapatkan dua karung kerang senilai Rp 30.000 per hari.
"Ini kan sekarungnya Rp 15.000. Sehari kadang (dapat) lima karung tergantung adanya. Kalau lagi banyak lima karung, kalau lagi enggak ada ya dua-tiga karung," kata Asma.
Nantinya, kerang yang sudah terpisah dari cangkangnya akan dijual ke Pasar Muara Angke, Pasar Muara Baru, dan tempat lainnya. Adapun kerang hijau di pusat pengolahan tersebut, dijual dengan harga Rp 25.000 per kilogram.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/09/14/09170791/merajut-asa-di-pinggir-utara-jakarta