DEPOK, KOMPAS.com - Polisi telah menetapkan seorang pria bernama Hendi sebagai tersangka. Hendi merupakan terapis yang menjepit anak autisme berinsial RF (2) dengan selangkangannya.
Meski telah dijadikan tersangka, Hendi tak ditahan. Dia hanya dikenakan wajib lapor ke Mapolrestro Depok.
Kapolres Metro Depok Kombes Ahmad Fuady mengatakan, wajib lapor dikenakan kepada Hendi karena ancaman hukuman yang disangkakan kepadanya di bawah lima tahun penjara.
"Tersangka tidak dilakukan penahanan dan kita kenakan wajib lapor," kata Fuady saat konferensi pers di kantornya, Junat (17/2/2023).
Hendi dinilai telah lalai dalam memberikan metode terapi wicara sehingga menyebabkan korban menangis menjerit. Terlebih, tersangka juga tertidur saat memberikan terapi kepada korban.
"Karena itu, saudara H telah ditetapkan sebagai terangka," kata dia.
Karena itu, Hendi terancam Pasal 80 juncto pasal 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dengan ancaman pidana kurungan paling lama 3,6 tahun penjara.
Pengakuan terapis jepit kepala RF
Fuady menjelaskan alasan terapis terapis menjepit kepala RF di selangkangannya.
Kepada polisi, Hendi mengaku bahwa tindakan yang dilakukannya adalah prosedur untuk menangani anak berkebutuhan khusus (ABK).
"Karena dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, itu memang sudah prosedurnya, dengan mengepit kedua paha supaya tidak berontak, itu pengakuannya (tersangka)," kata Fuady.
Berdasarkan pengakuan H, Fuady menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan tersangka adalah cara blocking atau menahan.
Pengakuan Hendi juga diperkuat dari keterangan ahli yang menyatakan bahwa metode blocking itu diterapkan supaya meredam perlawanan dari anak berkebutuhan khusus.
"Dari keterangan ahli yang sudah kita periksa bahwa itu merupakan metode supaya si anak ini tidak berontak atau kerena dia memiliki tenaga tinggi bisa diminimalisir perlawanan," kata Fuady.
Metode terapinya benar, tapi...
Meski demikian, polisi menilai praktik yang diterapkan Hendi saat menjepit kepala RF telah melanggar standar operasional prosedur (SOP).
Sebab, ia diduga tertidur dan bermain handphone (HP) saat terapi berlangsung.
“Metode terapi dengan cara bloking, tetapi (yang dilakukan H) itu diluar SOP yang sudah ditetapkan karena menurut pelapor si terapis ini tertidur dan menggunakan HP,” kata Fuady.
Fuady juga menjelaskan bahwa pelapor yang merupakan ibu korban menyaksikan sendiri sang terapis tertidur dan bermain HP saat menangani anaknya.
Saat RF menangis histeris, pelapor berinisiatif mengintip melalui jendela dan melihat hal tersebut.
Sang ibunda beberapa kali mencoba mengetuk pintu, tetapi tidak digubris oleh H.
Sementara itu, Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Effendi Saragih meyakini tindakan Hendi, terapis yang menjepit kepala RF (2) termasuk pidana.
"Jelas saja itu masuk unsur, karena itu perbuatan kekerasan itu dengan menggunakan tenaga yang besar dengan anak," kata Effendi.
Tak hanya itu, Effendi menilai perbuatan Hendi telah merugikan RF, baik secara fisik maupun psikis.
Karena itu, ia berpendapat bahwa terapis yang mengempit kepala RF dengan kedua pahanya telah melakukan tindakan kekerasan.
"Makanya dengan perbuatan tersebut, saya menganggap itu sudah masuk dalam perbuatan kekerasan," kata Effendi.
Kronologi
Fuady mengungkap kronologi terapis yang menjepit kepala RF bermula saat ibu korbanmendatangi di Rumah Sakit Hermina Depok untuk melakukan terapi wicara.
Saat itu, ibu korban (pelapor) menunggu di luar ruangan selama praktik terapi untuk anaknya tengah berlangsung.
"Sekitar pukul 13.10 korban masuk ke ruangan terapi bersama terapisnya, sedangkan pelapor diminta menunggu di luar," ujar Fuady.
Berselang 15 menit kemudian, pelapor mendengar suara korban menangis histeris.
Hal tersebut membuat pelapor merasa penasaran dengan apa yang terjadi kepada anaknya sehingga ia mengintip ruangan terapi melalui jendela.
Saat mengintip ke dalam ruangan terapi, pelapor melihat Hendi sedang tidur dengan posisi duduk sambil mengempit kepala RF menggunakan kedua pahanya.
"Pelapor mengentuk pintu, namun Hendi tidak kunjung bangun sehingga korban menggigit jari telunjuk tangan Hendi dan Hendi bangun mengobati luka pada jarinya," jelas Fuady.
Pada posisi masih duduk sembari mengepit kepala korban menggunakan paha, Hendi sibuk main ponsel saat korban meronta-ronta.
"Kemudian pelapor mengentuk pintu, namun tidak dibuka," tutur Fuady.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/18/12075681/fakta-terapis-jepit-kepala-anak-autisme-pakai-selangkangan-jadi-tersangka