Padahal, harga palawija di pasar maupun warung-warung kecil disebut mahal.
"Misalnya, sawi Rp 15.000, enggak tahu bandar jual berapa dan enggak tahu sampai pasar jadinya harga berapa," kata Sartono saat ditemui Kompas.com, Jumat (3/3/2023).
"Kalau di pasar tinggi harganya, ya tetap saja, petani dapatnya berapa? Soalnya dari tangan ke tangan," imbuh dia.
Sartono menuturkan, petani tidak pernah memberikan harga mahal kepada tengkulak.
"Makanya kalau di warung mahal-mahal, ya tetap saja, di petani enggak ada yang mahal," tutur dia.
Di sisi lain, ia juga mengeluhkan kondisi bercocok tanam di Ibu Kota karena dilanda curah hujan tinggi beberapa hari terakhir.
Akibat hujan deras, tidak sedikit tanaman palawija yang ditanamnya diserang hama seperti burung, kecoa, tikus, dan ulat.
"Kalau musim hujan, hama sudah pasti datang," kata Sartono.
Meski tanaman sudah diperhatikan secara teliti, ada saja beberapa tanaman yang gagal dipanen karena diserang hama.
Tentunya hal tersebut memengaruhi pendapatan para petani, termasuk Sartono.
"Ya sekitar Rp 1,5 juta bersihnya. Ya kadang separuhnya (pendapatan di musim hujan). Ya kalau tenaga sudah enggak pikirinlah, yang penting bisa buat beli bibit lagi," ujar Sartono.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/06/08484801/curhat-petani-di-rorotan-hasil-panen-dibeli-murah-oleh-tengkulak-sampai