JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa, menyinggung soal motif penyalahgunaan narkotika karena loyalitas.
Hal itu terjadi dalam sidang lanjutan kasus peredaran sabu yang menjeratnya sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/3/2023).
Dalam sidang lanjutan itu, hadir Koordinator Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol (Purn) Ahwil Loetan, yang jadi saksi ahli dalam persidangan.
Teddy lantas bertanya ke Komjen Ahwil soal motif loyalitas dalam penyalahgunaan narkotika.
"Apakah ada di Indonesia motif penyalahgunaan karena loyal atau takut pada seseorang?" tanya Teddy.
Ahwil lantas menyatakan, bahwa loyalitas belum pernah dipakai sebagai pembenaran dalam tindak pidana penyalahgunaan narkoba.
"Saya rasa selama saya bertugas jadi kepala BNN, belum ada asas loyalitas untuk membenarkan kasus narkotika," jelas Ahwil.
Teddy juga sempat mengajukan pertanyaan soal motif lainnya termasuk motif ekonomi.
Kepada Teddy, Ahwil menyampaikan ekonomi memang paling banyak melatarbelakangi terjadinya penyalahgunaan narkotika.
"Jadi untuk narkotika memang yang paling utama ekonomi, tapi ada motif-motif lain seperti balas dendam," ucap Ahwil.
Di Indonesia, misalnya, motif ekonomi menjadi alasan terbanyak para pelaku mengedarkan narkoba.
Dia menerangkan, pendapatan per kapita berbanding lurus dengan pemakaian narkoba di suatu negara.
"Waktu Undang-Undang narkotika baru keluar pemakai 0,0001 persen income per kapita 300 dolar. Malaysia dulu sudah 3 persen karena income sudah tinggi. Income per kapita berbanding lurus dengan penggunaan narkotika," papar Ahwil.
Sebelumnya, eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara mengaku, menuruti perintah menukar barang bukti sabu dengan tawas untuk dijual sebagai bentuk loyalitas kepada pimpinannya, Teddy Minahasa.
Hal itu disampaikan Dody saat menjadi saksi mahkota perkara peredaran sabu yang dikendalikan Teddy, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (27/2/2023).
"Tidak ada sama sekali (jual sabu untuk naik pangkat), karena saya dari dulu enggak pernah minta-minta habatan mau di sini sebagainya, minta gagal terus," ungkap Dody.
Dody berkata, tidak dijanjikan apa pun sebelum melaksanakan perintah tukar sabu menjadi tawas. Bahkan, dia tak mendapatkan upah sepeser pun atas tindakanyya tersebut.
"Saya enggak dapat apa-apa, Pak," sebut Dody.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/07/05572671/dalam-sidang-teddy-minahasa-singgung-motif-penyalahgunaan-narkoba-karena