Huda menyebut, penggusuran bertujuan untuk membangun buffer zone atau zona aman depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara.
“Bahkan, dulu bergeser tiga kali lho. Warga itu mengalah dengan dasar alasannya untuk buffer zone dan sebagainya. Buktinya, sampai hari ini enggak ada dan ini terulang kembali sejarah ini,” kata Huda saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (11/3/2023).
Sayangnya, Huda tidak bisa menunjukkan kapan tepatnya tiga kali penggusuran yang dimaksud.
Huda lanjut mengeklaim, saat pertama kali Pertamina berdiri, mereka hanya memiliki 3,5 hektar lahan.
Namun, kata Huda, seiring berjalannya waktu. Pertamina mulai melakukan ekspansi sehingga warga Tanah Merah mengalami penggusuran.
“Tahun 90-an, itu mulai Pertamina mengekspansi dan mulai lah terjadi penggusuran oleh Pertamina sama Walikota Jakarta Utara,” ujar Huda.
Soal klaimnya ini, Huda juga tidak menunjukkan bukti kepemilikan lahan oleh Pertamina.
Setelah penggusuran tersebut, Huda mengatakan, warga sempat menggugat ke pengadilan.
“Dan saat itu dimenangkan oleh warga dan keputusan itu tidak dijalankan oleh Pertamina selaku tergugat. Kemudian, lambat laun, bergeser, berkembang sampai hari ini, 14 hektar,” kata Huda.
Sebagai informasi, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memutuskan untuk memindahkan Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang ke lahan milik PT Pelabuhan Indonesia (Persero).
Kendati demikian, lahan Pelindo saat ini masih dalam proses pematangan sehingga TBBM baru bisa dibangun pada akhir 2024.
Dalam periode tersebut, Erick Thohir menetapkan bahwa zona aman atau buffer zone depo Pertamina Plumpang sejauh 50 meter.
"Khusus untuk di Plumpang ada jarak 50 meter dari pagar. Tentu ini menjadi solusi bersama yang kita harapkan juga dari pemerintah daerah. Karena pengamanan adalah prioritas kita semua," ujar Erick Thohir.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/11/13272271/fktmb-klaim-warga-tanah-merah-sudah-3-kali-digusur-dengan-alasan-buffer