Ia mengungkapkan, saat ini para warga yang terpaksa tinggal di tempat lain sedang menanti keadilan berpihak pada mereka.
"Ini enggak semata-mata lagi ganti rugi, itu pasti kami perjuangkan. Para penjahat-penjahat ini harus disikat, jangan sampai ada korban lain seperti kami," ujar Jidin kepada Kompas.com di Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (27/3/2023).
Sebagai informasi, 14 pemilik rumah di Taman Duren Sawit, Jakarta Timur, terdampak perkara antara pemilik lahan, Muhammad, dengan pengembang perumahan, PT Altan Karsaprisma.
Muhammad, kini sudah meninggal, menggugat PT Altan Karsaprisma pada 1995, dan memenanginya pada 2006. Perkara ini ditangani oleh PN Jakarta Selatan.
14 warga menjadi korban karena eksekusi pengosongan yang dilakukan PN Jakarta Timur tetap berlangsung pada 16 Maret 2023.
Pada saat itu, empat dari 14 rumah digusur meski sudah memiliki SHM. Sementara itu, 10 rumah lainnya belum jelas nasibnya.
Jidin menuturkan, 14 warga yang terdampak mendapat surat pengosongan rumah secara sukarela dari PN Jakarta Timur pada 3 Agustus 2021.
Hal itu membuat Jidin dan warga lainnya kaget dan bingung karena mereka sudah memegang SHM.
Mereka pun melakukan beragam cara untuk memperjuangkan haknya, meski tidak membuahkan hasil yang diinginkan.
Sebab, pada 7 September 2022, upaya eksekusi pengosongan dilaksanakan oleh PN Jakarta Timur.
Pada saat itu, PN Jakarta Timur didampingi oleh petugas gabungan. Namun, eksekusi ditunda karena mendapat perlawanan dari warga dan tokoh masyarakat setempat.
Mengadu ke Komnas HAM dan DPR
Berdasarkan lampiran data dari Jidin, pada September 2022, warga mengadu dan memohon perlindungan hak asasi ke Komnas HAM.
Mereka pun mengadu ke Badan Pengawas Mahkamah Agung, serta mengadu dan meminta perlindungan hukum ke Komisi II dan Komisi III DPR RI.
Terkait pengaduan ke Komnas HAM, Jidin mengatakan bahwa ia dan warga lainnya merasa haknya telah dirampas PT Altan Karsaprisma dan ahli waris Muhammad berinisial I.
"Kami orang yang berhak karena kami membeli. Dengan cara seperti itu (eksekusi), hak-hak kami dirampas orang. Kalau emang benar (ingin eksekusi), batalkan dulu SHM kami," kata Jidin.
"Kami sudah memiliki SHM yang resmi dikeluarkan BPN Jakarta Timur. Sampai sekarang, kalau dicek di sana, tanah kami tidak bermasalah, tidak ada sengketa, tidak dijaminkan, dan sebagainya. Itu dasar kuat permohonan kami untuk membatalkan eksekusi," imbuh dia.
Jidin mengatakan, ia dan warga lainnya mendapat kabar bahwa Komnas HAM telah merespons.
Mereka menyurati Polda Metro Jaya dan Mahkamah Agung terkait hal tersebut beberapa hari usai empat rumah di Taman Duren Sawit digusur.
"Kami harap jangan ada warga lain (yang bernasib) seperti kami di masa depan," ucap Jidin.
Pengacara warga yang terdampak, Graziano M Pattiasina, menegaskan bahwa 14 kliennya adalah pembeli yang legal.
Sebab, mereka membeli dari PT Altan Karsaprisma secara resmi melalui notaris.
"Kalau bukan membeli secara resmi, boleh dieksekusi secara begitu. Anggaplah mereka mendirikan rumah di atas tanah yang bukan miliknya, tapi ini kan SHM," ujar Graziano di lokasi.
Lebih lanjut, Graziano berujar, karena para kliennya melakukan transaksi di depan notaris dan PPAT, mereka termasuk sebagai pembeli beritikad baik.
"Mereka pembeli yang beriktikad baik menurut UUD Konsumen," kata Graziano.
Barang-barang terpaksa dititipkan
Dalam surat eksekusi pengosongan, dikatakan bahwa empat warga yang terdampak beserta barang-barangnya akan ditempatkan di Perumahan Taman Jati Makmur, Jalan Jati Makmur, Pondok Gede, Kota Bekasi.
Namun, Graziano menjelaskan bahwa para kliennya hanya menaruh barang-barang saja di sana.
Jidin menambahkan, dia tidak mengetahui apakah barang-barang warga di sana dijaga petugas atau tidak.
"Enggak tahu (ada pengamanan atau tidak), tapi barang-barang terawat dengan baik. Saat pengangkutan dan peletakan hati-hati, tidak ada yang rusak," pungkas Jidin.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/29/17064281/nasib-pemilik-rumah-mewah-di-duren-sawit-yang-digusur-mengadu-ke-komnas