Berdasarkan laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 yang dirilis Setara Institute, Depok menjadi kota tidak toleran terbuncit setelah Cilegon dan Banten, dengan skor 3.610.
Menurut Idris, predikat kota intoleran yang disematkan pada Kota Depok tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sekalipun ada sejumlah kasus yang berkaitan dengan toleransi di Kota Depok, Idris menegaskan bahwa sejatinya tidak ada peraturan yang dilanggar.
“Kalau memang ada kasus-kasus, kami juga enggak akan melanggar peraturan dari pusat. Misalnya, penyegelan Ahmadiyah ini dianggap sebagai sebuah kasus yang intolerir,” ujar Idris Selasa (11/4/2023).
"Ini harus dipertanyakan apakah memang demikian karena memang kami melakukan penyegelan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," sambungnya lagi.
Sebut suasana Depok damai
Idris berpandangan bahwa hasil riset Setara Institute tidak sesuai dengan realita yang ada di Kota Depok.
Idris mengklaim bahwa kota yang dipimpinnya sejak 2016 itu mempunyai suasana yang damai.
"Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, (sejauh ini) dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan dan warga," kata Idris.
"Kami bisa minta statement atau realita dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi atau tidak," tambah dia.
Punya survei internal, hasilnya berbeda dengan Setara Institute
Setelah membantah sebagai kota intoleran, Idris justru mengklaim bahwa Depok adalah kota yang toleran.
Mengutip dari laporan Kesbangpol, Idris mengatakan, kerukunan umat beragama di Kota Depok cukup baik.
Laporan Kesbangpol itu merupakan hasil kerjasama yang melibatkan profesor Universitas Indonesia (UI) dan para pelaku survei.
"Kerukunan umat beragama di Kota Depok dianggap cukup oleh profesor-profesor yang ada di UI dan juga yang dilakukan oleh Kesbangpol kerjasama dengan pelaku-pelaku survei," ungkap Idris.
Kendati demikian, Idris mengaku laporan Kesbangpol itu memang tak dipublikasikan secara masif. Padahal, laporan survei Kesbangpol pada 2022 itu menunjukkan hasil yang cukup baik.
"Hasilnya cukup baik, tapi tidak baik-baik banget ya. Karena memang Kota Depok ini ada di pertengahan, tempat transit orang," ujarnya.
Ke depannya, Idris mengatakan, pihaknya akan mendorong Kesbangpol untuk mempublikasikan hasil survei tersebut agar masyarakat dapat mengetahui realita Kota Depok yang sebenarnya.
Sementara itu, Setara Institute menilai Pemerintah Kota (Pemkot) Depok selalu menyangkal ketika dinobatkan sebagai kota intoleran.
"Ini bukan kali pertama Depok masuk dalam kategori kota dengan skor indeks toleransi yang rendah, tapi reaksi dari Pemkot Depok selalu sama yaitu denial," kata Peneliti Senior Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos saat dihubungi, Rabu (12/4/2023).
Bagi Bonar, hasil riset Setara Institute sebenarnya hanya memberikan pandangan dan masukan kepada Pemkot Depok atas persoalan di kotanya.
Hasil riset itu diperoleh dengan menggunakan metodologi dan indikator yang baku dan obyektif sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
"Riset ini tidak bertendesi apa-apa hanya memberikan titik pandang tertentu dan berusaha obyektif," ujar Bonar.
"Kalau ada pemkot yang merasa bahwa hasil riset itu tidak tepat atau tidak benar, yah boleh-boleh saja. Biar masyarakat sendiri yang menilai," sambung dia.
Selain itu, Setara Institute menyatakan bakal membuka diri jika Pemkot Depok mengajak bertemu untuk membahas hasil riset Indeks Kota Toleran.
"Kami terbuka kalau Pemkot Depok dan Wali Kota mau mengajak bertemu untuk pembahasan hasil riset tersebut," kata Bonar.
Menurut dia, padahal beberapat tahun lalu, sejumlah fraksi DPRD Kota Depok hingga tokoh agama lintas iman pernah mengundang untuk membahas hasil riset tersebut.
Namun, sejauh ini hanya Pemkot Depok seakan-akan bersikap menutup diri.
"Bisa dibilang begitu (bersikap tertutup tak mau memperbaiki diri)," ujar Bonar.
(Penulis: M Chaerul Halim | Editor: Jessi Carina, Nursita Sari).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/12/18570491/saat-depok-ditetapkan-sebagai-kota-intoleran-tapi-disangkal-terus-menerus