JAKARTA, KOMPAS.com - Semakin parahnya kepadatan penumpang di moda transportasi kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek tak dapat dipungkiri.
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mencatat, rata-rata jumlah volume pengguna minggu ini (periode 2-8 April), sebanyak 543.602 orang.
Angka ini naik 6 persen jika dibandingkan rata-rata minggu sebelumnya, yakni sebanyak 513.170 orang.
PT KCI juga mencatat, pengguna KRL pada hari kerja terfokus pada jam-jam sibuk pagi, yaitu pukul 05.30-07.30 serta pada jam-jam sibuk sore, mulai pukul 16.00-18.00.
Pada akhirnya, para penumpang berlomba mengatur siasat untuk menghindari "siksaan" kepadatan stasiun transit, terutama pada jam-jam sibuk.
Pilih gerbong "terbaik"
Yogie Alvian (28), pekerja asal Tangerang Selatan, menuturkan kepada Kompas.id, saat hendak turun di stasiun transit, ia akan mencari gerbong kereta dengan pintu yang berhadapan langsung dengan tangga.
Dengan begitu, ia dapat langsung menuju tangga stasiun untuk berganti peron. "Saya selalu pilih gerbong yang memang berhenti di depan tangga peron," kata dia.
Jika Yogie memilih dengan siasat dengan ”pintu gerbong terbaik”, beda halnya dengan Putri Patricia (21), mahasiswi asal Bogor yang berkuliah di salah satu kampus di daerah Sudirman, Jakarta Pusat.
Hampir setiap hari dia harus naik KRL dari Stasiun Bogor lalu transit di Stasiun Manggarai kemudian berlanjut menuju ke Stasiun Sudirman. Hal tersebut juga biasa dia lakukan saat pulang kuliah.
”Biasanya dapat jam sibuk di KRL saat sore saja. Soalnya, kalau pagi itu berangkatnya lebih siang, karena jadwal kuliah lebih fleksibel,” ujar Putri.
Cari rute lain
Adapun saat pulang di sore hari, jika sudah menunjukkan jam sibuk, Putri lebih memilih untuk mencari rute lain.
Alih-alih naik dari Stasiun Sudirman lalu transit di Stasiun Manggarai, ia lebih memilih memulai perjalanan dari Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat.
Putri rela merogoh koceknya, Rp 15.000-Rp 20.000 untuk menggunakan jasa ojek terlebih dahulu dari kampusnya menuju stasiun.
"Kalau dari sana, kereta lebih lowong. Meskipun nantinya bakal penuh sesak juga saat transit di Manggarai, saya bisa memilih lokasi duduk atau berdiri yang sedikit lebih nyaman,” tutur Putri.
Siasat serupa juga dilakukan Ririn (24), warga Depok yang bekerja di kawasan Karet, Jakarta Pusat.
Ririn yang sedang hamil lebih memilih turun ke Stasiun Cikini kemudian berlanjut dengan jasa ojek daring ke kantornya.
Ia memilih siasat tersebut karena enggan berdempetan-dempetan saat jam sibuk. Apalagi dengan bahaya pelecehan dan pencurian barang, ia memilih mengeluarkan biaya lebih.
Di tengah kepadatan yang kian parah ini, sejumlah penumpang tetap memaksa menggunakan KRL melalui stasiun transit.
”Pilihan lainnya mau naik bus, pasti lebih lama. Kemungkinan tetap padat juga. Paling masuk akal naik ini (KRL)," kata Kevin Zung (22), penumpang asal Bogor yang bekerja di kawasan Tanah Abang.
"Biasanya kalau kereta terdekat penuh, tunggu kereta selanjutnya, biasanya sedikit ada space,” lanjutnya.
Berharap solusi dari pemerintah
Kendati Yogie, Putri, Ririn, Kevin, dan sejumlah penumpang lainnya punya siasat, mereka tetap berharap ada solusi dari pemerintah.
Kekhawatiran mereka kian bertambah dengan wacana bakal pensiunnya puluhan gerbong KRL.
Di sisi lain, PT KCI menganjurkan penumpang dapat menggunakan aplikasi C-Access untuk melihat jadwal perjalanan, posisi secara real time, dan memantau kepadatan stasiun.
Berdasarkan data Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), pada 2019, PT KCI dapat melayani 336,3 juta penumpang dengan 1.078 gerbong.
Setelah pandemi pada 2023, jumlah penumpang menurun jadi 293,6 juta, sementara jumlah gerbong kereta naik menjadi 1.114, dengan okupansi tahunan 62,75 persen.
PT KCI sempat berencana mengimpor 29 rangkaian kereta (train set) yang terdiri dari 348 gerbong dari East Japan Railway Company (JR-East) untuk menggantikan rangkaian-rangkaian yang sudah dioperasikan nonstop 15 tahun terakhir.
Kendati demikian rencana tersebut tidak didukung oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves)
”Overload memang terjadi pada peak hour (puncak keramaian), bisa mencapai di atas 900.000 (penumpang)," kata Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kemenkomarves Septian Hario Seto dikutip harian Kompas, Kamis (6/4/2023).
"Tapi, ini masih lebih kecil dibandingkan 2019, di mana rata-rata penumpang (saat peak hour) adalah 1,1 juta (penumpang),” lanjutnya.
Berita ini telah terbit di laman Kompas.id dengan judul: "Siasat Penumpang KRL Mengatasi Kepadatan di Stasiun Transit"
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/04/14/19074491/bermacam-siasat-penumpang-atasi-padatnya-stasiun-transit-dari-pilih