Salin Artikel

Perusahaan Retail Disebut Paksa 23 Karyawan Berhenti Kerja Tanpa Pesangon

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 23 karyawan di sebuah perusahaan retail besar dipaksa berhenti bekerja tanpa pesangon.

Menurut cerita Angga (31), salah satu pekerja di perusahaan itu, ia bersama 22 rekannya diminta berhenti oleh perusahaan dengan dalih keputusan secara bersama, bukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sehingga, kata dia, perusahaan merasa tidak perlu membayarkan hak-hak yang seharusnya diterima pegawai jika di-PHK.

"Awalnya kan terjadi PHK, tapi pihak perusahaan ingin statusnya (pemberhentian kerja) keputusan secara bersama minta di-PHK. Di surat keterangannya keputusan bersama, jadi kami seperti 'ya saya resign sendiri' tapi dengan perjanjian bersama. Akhirnya karena kami tidak di-PHK, jadi menerima uang seadanya pas pemutusan kerja itu," ujar Angga kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (28/6/2023).

Permasalahan ini bermula saat Angga dan rekan-rekannya disebut melakukan gratifikasi.

Menurut perusahaan, gratifikasi itu terjadi ketika Angga dan pekerja lainnya masih berada di departemen admin, sekitar tahun 2011.

Sedangkan gratifikasi atau pungli yang dimaksud yakni menerima uang dari sopir suplier pengantar barang.

Padahal, kata Angga, ia dan rekannya tidak pernah meminta uang dari para supir supplier. Uang atau tips tersebut diberikan secara sukarela dari supir, dengan nominal Rp 2.000 hingga Rp 5.000.

Mereka juga tidak tahu, tindakan tersebut dikatakan sebagai pungli karena merasa tidak pernah meminta uang kepada sopir.

"Biasa sopir-sopir bongkar muat suka kasih tips ke yang cek barang. Karena (memberi tips) itu sudah berjalan lama, kok ini biasa aja. Enggak ada teguran dari atasan atau apa-apa, jadi seperti budaya. Kami pun nggak meminta dari mereka (sopir), mungkin sudah terbiasa dari gudang lain jadinya begitu," terang Angga.

Hal serupa juga dikatakan pekerja lain bernama Iwan, yang tidak mengira itu disebut pungli oleh perusahaan.

"Jadi setiap selesai bongkar mereka kasih tanda terima kasih, Rp 1.000, Rp 2.000 untuk beli es. Itu dipermasalahkan, katanya kami dianggap melakukan pungli oleh perusahaan. Tapi kenyataannya kan enggak, kami enggak minta, mereka kasih secara sukarela," tambah Iwan.

Akibatnya Angga, Iwan dan rekannya mendapat panggilan dari pihak manajemen perusahaan.

"Pada tanggal 23-24 Agustus 2022, para pekerja yang dianggap telah melakukan kesalahan mendesak, telah dipanggil oleh Tim Loss Prevention (LP)," kata Siti selaku perwakilan Serikat Buruh Bangkit (SBB) yang membantu penanganan kasus ini.

Tim LP menyatakan, hasil pemeriksaan terhadap 23 pekerja, tidak ada unsur pungli maupun hal-hal yang merugikan perusahaan.

Namun, pada 31 Agustus 2022, merujuk hasil pemeriksaan Tim LP tersebut, Manager Gudang mengeluarkan surat peringatan untuk 23 pekerja.

Surat tersebut berlaku sejak 31 Agustus 2022-28 Februari 2023.

Dengan adanya SP, pekerja juga telah mengalami pembinaan dengan dipindahkannya mereka ke bagian-bagian yang tidak berhubungan dengan uang tips.

Lalu, pada 22 November 2022, para pekerja tersebut dikumpulkan di dalam satu ruangan oleh HRD.

Mereka diberitahu tentang adanya surat peringatan (SP) yang sempat terbit dan kemudian ditarik kembali.

Setelah itu masing-masing pekerja dipanggil satu persatu di ruangan berbeda dan diminta menandatangani tanda terima surat PHK serta perjanjian bersama.

Para pekerja yang rata-rata telah bekerja 10 tahun lebih diberikan uang berkisar Rp 5 juta-Rp 10 juta.

Angga yang sudah bekerja selama 11 tahun diberi uang sebesar Rp 10 juta dan Iwan menerima uang Rp 7 juta.

Menurut manajemen, kesalahan mendesak yakni pekerja dianggap melakukan pungli untuk memperkaya diri, dengan adanya uang tips untuk pembongkaran barang-barang kontainer dari suplier.

"Para pekerja merasa berada dalam tekanan dan ketidaktahuan, ketika pihak manajemen mengharuskan bahwa pekerja harus menandatangani kedua dokumen tersebut," papar Siti.

Kompas.com telah mencoba menghubungi perusahaan yang dimaksud untuk mengonfirmasi. Namun, hingga berita ditayangkan, Kompas.com belum mendapatkan respons.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/06/28/20475991/perusahaan-retail-disebut-paksa-23-karyawan-berhenti-kerja-tanpa-pesangon

Terkini Lainnya

Sesuai Namanya sebagai Seni Jalanan, Grafiti Selalu Ada di Tembok Publik

Sesuai Namanya sebagai Seni Jalanan, Grafiti Selalu Ada di Tembok Publik

Megapolitan
Panik Saat Kebakaran di Revo Town Bekasi, Satu Orang Lompat dari Lantai Dua

Panik Saat Kebakaran di Revo Town Bekasi, Satu Orang Lompat dari Lantai Dua

Megapolitan
4 Lantai Revo Town Bekasi Hangus Terbakar

4 Lantai Revo Town Bekasi Hangus Terbakar

Megapolitan
Revo Town Bekasi Kebakaran, Api Berasal dari Kompor Portabel Rumah Makan

Revo Town Bekasi Kebakaran, Api Berasal dari Kompor Portabel Rumah Makan

Megapolitan
Jalan Jenderal Sudirman Depan GBK Steril Jelang Jakarta Marathon

Jalan Jenderal Sudirman Depan GBK Steril Jelang Jakarta Marathon

Megapolitan
Rusunawa Marunda Dijarah, Ahok: Ini Mengulangi Kejadian Dulu

Rusunawa Marunda Dijarah, Ahok: Ini Mengulangi Kejadian Dulu

Megapolitan
Ahok Sudah Berubah, Masih Membara, tapi Sulit Maju di Pilkada Jakarta

Ahok Sudah Berubah, Masih Membara, tapi Sulit Maju di Pilkada Jakarta

Megapolitan
Ditanya Soal Kaesang Bakal Maju Pilkada Jakarta, Ahok: Enggak Ada Etika Saya Nilai Seseorang

Ditanya Soal Kaesang Bakal Maju Pilkada Jakarta, Ahok: Enggak Ada Etika Saya Nilai Seseorang

Megapolitan
Bukan Lagi Ibu Kota, Jakarta Diharapkan Bisa Terus Lestarikan Destinasi Pariwisata

Bukan Lagi Ibu Kota, Jakarta Diharapkan Bisa Terus Lestarikan Destinasi Pariwisata

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 23 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 23 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam Cerah Berawan

Megapolitan
Ada Jakarta Marathon, Sepanjang Ruas Jalan Jenderal Sudirman Ditutup hingga Pukul 12.00 WIB

Ada Jakarta Marathon, Sepanjang Ruas Jalan Jenderal Sudirman Ditutup hingga Pukul 12.00 WIB

Megapolitan
Ahok Sentil Kualitas ASN: Kalau Bapaknya Enggak Beres, Anaknya 'Ngikut'

Ahok Sentil Kualitas ASN: Kalau Bapaknya Enggak Beres, Anaknya "Ngikut"

Megapolitan
Perayaan HUT Jakarta di Monas Bak Magnet Bagi Ribuan Warga

Perayaan HUT Jakarta di Monas Bak Magnet Bagi Ribuan Warga

Megapolitan
Ada Kebakaran di Revo Town, Stasiun LRT Bekasi Barat Tetap Layani Penumpang

Ada Kebakaran di Revo Town, Stasiun LRT Bekasi Barat Tetap Layani Penumpang

Megapolitan
HUT Jakarta, Warga Asyik Goyang Diiringi Orkes Dangdut di Monas

HUT Jakarta, Warga Asyik Goyang Diiringi Orkes Dangdut di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke