Pasalnya, ada bangkai KLM di area gudang 9 yang karam sebagian akibat kebakaran pada April 2023 dan belum dapat dievakuasi.
Alhasil, aktivitas pelayaran dan bongkar muat barang dari gudang 9 sampai area Pelra terdampak.
Kapal-kapal yang tidak bisa berlayar tersebut hanya bersandar di sepanjang Dermaga Pelabuhan Sunda Kelapa dan menunggu evakuasi bangkai kapal itu.
Sementara, sejumlah KLM yang hendak bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa kini hanya mengantre menunggu giliran masuk.
Adapun hanya area kapal besi saja yang bisa beroperasi karena memiliki jalur yang berbeda dengan KLM.
Basri (47), Edi (42), dan Oji (42) yang merupakan tiga nakhoda dari KLM yang berbeda-beda mengungkapkan keluh kesahnya karena turut terdampak bangkai kapal tersebut.
Terjebak
Salah satu dari sejumlah dampak kejadian ini adalah nakhoda dan ABK yang kini terjebak hampir tiga bulan terakhir di Pelabuhan Sunda Kelapa.
Mereka menganggap aktivitas pelayaran dan bongkar muatan khusus untuk KLM kini sudah lumpuh.
"Enggak bisa semua (berlayar), sudah lumpuh, untuk KLM lumpuh. Karena bangkai kapalnya berada di pas keluar pintu masuk," kata seorang nakhoda KLM bernama Edi (42) saat ditemui Kompas.com di Pelabuhan Sunda Kelapa, Kamis (13/7/2023).
“Terjebak semua (nakhoda dan ABK)," timpal Basri.
Luntang-lantung
Selama hampir tiga bulan ini mereka tidak memiliki kegiatan. Aktivitas sehari-harinya hanya berkumpul menghilangkap penat dan menunggu kabar bahagia dari pihak berwenang.
“Ya beginilah, luntang-lantung, mondar-mandir aja, enggak ada kegiatan,” ujar Edi.
Edi yang merupakan nakhoda asal Bangka Belitung masih beruntung karena memiliki rumah di kawasan Kedoya, Jakarta Barat.
Tetapi hal ini tidak berlaku bagi Oji yang merupakan nakhoda asal Tegal, Jawa Tengah.
Setiap malamnya dia bermalam di kapal sambil “menikmati” guncangan kapal seiring dengan gelombang air di Pelabuhan Sunda Kelapa.
“Tidur di kapal. Tapi rata-rata semua ABK juga tidurnya di kapal,” ucap Oji.
Tak bisa berikan nafkah
Dampak lain dari belum terevakuasinya bangkai KLM di area gudang 9 ini juga membuat nakhoda tidak mempunyai penghasilan.
Nafkah untuk anak dan istri di kampung halaman menjadi terhambat.
“(Keluarga di rumah) ya (jadi) enggak dapat nafkah. Makanya, kalau sudah sampai tiga bulan, sudah (bakal dapat) talak tiga (dari istri),” ungkap Edi.
Oji menyampaikan, anaknya di kampung halaman juga kerap kali menelepon dan meminta jajan.
“Tahunya kan kami dari rumah kerja. ‘Pak, duit, Pak! Pak, duit, Pak!’. ‘Wah, uang dari mana, Nak? Sabar sajalah ya’,” ujar Oji.
Lalu, dari manakah mereka makan dan minum selama tiga bulan terakhir ini?
“(Untuk pemasukan) ya mau enggak mah dari perusahaan yang nanggung. Makan dan minum ditalangi dulu. Kalau kami enggak jalan (berlayar), enggak dapat duit,” ucap Oji.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/07/14/06093351/terjebaknya-nakhoda-dan-abk-di-pelabuhan-sunda-kelapa-luntang-lantung-dan