JAKARTA, KOMPAS.com - Para penipu bermodus romansa telah bertebaran di aplikasi kencan. Mereka menjerat para wanita Indonesia yang hendak serius membangun masa depan.
Para korban tak hanya merugi perasaan, tetapi juga merugi hingga miliaran rupiah apabila ditotal.
Kisah para korban mirip dengan kisah di film dokumenter Netflix yang booming pada Februari 2023, The Tinder Swindler.
Secara harfiah, "Tinder swindler" bermakna "penipu Tinder". Adapun Tinder merupakan nama dari sebuah platform aplikasi kencan daring.
Saat ini, para korban "Tinder swindler" versi Indonesia sudah saling berjejaring untuk membawa kasus yang menimpa mereka ke jalur hukum.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, jumlah korban yang sudah berhasil terhimpun sebanyak 27 orang. Adapun, total kerugian ditaksir lebih dari Rp 3 miliar.
Bangun kepercayaan korban
Salah seorang korban berinisial LN mengatakan, ia bisa terjerat dengan tipu daya "Tinder swindler" Indonesia karena pelaku membangun kepercayaan dengan dirinya.
Pelaku bersikap sangat sopan dalam setiap jalinan komunikasi yang dilakukan terhadap LN melalui aplikasi kencan dan WhatsApp.
“Pelaku ini membangun image pria baik. Tidak pernah minta foto yang enggak-enggak ke saya, tidak pernah ngomong yang enggak-enggak juga,” ujar LN saat berbincang dengan Kompas.com, pertengahan Juli 2023
“Kan biasanya kalau cowok itu, entah minta foto bugil misalnya atau kalau ngomong sukanya yang menjurus-menjurus. Nah, ini enggak sama sekali. Makanya saya merasa, 'oh ini cowok baik',” lanjut dia.
Kepada LN, pelaku mengaku berstatus lajang sehingga membuat LN semakin tertarik menjalin komunikasi secara intens dengan pelaku.
“Padahal, kalau si pelaku ini ngaku duda, pasti aku enggak akan mau lanjut. Tapi dia tahu betul cowok yang aku mau seperti apa,” ujar LN.
Hal lain yang membuat hati LN ‘klepek-klepek’ adalah pelaku bersikap romantis. LN sekitar dua bulan intens berkomunikasi dengan pelaku.
Contoh dari sikap romantis tersebut adalah pelaku masih mengingat hal-hal kecil yang pernah menjadi bahan obrolan.
“Misalnya, anak saya berapa, saya sukanya apa, enggak sukanya apa, saya pernah cerita apa, dia ingat betul. Mungkin dia nyatet kali ya. Tapi itulah yang membuat wanita itu nyaman, gitu,” ujar LN yang merupakan orang tua tunggal.
Pelaku yang mengaku warga Malaysia berjanji suatu hari nanti akan datang ke Jakarta untuk menikah dengan LN.
Setelah kepercayaan terbangun, barulah pelaku mengajak LN berbisnis di website dagang palsu yang ternyata dibikin sendiri oleh komplotan pelaku.
Dalam bisnis palsu itu, LN merugi sekitar 8.040 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 123 juta.
Diduga lakukan "victim profiling"
Kriminolog sekaligus pakar psikologi Reza Indragiri Amriel menilai, pelaku penipuan melalui aplikasi kencan menyelidiki terlebih dahulu latar belakang calon korbannya.
Menurut dia, para pelaku sengaja menargetkan korban yang serius mencari pasangan hidup karena usia yang tak lagi muda.
"Jangan-jangan pelaku sudah melakukan victim profilling," ujar Reza saat dikonfirmasi, Rabu (23/8/2023).
"Jadi, yang dia targetkan adalah perempuan yang secara umum dianggap punya 'kelemahan'. Misal, usia sudah telat menikah," terang dia.
Apalagi, menurut Reza, manusia memiliki kelemahan yakni hindsight bias, yang merupakan suatu kecenderungan seseorang dalam memprediksi suatu fakta peristiwa berikut hasilnya.
Namun, fakta peristiwa itu belum terjadi. "Cirinya, menyepelekan risiko, mengesampingkan bahaya, plus kelewat yakin pada kemampuan menangkal risiko viktimisasi," ujar Reza.
Sementara itu, pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menduga "Tinder swindler" Indonesia merupakan sosok yang profesional dan terpelajar.
Pasalnya, para penipu umumnya menyinggung bisnis jual beli daring yang disebutnya sebagai salah satu sumber kekayaannya selama ini untuk menjerat korbannya.
Bisnis jual beli daring yang dimaksud adalah sebuah website lokapasar berbahasa asing. Pelaku menyebut, itu adalah e-commerce besar di Cina.
"Tampilannya sangat profesional, bahkan (pelaku) cukup terpelajar. Sehingga korbannya percaya dan mengirimkan uang," ucap Alfons kepada Kompas.com, dikutip Rabu (23/8/2023).
Kini diburu polisi
Saat ini, para korban "Tinder Swindler" versi Indonesia sudah saling berjejaring untuk membawa kasus yang menimpa mereka ke jalur hukum.
Dua korban di antaranya akhirnya melapor kepada Polda Metro Jaya pada Juli lalu. Setelah menerima laporan korban, polisi pun berjanji untuk menindaklanjuti kasus itu.
"Kami pasti akan optimalkan penyelidikan (mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana)," ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak saat dikonfirmasi, Selasa (22/8/2023).
Menurut Ade Safri, pelaku saat ini terindikasi berada di luar negeri. Namun, dia belum membeberkan lebih jelas apakah pelaku berstatus warga negara asing atau warga Indonesia.
"Sementara ini (pelaku) kami identifikasi ada di luar negeri," ucap dia.
Meski baru dua korban yang melapor, polisi menduga jumlah korban lebih banyak. Ade berujar, saat ini polisi mendalami kasus itu secara intensif.
"Masih kami dalami. Kemungkinan masih ada korban lainnya terkait dengan hal ini. Upaya penyelidikan masih dilakukan secara optimal," ujar Ade.
(Penulis: Rizky Syahrial, Baharudin Al Farisi | Editor: Larissa Huda, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Nursita Sari)
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/24/06534521/cara-tinder-swindler-indonesia-jerat-korban-bangun-kepercayaan-usai