Salin Artikel

Tak Ada Tempat Bermain di Jakarta, Kuburan Pun Jadi...

JAKARTA, KOMPAS.com - Langit di atas tempat pemakaman umum kawasan Palmerah kian menggelap, angin pun sudah tidak begitu kencang.

Namun, semangat para bocah masih membara, mengadu layangan kecil di udara sampai kaki berdarah tak lagi jadi masalah.

Mata bocah-bocah ini hanya menatap ke atas, tanpa memedulikan nisan-nisan yang mereka tapaki adalah "rumah" peristirahatan terakhir milik seseorang.

"Kiri, kiri, awas," teriak anak laki-laki Apan (7) memberikan instruksi kepada temannya dari kejauhan.

Tak sabar melihat kinerja sang teman, Apan pun bergegas menghampiri bocah yang dia teriaki tadi, Arfan (10) namanya.

Kaki kecil mereka lihai melompati gundukan kuburan, seolah sudah begitu akrab dengan nisan-nisan di sana. Tidak ada keraguan, apalagi rasa takut.

"Memang tidak takut?" tanya Kompas.com kepada bocah bernama Arfan yang sedang duduk santai usai bergantian main dengan temannya, Minggu (3/9/2023) sore.

"Enggak, kan ada Allah," Arfan menjawab mantap.

Bagi Arfan dan bocah lain, TPU Grogol Kemanggisan mungkin hanyalah lapangan bermain.

Buktinya, sekumpulan anak lain juga tersebar di beberapa titik TPU, melakukan hal serupa.

Dilihat dari posturnya, kebanyakan mereka adalah masih duduk di bangku sekolah dasar.

Tidak ada lapangan, kuburan pun jadi

Saat ditanya mengapa memilih kuburan sebagai tempat bermain layangan, Arfan mengaku tidak ada tanah lapang lain di dekat tempat tinggalnya itu.

Paling, kata dia, tempat bermain lainnya adalah lapangan asrama polisi yang ada di kawasan Polsek Palmerah.

"Enggak ada lapangan kak, paling ke asrama polisi, iya Palmerah. Tapi lebih dekat ke sini," ujar Arpan.

Pantauan Kompas.com, memang kawasan tersebut adalah pemukiman padat penduduk. Jangankan tanah lapang, lahan untuk rumah saja masih berdesakan.

Kejar terus sampai kaki berdarah

Arfan bertutur, karena bermain di TPU, ia dan anak-anak lain tak jarang tersandung saat mengejar layangan putus.

Tentu saja, nisan-nisan dan gundukan tanah pemakaman tidak ditujukan sebagai tempat bermain.

"Kalau layangan putus ya dikejar, kalau enggak dapat, nungguin yang putus. Kalau enggak dapat lagi, ya pulang, haha," ujar Arfan.

"Ini, Kak, kaki dia pernah kena paku pas kejar layangan," imbuh Arfan tertawa lebar sambil menunjuk kaki bocah lain bernama Oji (8).

Sedangkan bocah yang disebut hanya cengengesan saja, sembari ikut memperlihatkan bekas lukanya.

"Pernah juga saya, keseruduk. Itu kan ada kayu ada pakunya keinjak ini. Ya berdarah," ujar Oji sambil menunjuk tumitnya.

"Dia kagak kapok mah, noh buktinya maen lagi ha-ha. Kalau saya paling luka-luka doang. Kagak (kapok) lah. Tetap semangat, layangan itu penting," kata Arfan menimpali.

Ingin ada lapangan bermain

Selain Arfan dan Oji, bocah lain bernama Dodi (15) juga menyampaikan keinginan serupa untuk bisa menikmati lapangan luas sebagai tempat bermain.

Bagi dia, kuburan menjadi tempat yang pas untuk mengadu layangan lantaran tak ada tanah luas lain tanpa gedung-gedung tinggi dan kabel semrawut dekat rumahnya.

Karena itu, Dodi berharap ada lapangan atau tanah luas bagi mereka untuk bermain layangan tanpa khawatir terluka.

"Pengin sih ada tempat main kayak lapangan, tapi minta sama siapa? Siapa yang mau bikinin, Kak, haha," ujar Dodi.

Ruang terbuka masih kurang

Mengutip Kompas.id, mahalnya harga tanah dan alih fungsi lahan untuk sarana ataupun prasarana lain menjadi segelintir tantangan meluaskan cakupan ruang terbuka hijau di Jakarta.

Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta sesuai dalam laman informasi Jakartasatu.jakarta.go.id mendata cakupan ruang terbuka hijau (RTH) seluas 33,33 juta meter persegi atau 33,33 kilometer persegi.

Luasan tersebut mencakup 5,18 persen dari luas Jakarta yang mencapai 664,01 kilometer persegi.

Jika merujuk ketentuan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka luasan 5,18 persen masih kurang.

Beleid itu menyebutkan, proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayahnya dan proporsi RTH publik paling sedikit 20 persen.

Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Bayu DKI Jakarta Meghantara dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/3/2023), menyampaikan, tantangan menambah RTH di Ibu Kota antara lain harga tanah yang sangat mahal dan alih fungsi RTH untuk kebutuhan sarana dan prasarana lain, seperti tempat ibadah dan tempat olahraga.

Pihaknya terus berupaya membebaskan lahan dengan anggaran pemerintah dan memanfaatkan aset lahan nonproduktif menjadi taman serta menyediakan RTH melalui sektor privat dengan cara optimalisasi lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Kerja sama dengan sektor privat untuk penambahan RTH salah satunya termaktub dalam Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2021 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Taman.

RTH dapat diperoleh dengan mengelola kewajiban pengembang dalam menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum ketika akan menggunakan lahan atau mengembangkan suatu kawasan sesuai surat izin penunjukan penggunaan tanah kepada warga.

Kerja sama lain dapat berupa partisipasi dalam penanaman pohon dan kegiatan corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan.

”Kami selalu koordinasi untuk penambahan taman baru maupun peningkatan fasilitas di dalamnya dengan prinsip penyediaan taman harus memiliki rancangan yang baik, minimum sampah, berkolaborasi, ramah anak, lansia, dan disabilitas, hingga sebagai ruang evakuasi dan ruang yang informatif serta edukatif,” ucap Bayu.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/09/05/09145731/tak-ada-tempat-bermain-di-jakarta-kuburan-pun-jadi

Terkini Lainnya

Bukan Melompat, Disdik DKI Sebut Siswa SMP Jaksel Terpeleset dari Lantai 3

Bukan Melompat, Disdik DKI Sebut Siswa SMP Jaksel Terpeleset dari Lantai 3

Megapolitan
Insiden Siswa SMP Lompat dari Lantai 3, KPAI Minta Disdik DKI Pasang Sarana Keselamatan di Sekolah

Insiden Siswa SMP Lompat dari Lantai 3, KPAI Minta Disdik DKI Pasang Sarana Keselamatan di Sekolah

Megapolitan
3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

Megapolitan
Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Megapolitan
Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Megapolitan
BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

Megapolitan
Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Megapolitan
Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Megapolitan
Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Megapolitan
Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Ada Pembangunan Saluran Penghubung di Jalan Raya Bogor, Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan

Megapolitan
KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

KPAI Minta Polisi Kenakan UU Pornografi ke Ibu yang Rekam Anaknya Bersetubuh dengan Pacar

Megapolitan
Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Sudah Lakukan Ganti Untung, Jakpro Minta Warga Kampung Susun Bayam Segera Kosongi Rusun

Megapolitan
Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Anak di Jaktim Disetubuhi Ayah Kandung, Terungkap Ketika Korban Tertular Penyakit Kelamin

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke