Mereka datang dari dua kelompok yang mengatasnamakan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) dan Aliansi Mahasiswa untuk Demokrasi.
Aliansi pertama datang sekitar pukul 14.30 WIB. Mereka menuntut agar MK mencegah adanya intervensi terkait pembuatan keputusan batas usia capres dan cawapres.
“Jangan sampai intervensi masuk ke badan MK!” seru sang orator yang berjaket almamater mahasiswa berwarna hijau cerah.
Ia menggunakan toa berukuran kecil untuk menyampaikan pendapatnya.
Sekitar 14.53 WIB, unjuk rasa dari Permahi cabang Tangerang Selatan selesai. Aparat yang bertugas mengawal penyampaian pendapat juga turut membubarkan diri.
Lalu, aliansi kedua datang pada pukul 16.40 WIB. Mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa untuk Demokrasi, mereka datang beriringan sambil memakai jas almamater mahasiswa berwarna biru cerah.
Tuntutan mereka sama dengan aliansi sebelumnya, yakni untuk menolak adanya intervensi atas putusan MK soal syarat usia capres-cawapres yang akan diumumkan besok Senin (16/10/2023).
Sebagian besar dari mereka menggenggam selembar HVS putih bertuliskan “Tolak Intervensi Politik Terhadap MK”.
Salah satu kertas lainnya bertuliskan “MK Bukan Mahkamah Keluarga”.
“Kami semua sama-sama tahu relasi hubungan keluarga pada tubuh eksekutif dengan yudikatif menjadi relasi kuasa yang dapat mencederai lembaga negara yang seharusnya netral dan berintegritas,” ujar Koordinator Lapangan Aksi Aliansi Mahasiswa untuk Demokrasi Akhmad.
Sekitar pukul 16.51 WIB, aliansi kedua selesai berorasi dan segera membubarkan diri. Kepergian mereka diiringi oleh sejumlah personel aparat kepolisian yang melakukan pengamanan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/10/15/20005861/mahasiswa-gelar-unjuk-rasa-di-mk-tak-sampai-setengah-jam-membubarkan-diri