Salin Artikel

Penderitaan Imam Masykur Sebelum Tewas di Tangan 3 Anggota TNI: Dipukul, Ditendang, dan Dicambuk

Ketiga prajurit TNI yang membunuh Imam adalah Praka Riswandi Manik dari satuan Paspampres, Praka Heri Sandi dari Direktorat Topografi Angkatan Darat (Dittopad), dan Praka Jasmowir dari Kodam Iskandar Muda Aceh.

Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Senin (30/10/2023), sejumlah fakta anyar pun terungkap.

Oditur militer membeberkan secara gamblang proses penculikan dan pembunuhan Imam.

Berikut fakta-fakta terbaru yang dirangkum Kompas.com dalam persidangan kemarin:

Pura-pura beli tramadol

Oditur militer Letkol (Chk) Upen Jaya Supena mengatakan, terdakwa awalnya berpura-pura menjadi pembeli.

Praka Heri Sandi yang bertugas sebagai aktor utama mulanya datang seorang diri menghampiri toko obat milik Imam.

"Terdakwa 2 (Heri) berpura-pura sebagai pembeli dan bertanya kepada penjaga toko atas nama Imam Masykur, ‘Ada jual tramadol, Bang?’, sambil melihat-lihat kondisi dan posisi kamera CCTV," kata Upen.

Imam yang tak curiga dengan gerak-gerik terdakwa akhirnya mengeluarkan beberapa tramadol di hadapan Heri.

Heri yang melihat tramadol di hadapannya sontak memanggil dua rekannya yang menunggu di dalam mobil.

Ketiga terdakwa lantas mencoba menangkap Imam dengan dalih Imam menjual obat-obatan terlarang.

"Kemudian saudara Imam Masykur berteriak, 'Rampok, rampok', sambil mendorong terdakwa 2 hingga terjatuh," tutur Upen.

Menyamar jadi polisi, bawa surat tugas palsu

Teriakan Imam yang cukup nyaring akhirnya membuat beberapa warga datang. Seorang warga bahkan langsung memiting terdakwa supaya Imam dilepaskan.

Namun, Praka Jasmowir langsung mengancam beberapa warga dan berteriak bahwa mereka adalah polisi.

"Kemudian terdakwa 3 (Jasmowir) berteriak, 'Saya anggota woi, kalian berani kali sama anggota', sambil menunjukkan map berwarna merah berisi surat perintah tugas palsu, sehingga warga di lokasi membubarkan diri," tutur oditur Upen.

Upen kemudian mengungkapkan bahwa ketiga terdakwa telah menentukan perannya masing-masing di satuan kepolisian.

Salah satu terdakwa bahkan menyebut dirinya sebagai kepala unit di kepolisian.

"Perannya sesuai dengan keahliannya masing-masing. Terdakwa satu 1 (Riswandi) sebagai kepala unit di kepolisian, terdakwa 2 (Praka Heri) sebagai anggota kepolisian atau driver, terdakwa 3 (Praka Jasmowir) sebagai wakil kepala unit kepolisian," tutur dia.

Penyiksaan bertubi-tubi

Imam kemudian dimasukkan ke dalam mobil yang dibawa para terdakwa.

Terdakwa Heri dan terdakwa Jasmowir lantas memukuli pelaku di dalam kendaraan roda empat yang dikemudikan terdakwa Riswandi.

“Terdakwa 2 (Heri) memukuli Imam Masykur di bagian belakang tubuh dengan tangan kosong, dia memukul dengan tangan terbuka sebanyak 4 kali. Dia kemudian mencambuk korban dengan kabel listrik warna putih yang panjangnya kurang lebih 50 sentimeter ke arah punggung sebanyak 5 kali,” tutur oditur.

Tak berhenti di situ, Heri kemudian memukul bagian kepala Imam dengan benda tumpul hingga korban tertunduk.

“Serta memukul kepala sebanyak 10 kali menggunakan HT dengan posisi korban tertunduk," ucap Upen.

Sementara itu, Jasmowir yang pura-pura menginterogasi korban turut melayangkan beberapa tendangan.

Para terdakwa melakukan itu agar Imam terbuka perihal asal-usul tramadol yang dijualnya. Mereka kemudian memeras Imam dengan dalih berdamai.

"Selanjutnya terdakwa menendang pada bagian lengan atas dan kaki sebanyak 8 kali. Terdakwa lalu memegang leher menggunakan tangan kiri dan memukuli bagian wajah sambil menginterogasi,” kata Upen.

Minta tebusan Rp 50 juta

Ketika para terdakwa tengah memukuli dan menginterogasi korban, tiba-tiba ponsel Imam berdering.

Ternyata ibu Imam yang bernama Fauziah menelepon sang anak untuk menanyakan kabar.

Namun, bukannya mendengar suara sang anak, Fauziah justru mendengar ancaman yang dilontarkan terdakwa.

“Pukul 20.16 WIB, saksi 3 (ibu Imam) menghubungi handphone Imam Masykur, dan dijawab terdakwa 1 (Riswandi), lalu terdakwa 1 mengancam saksi 3," ujar oditur.

Riswandi lalu meminta sejumlah tebusan kepada ibu korban. Riswandi meminta Fauziah mengirim uang Rp 50 juta bila ingin anaknya tetap hidup.

“'Kalau ibu sayang kepada anak, ibu kirim uang Rp 50 juta. Kalau ibu tidak sayang kepada anak ibu, saya bunuh dan saya buang anak ibu',” kata Upen menirukan ancaman Riswandi.

Kemudian, ibu korban menjawab, "Pak, saya ini orang miskin, enggak punya duit. Saya mau cari duit dulu, yang penting jangan dipukulin anakku, Pak.”

Jasad Imam dibuang di Purwakarta

Singkat cerita, kesadaran Imam kian menurun setelah disiksa para terdakwa.

"Pada 12 Agustus 2023 pukul 21.45 WIB, saudara Imam Masykur bersama saksi Haidar duduk di belakang mobil dengan mata tertutup. Saudara Imam Masykur kemudian berkata, 'Bang, minta air'," kata Upen.

Mendengar permintaan itu, terdakwa Jasmowir langsung memberikan minum kepada korban.

Terdakwa Riswandi kemudian melepas borgol dan penutup mata Imam agar korban tak kesusahan saat minum.

Namun, tak lama setelah menenggak air minum, Imam mengaku jantungnya berdetak begitu kencang. Imam juga mengalami sesak napas.

"Terdakwa Jasmowir sempat mendengar saudara Imam Masykur berkata, 'Bang, jantungku berdetak kencang'. Tidak lama kemudian, saudara Imam Masykur mengaku sesak napas dan terdengar suara ngorok. Dia juga meronta-ronta seperti orang kerasukan setan," ungkap Upen.

15 menit kemudian, terdakwa Jasmowir meminta saksi Haidar untuk mengecek kondisi korban. Setelah dicek, ternyata tak ada lagi embusan napas dari hidung Imam.

"Para terdakwa panik, kemudian terdakwa 1 (Riswandi) menyuruh terdakwa 2 (Heri) untuk mengecek ulang kondisi saudara Imam Masykur dengan cara memegang nadi di pergelangan tangan, tetapi hasilnya tidak ada nadi yang berdenyut," tutur Upen.

Ketiga terdakwa lalu menganggap Imam sudah meninggal.

"Kemudian terdakwa 3 (Jasmowir) memegang kaki kanan saudara Imam Masykur yang sudah dalam kondisi dingin, sehingga para terdakwa menganggap bahwa saudara Imam Masykur menghembuskan napas terakhirnya dan dinyatakan meninggal dunia di dalam mobil pada saat perjalanan Tol Jatikarya-Cimanggis," ungkap oditur.

Setelah itu, jasad Imam dibuang di salah satu aliran sungai di wilayah Purwakarta, Jawa Barat. Kepala Imam dibiarkan meluncur lebih dulu dari tepian sungai.

Akibatnya, bagian kepala korban langsung menghantam batu sungai.

"Jasad diarahkan ke pinggir sungai dengan posisi kepala dicondongkan ke arah bawah, sehingga jasad Imam langsung membentur besi jembatan dan batu sungai (setelah dibuang)," tutur Upen.

Didakwa lakukan pembunuhan berencana

Dalam sidang kemarin, ketiga terdakwa didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Imam.

"Terdakwa Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir melakukan tindak pidana dengan merampas nyawa orang lain," kata Upen.

Ketiganya didakwa dengan dakwaan primer Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP atau Pasal 351 ayat 3 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP dan Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.

"Ketiga terdakwa terancam hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun," tutur Upen.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/10/31/10474001/penderitaan-imam-masykur-sebelum-tewas-di-tangan-3-anggota-tni-dipukul

Terkini Lainnya

Polisi Sebut Penjual Video Porno Anak di Telegram Tak Memiliki Kelainan Seksual

Polisi Sebut Penjual Video Porno Anak di Telegram Tak Memiliki Kelainan Seksual

Megapolitan
Air PAM di Koja Sudah Tidak Asin dan Berminyak

Air PAM di Koja Sudah Tidak Asin dan Berminyak

Megapolitan
Umat Lintas Agama Ikut Unjuk Rasa Solidaritas Palestina di Kedubes AS

Umat Lintas Agama Ikut Unjuk Rasa Solidaritas Palestina di Kedubes AS

Megapolitan
Besi Ribar Jatuh ke Rel, MRT Jakarta: Struktur Crane Dibangun Tanpa Koordinasi

Besi Ribar Jatuh ke Rel, MRT Jakarta: Struktur Crane Dibangun Tanpa Koordinasi

Megapolitan
Relawan: Ada 7 Partai yang Mendekati Sudirman Said untuk Maju di Pilkada DKI 2024

Relawan: Ada 7 Partai yang Mendekati Sudirman Said untuk Maju di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Cerita Olivina Dengar Suara Drone Saat Berkomunikasi dengan Temannya di Rafah Palestina

Cerita Olivina Dengar Suara Drone Saat Berkomunikasi dengan Temannya di Rafah Palestina

Megapolitan
Massa Sempat Cekcok dengan Polisi Usai Kibarkan Bendera Palestina di Depan Kedubes AS

Massa Sempat Cekcok dengan Polisi Usai Kibarkan Bendera Palestina di Depan Kedubes AS

Megapolitan
Massa di Depan Kedubes AS Mulai Bubar, Lampu Jalan Padam

Massa di Depan Kedubes AS Mulai Bubar, Lampu Jalan Padam

Megapolitan
Material Besi Jatuh di Stasiun MRT ASEAN dan Blok M, Hutama Karya Gerak Cepat Lakukan Evakuasi

Material Besi Jatuh di Stasiun MRT ASEAN dan Blok M, Hutama Karya Gerak Cepat Lakukan Evakuasi

Megapolitan
DPW PKS Masih Menunggu Keputusan DPP untuk Usung Anies di Pilkada DKI 2024

DPW PKS Masih Menunggu Keputusan DPP untuk Usung Anies di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Angka Kematian Penyakit Jantung di Bogor Meningkat Tiap Tahun

Angka Kematian Penyakit Jantung di Bogor Meningkat Tiap Tahun

Megapolitan
'Jika Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Pertama dalam Sejarah Politik Indonesia Ketua Umum Partai Berlaga di Pilkada'

"Jika Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Pertama dalam Sejarah Politik Indonesia Ketua Umum Partai Berlaga di Pilkada"

Megapolitan
Relawan Anies Gelar Konsolidasi Usung Sudirman Said di Pilkada Jakarta

Relawan Anies Gelar Konsolidasi Usung Sudirman Said di Pilkada Jakarta

Megapolitan
Partai Garuda Buka Rekrutmen Bakal Calon Kepala Daerah Se-Indonesia

Partai Garuda Buka Rekrutmen Bakal Calon Kepala Daerah Se-Indonesia

Megapolitan
Unjuk Rasa di Depan Kedubes AS, Olivina: Evakuasi Teman Saya di Rafah!

Unjuk Rasa di Depan Kedubes AS, Olivina: Evakuasi Teman Saya di Rafah!

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke