Y meninggal dunia di atas trotoar, Jalan H Fachruddin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2023).
Sehari-hari, wanita itu dikenal sebagai pemulung yang biasa mencari sampah botol bekas, besi bekas, hingga kardus di bilangan Tanah Abang.
Polisi berujar, Y tidak memiliki rumah tetap. Tak ada yang mengetahui pula dari mana ia berasal.
"Sehari-hari tidur di pinggir jalan," ujar Kanit Reskrim Polres Metro Tanah Abang Komisaris Kukuh Islami, sesaat setelah penemuan jasad Y.
Boro-boro memiliki BPJS atau terdaftar sebagai penerima bantuan pemerintah, Y bahkan tak memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Karena itu, jasadnya disimpan di kamar jenazah RSCM, Jakarta Pusat.
Dari keterangan sesama pemulung, polisi mendapatkan informasi, Y punya riwayat penyakit kelenjar getah bening.
Nasib Y serupa dengan N (73). Lansia penjual jamu itu hidup sebatang kara di sebuah kontrakan petak kecil, Jalan Sungai Kampar X Terusan, Nomor 34, Cilincing, Jakarta Utara.
Pada Senin (30/10/2023), N ditemukan meninggal dunia dengan kondisi nyaris membusuk di dalam kontrakannya.
Tetangga terkejut atas tewasnya N. Beberapa di antara mereka langsung teringat keluhan N yang mengalami sesak napas beberapa hari sebelum ditemukan meninggal dunia.
N sendiri dikenal memiliki riwayat penyakit jantung dan darah tinggi.
Namun, N sedikit lebih beruntung dibandingkan Y. Menurut petugas dasawisma lingkungan setempat, N terdaftar sebagai penerima BPJS gratis dari pemerintah.
"Kartu Indonesia Sehat atau PKH Lansia sih enggak dapat dia. Tapi, BPJS gratis, setahu saya, ada," ujar sang petugas.
Sayangnya, N tidak dapat memanfaatkan betul fasilitas layanan kesehatannya. Sebab, prosesnya dianggap rumit dan berbelit.
Apalagi, N tinggal seorang diri sehingga tak ada yang bisa membantu mengurus administrasinya.
Y dan N merupakan potret kemiskinan ekstrem di DKI Jakarta.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) awal 2023 mencatat, jumlah orang miskin di Ibu Kota mencapai 0,89 persen atau setara 95.668 jiwa dari total 10,7 juta penduduk.
Dibandingkan dengan Maret 2021, angkanya naik 0,29 persen. Pada Maret 2021, persentase warga miskin di Jakarta berada angka di 0,6 persen.
Pendataan jadi sorotan
Pengamat Sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati menyayangkan peristiwa nahas yang menimpa Y dan N. Terlebih, itu terjadi di ibu kota negara.
Menurut Devie, semestinya DKI Jakarta menjadi role model cara negara mengurus rakyatnya, terutama dalam hal pendataan masyarakat prasejahtera agar dapat diberi bantuan pemerintah.
"Begitu Jakarta berhasil, rapi, saya yakin semua daerah akan lebih mudah melakukan proses administrasi (pendataan bantuan pemerintah)," ujar Devie.
Pemerintah, baik pusat maupun provinsi, diharapkan memberikan informasi yang detail dan sistematis terkait pendataan rakyat miskin yang belum tersentuh bantuan pemerintah.
Dengan begitu, perangkat pemerintah yang tingkatannya lebih rendah bisa melakukan pendataan dengan baik.
"Tentunya yang punya kewajiban RT dan RW, itulah kenapa mereka ditunjuk sebagai pimpinan lingkungan. Lingkungan mereka kan enggak semuanya punya rumah," imbuh Devie.
Di sisi lain, Devie mendorong setiap warga untuk lebih peka terhadap lingkungan di sekitarnya.
Apabila ada orang yang memerlukan bantuan, sejatinya siapa pun dapat mendorong aparat pemerintahan tingkat bawah untuk memasukkan orang itu ke dalam program bantuan pemerintah.
"Caranya tentu berbeda-beda. Ada yang mungkin pakai rapat adat dulu, ada yang pakai grup WhatsApp untuk kasih tahu, ‘Yuk, bapak ibu ramai-ramai kita mulai perhatikan kanan-kiri kita kalau ada saudara yang kurang beruntung’. Mengaktifkan kultur tadi harus ada modifikasi, setiap daerah berbeda," ujar Devie.
"Yang krusial adalah semangat untuk melaporkan diri, mendatakan diri, sehingga niat baik pemerintah yang sudah sangat serius (menyediakan layanan masyarakat) bisa merata dirasakan oleh semua orang," lanjut dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/02/06352071/para-sebatang-kara-yang-meninggal-tak-terurus-negara