Setibanya di Jalan Plumpang Semper, Anies bersama istrinya, Fery Farhati Ganis, turun dari mobil Toyota Zenix hitam metalik dengan nomor polisi B 2007 PZL.
Anies mengenakan kemeja putih lengan panjang tergulung seperempat dan celana bahan hitam. Sedangkan, Fery memakai pakaian senada. Hanya saja, dia menggunakan kerudung abu-abu.
Anies disambut hangat para pendukung, relawan, dan simpatisan. Eks Gubernur DKI Jakarta itu kemudian langsung mengendarai motor Yamaha Nmax abu-abu berpelat B 4485 BRV.
Sambil membonceng istri, ia blusukan masuk ke dalam gang sempit dan berdialog dengan warga setempat.
Kampung Tanah Merah, awal dari semua
Tak berselang lama, Anies tiba di Kampung Tanah Merah. Ia langsung naik ke atas panggung kecil yang berada di persimpangan jalan.
Dalam pidato sambutannya, eks Menteri Pendidikan itu mengungkapkan alasan mengapa memilih Kampung Tanah Merah sebagai tempat dimulainya kampanye.
Ia mengatakan, Kampung Tanah Merah adalah daerah yang ia datangi saat pertama kali menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017.
Oleh sebab itu, Kampung Tanah Merah memiliki kedekatan historis dengan dirinya.
"Masih ingat tahun 2016? Waktu itu kami baru menerima amanat menjadi calon gubernur. Warga Tanah Merah datang ke rumah dan meminta saya untuk menjadi calon gubernur," ujar Anies.
"Saya bilang, (belum ada) partai politik yang mengusung. Ternyata ada partai yang mencalonkan. Dan ketika saya mencalonkan, tempat mana yang saya datangi? Tanah Merah," lanjut dia.
Kampung Tanah Merah, menurut Anies, bukan sekadar permukiman, tetapi juga simbol masyarakat terpinggirkan yang semestinya diangkat derajatnya.
Jalan Perjuangan tak mulus
Anies melanjutkan perjalanan dengan mengendarai motor bersama Feri di belakangnya untuk tiba di panggung utama yang letaknya sekitar satu kilometer dari panggung kecil.
Jalan yang dilalui Anies tidaklah mulus. Jalan Perjuangan, namanya.
Jalan Perjuangan merupakan salah satu akses utama di Kampung Tanah Merah, Koja, Jakarta Utara. Jalan itu menghubungkan tiga kelurahan, yakni Rawa Badak Selatan, Tugu Selatan, dan Kelapa Gading Barat.
Satu sisi jalan tersambung dengan jalan besar, Jalan H.M. Dault. Sementara, sisi lain terhubung dengan Jalan Tanah Merah.
Anies tidak bisa melaju dengan tenang, Sebab, selain memegang kemudi sambil menyapa warga, kondisi jalan juga tidak rata.
Jalan selebar empat meter itu banyak cela. Terdapat lubang di sisi kiri dan kanan jalan. Kondisi itu cukup menguji kelihaian Anies dalam mengemudikan motor. Sesekali, Anies mesti meliuk-liuk menghindari lubang sedalam sekitar dua hingga tiga sentimeter.
Tetapi, tidak semua lubang jalan dibiarkan terbuka menganga. Warga setempat berinisiatif menambalnya dengan batu apung. Aksi warga itu cukup membantu pengendara kendaraan bermotor, Anies salah satunya, agar tidak melaju 'ajrut-ajrutan'.
Tidak hanya berlubang, di beberapa bagian jalan, terdapat beda ketinggian, retak, dan bergelombang.
Asa warga Tanah Merah
Warga Kampung Tanah Merah, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara, menyampaikan sejumlah harapan kepada Anies.
Mereka menulis harapannya di kertas tempel (sticky note). Kertas itu kemudian ditempelkan di spanduk bergambar Anies Baswedan dan pasangannya, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Spanduk bertulisan “AMIN-kan harapanmu di sini!” itu dipasang di dekat panggung utama saat Anies berkampanye di Kampung Tanah Merah, Selasa (28/11/2023).
“Kami warga Tanah Merah siap mendukungmu, Pak Anies Baswedan dan kami warga RW 07 Tugu Selatan minta sertifikat,” demikian harapan warga yang ditulis di kertas berwarna hijau.
“Legalkan status kepemilikan Tanah Merah RW 07 Tugu Selatan, operasional Dasawisma mohon ditambah, harga sembako diturunkan atau stabil,” tulis warga dalam kertas berwarna kuning.
“Satu hati buat, Pak Anies. Legalitas Tanah Merah tolong diperhatikan. By Sukarsih, Dasawisma RW 07 (Tugu Selatan),” tulis warga dalam kertas merah.
Selain harapan soal legalitas tanah dan rumah, ada pula warga yang meminta perbaikan jalan di Kampung Tanah Merah.
“Ya sembako biar murah, Pak Anies. Tolong warga Tanah Merah, (semoga) jalan biar bagus, got atau saluran air lancar, supaya enggak banjir,” ujar warga bernama Mimin Saminah (35) saat ditemui Kompas.com, Selasa.
Di balik Jalan Perjuangan
Kata “perjuangan” yang disematkan untuk nama jalan ini mempunyai kisah tersendiri bagi warga Kampung Tanah Merah demi bermukim di wilayah tersebut.
Demikian diceritakan Masta Tarigan (63), salah satu warga Tanah Merah yang tempat tinggalnya berada persis di pinggir Jalan Perjuangan.
“Awalnya karena Tanah Merah ini merupakan perjuangan rakyat. Makanya dinamakan Jalan Perjuangan,” kata Masta saat berbincang dengan Kompas.com di warung kelontongnya, Selasa.
Perempuan rambut sebahu dan bergelombang itu sudah tinggal di Kampung Tanah Merah sejak 1988 bersama keluarganya.
Setelah dua tahun, yakni 1991, ratusan bangunan digusur oleh pemerintah di era Presiden Soeharto, Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto, dan Wali Kota Jakarta Utara Suprawito. Sebab, tanah tersebut disebut milik Pertamina.
Masta yang akrab disapa Opung bersama warga hanya bisa pasrah setelah permukiman Kampung Tanah rata dengan tanah.
Selama tujuh tahun hingga 1998, Masta dan warga bongkar pasang tenda demi menghindari penertiban petugas keamanan dan ketertiban (Kamtib).
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/29/06181141/jejak-kampanye-pertama-anies-di-tanah-merah-kendarai-motor-di-atas-jalan