Salin Artikel

Kisah di Balik Nama Jalan Perjuangan yang Dilalui Anies Saat Kampanye di Kampung Tanah Merah

Dalam kesempatan tersebut, eks Gubernur DKI Jakarta itu mengendarai sepeda motor Yamaha Nmax warna abu-abu berpelat B 4485 BRV sebelum akhirnya tiba di panggung utama.

Kata “perjuangan” yang disematkan untuk nama jalan ini mempunyai kisah tersendiri bagi warga Kampung Tanah Merah demi bermukim di wilayah tersebut.

Demikian diceritakan Masta Tarigan (63), salah satu warga Tanah Merah yang tempat tinggalnya berada persis di pinggir Jalan Perjuangan.

“Awalnya karena Tanah Merah ini merupakan perjuangan rakyat. Makanya dinamakan Jalan Perjuangan,” kata Masta saat berbincang dengan Kompas.com di warung kelontongnya, Selasa.

Perempuan rambut sebahu dan bergelombang itu sudah tinggal di Kampung Tanah Merah sejak 1988 bersama keluarganya.

Setelah dua tahun, yakni 1991, ratusan bangunan digusur oleh pemerintah di era Presiden Soeharto, Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto, dan Wali Kota Jakarta Utara Suprawito. Sebab, tanah tersebut disebut milik Pertamina.

Masta yang akrab disapa Opung bersama warga hanya bisa pasrah setelah permukiman Kampung Tanah rata dengan tanah.

Pemangku wilayah memberikan uang Rp 37.000 per meter kepada warga sebagai bentuk ganti rugi atas tanah yang telah digusur.

“Ada yang mau (ambil uang ganti rugi), tapi ada yang enggak. Siapa yang pegawai negeri, harus ambil (uang ganti rugi). Kalau enggak diambil, dipecat. Ya begitulah,” ujar Masta menghela napas.

Sementara warga yang menolak digusur dan ogah menerima uang ganti rugi, termasuk Masta, bertahan dengan mendirikan tenda berwarna biru di tengah-tengah tanah sengketa.

Perlawanan

Suatu hari, sejumlah petugas keamanan dan ketertiban (Kamtib) hendak menertibkan tenda yang berdiri di atas tanah gusuran.

Masta dan satu temannya menolak. Cekcok mulut antara Masta dengan petugas tidak terhindarkan.

Waktu itu, tenda tidak dibongkar. Namun, esok harinya sejumlah petugas Kamtib kembali datang, lengkap dengan truk yang siap mengangkut semua barang milik warga. Terpaksa, Masta dan temannya juga kembali melawan.

“Pakai bambu runcing kami. Pas mau ditangkap, saya gigit itu polisi dan tentara, saya tendangi mereka,” ungkap dia.

Hanya saja, ia kehabisan tenaga. Petugas berhasil mengamankan Masta dan temannya karena dianggap melawan petugas. Keduanya dibawa ke Koramil dan Kantor Polisi.

“Saya tanya, ‘Pak, ada apa ini? Kok saya dibawa ke sini? Salah saya apa, Pak? Apa saya maling? Apa saya membunuh?’, (dijawab) ‘ibu tadi melawan’. Kalau mau cek, ada foto kami di majalah yang terbit pada saat itu,” ujar Masta.

Tujuh tahun bertahan dengan tenda

Seiring berjalannya waktu, perkara sengketa tanah antara warga Kampung Tanah Merah dan Pertamina bergulir di meja hijau.

Masta mengeklaim, kasus tersebut dimenangkan oleh warga Kampung Tanah Merah hingga tingkat Mahkamah Agung.

“Keputusannya menyatakan bahwa ini tanah negara. Katanya, kembalikan rakyat ke tempat semula. Yang diakui 132 KK, termasuk saya. Bahkan, keputusannya sampai Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung tetap sama,” ucap dia.

Meski begitu, warga yang bertahan dengan mendirikan tenda tetap diterbitkan oleh petugas Kamtib. Ia tidak mengetahui alasannya.

Menurutnya, penertiban petugas Kamtib pada saat itu sangat kejam.

“Makanya dulu di sini banyak (warga) yang gegar otak karena dipukuli, yang rumahnya dirobohkan. Pernah kami gotong seorang ibu yang pingsan ke kantor Wali Kota Jakarta Utara. Jalan kaki kami ke sana,” imbuh Masta.

“Kan yang membongkar di sini petugasnya dia. Kami gotong ke sana. Sampai di sana, kami bilang, ‘ini keadaan ibu-ibu yang sudah pingsan gara-gara kekerasan pegawai kamu',” tambah dia.

Selama tujuh tahun, tepatnya dari 1991 sampai 1998, warga Tanah Merah kucing-kucingan dengan petugas Kamtib.

Warga membongkar tenda saat matahari terbit, lalu mendirikan kembali ketika sang surya tenggelam.

“Iya (tujuh tahun bongkar pasang tenda). Jadi, kami kalau sudah siang, ya kepanasan. Sore jam 16.00 WIB, kan Kamtib sudah pulang, baru kami bangun lagi tenda. Kalau sudah pagi kan kami umpetin,” ungkap Masta sambil tertawa.

Selama periode tersebut, sudah tak terhitung jumlahnya warga berdemo di depan gedung DPR/MPR RI untuk meminta kejelasan atas tanah tersebut.

Saat era reformasi di bawah kepemimpinan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie dimulai, warga berani mendirikan gubuk.

“Kamtib sudah tidak datang lagi, kami bangun gubuk, dikit-dikit, pakai triplek. Tahun 2000, sudah mulai datang warga, bikinlah. Sampai sekarang, sudah gede-gede rumahnya,” pungkas Masta.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/11/29/07062091/kisah-di-balik-nama-jalan-perjuangan-yang-dilalui-anies-saat-kampanye-di

Terkini Lainnya

Jalan Margonda Macet Parah Sabtu Malam, Pengendara Buka Pembatas Jalan dan Lawan Arah

Jalan Margonda Macet Parah Sabtu Malam, Pengendara Buka Pembatas Jalan dan Lawan Arah

Megapolitan
Polisi Tangkap Pencopet yang Beraksi di Kerumunan Acara Hari Jadi Bogor

Polisi Tangkap Pencopet yang Beraksi di Kerumunan Acara Hari Jadi Bogor

Megapolitan
'Horor' di Margonda Kemarin Sore: Saat Pohon Tumbang, Macet, dan Banjir Jadi Satu

"Horor" di Margonda Kemarin Sore: Saat Pohon Tumbang, Macet, dan Banjir Jadi Satu

Megapolitan
Antusias Warga Berebut Hasil Bumi di Dongdang pada Hari Jadi Bogor, Senang meski Kaki Terinjak

Antusias Warga Berebut Hasil Bumi di Dongdang pada Hari Jadi Bogor, Senang meski Kaki Terinjak

Megapolitan
Ketua DPRD Kota Bogor Mengaku Siap jika Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota

Ketua DPRD Kota Bogor Mengaku Siap jika Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota

Megapolitan
Polisi Jemput Paksa Pemilik Pajero Pelat Palsu yang Kabur di Jalan Tol

Polisi Jemput Paksa Pemilik Pajero Pelat Palsu yang Kabur di Jalan Tol

Megapolitan
Bisa Usung Calon Sendiri, PKS Belum Tentukan Jagoan untuk Pilkada Bogor 2024

Bisa Usung Calon Sendiri, PKS Belum Tentukan Jagoan untuk Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Sisa Banjir Sabtu Sore, Sampah Masih Berserakan di Jalan Margonda Depok

Sisa Banjir Sabtu Sore, Sampah Masih Berserakan di Jalan Margonda Depok

Megapolitan
Warga Ajak 'Selfie' Polisi Berkuda dan Polisi Satwa di CFD

Warga Ajak "Selfie" Polisi Berkuda dan Polisi Satwa di CFD

Megapolitan
Sambut HUT Ke-542 Bogor, Ratusan Orang Ikut Lomba Lari Lintasi Sawah dan Gunung

Sambut HUT Ke-542 Bogor, Ratusan Orang Ikut Lomba Lari Lintasi Sawah dan Gunung

Megapolitan
Penyalur Jadi Tersangka karena Palsukan Usia ART yang Lompat dari Rumah Majikan di Tangerang

Penyalur Jadi Tersangka karena Palsukan Usia ART yang Lompat dari Rumah Majikan di Tangerang

Megapolitan
Antusiasme Warga Berbondong-bondong Padati Balai Kota Menyambut Helaran Hari Jadi Bogor Ke-542

Antusiasme Warga Berbondong-bondong Padati Balai Kota Menyambut Helaran Hari Jadi Bogor Ke-542

Megapolitan
Dishub Kota Bogor Lakukan Pengalihan Arus Lalin Saat Helaran Hari Jadi Bogor Ke-542 Hari Ini

Dishub Kota Bogor Lakukan Pengalihan Arus Lalin Saat Helaran Hari Jadi Bogor Ke-542 Hari Ini

Megapolitan
Mau Datang ke Helaran Hari Jadi Bogor Ke-542, Cek di Sini 8 Kantong Parkirnya

Mau Datang ke Helaran Hari Jadi Bogor Ke-542, Cek di Sini 8 Kantong Parkirnya

Megapolitan
Kuasa Hukum dan Keluarga Pegi Kecewa Tak Diundang Polisi ke Pra-rekonstruksi

Kuasa Hukum dan Keluarga Pegi Kecewa Tak Diundang Polisi ke Pra-rekonstruksi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke