Salin Artikel

Gara-gara Pulang Subuh dan Bayaran Tak Sebanding, Winda Ogah Jadi Petugas KPPS Lagi

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu warga RT 03/RW 04 Kelurahan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, bernama Winda Fitri (37) menolak menjadi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu Umum (Pemilu) 2024.

Ia mengaku kapok karena saat menjadi petugas KPPS Pemilu 2019 yang diselenggarakan pada 17 April, ia sangat kelelahan.

Ia bahkan baru tiba di rumah usai menghitung surat suara saat adzan subuh berkumandang, yakni 18 April, 

“Kalau jadi petugas KPPS lagi, enggak mau deh, sudah kapok, karena sampai sepagi itu, berbeda dengan sebelumnya. Saya enggak kuatnya di situ,” ungkap Winda saat ditemui Kompas.com di depan rumahnya, Senin (4/12/2023).

Kendati demikian, ia tidak mengetahui apakah saat Penyelenggara Pemilu 2024 mendatang akan serupa dengan yang sebelumnya atau tidak.

“Mungkin bisa baik lagi karena pelajaran tahun sebelumnya. Karena kan banyak yang meninggal dan sakit juga saat itu. Masa pemerintahan enggak berkaca dari tahun yang lalu,” ujar Winda.

Selain alasan tersebut, menurut Winda, bayaran petugas KPPS Pemilu 2019 senilai Rp 800.000 tidak sebanding.

“Enggak sebanding dengan tenaga kita. Walau pun ibaratnya cuma duduk doang, tapi kan butuh konsentrasi. Namanya tugas negara, enggak boleh sembarangan,” kata dia.

Pada Pemilu 2019, terdapat lima suara untuk Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Sebelum pelaksanaan Pemilu 2019, Winda bersama petugas KPPS yang lain harus mengikuti pelatihan atau Bimbingan Teknis (Bimtek) selama tiga bulan.

Sewaktu hari pelaksanaan, yakni 17 April 2019, ia harus tiba di tempat pemungutan suara (TPS) pukul 06.00 WIB. Oleh karena itu, Winda harus meninggalkan anak dan suaminya di rumah.

“Sudah harus stand by jam 06.00 WIB. Nah, jam 07.00 WIB kami upacara dulu, berdoa, nyanyi lagu Indonesia Raya. Nah, ya sudah, mulai,” ucap Winda.

“Terus istirahat, mulai lagi. Nah, penutupan pemungutan suara itu kalau enggak salah pukul 13.00 WIB. Setelahnya, penghitungan,” imbuh dia.

Kendati demikian, Winda tidak menyangka waktu penghitungan ternyata cukup lama dan berbeda jauh pada Pemilu 2014 yang selesai pukul 15.00 WIB.

“Kami hitung itu kalau enggak salah sampai 23.00 WIB, itu sudah mulai agak capek. Soalnya kan Pemilu serentak, lelah banget kami, sampai tengah malam,” ungkap Winda.

Setelah semuanya selesai, Winda bersama petugas KPPS dan keamanan mengantarkan kotak suara ke GOR Pasar Minggu.

Winda kembali menggelengkan kepala. Pasalnya, ia harus mengantre untuk pemeriksaan kembali dan menyerahkan kotak suara.

“Wah, antre banget, Mas. Karena kan satu Kecamatan. Sebenarnya bukan menghitung ulang ya di sana, ya diperiksa, dikoreksi. Karena memang terlalu banyak surat suara kak. Wah, riweuh dah,” imbuh Winda.

Oleh karena itu, Winda baru sampai di rumah ketika adzan subuh berkumandang dan ia baru bisa merebahkan badan untuk waktu yang panjang.

“Iya lah, sakit, capek, lelah, enggak karuan, pusing. Ya sekitar dua sampai tiga hari. Namanya perempuan, jarang begadang, ibu rumah tangga, saat itu punya anak satu, ya lelah. Kasarnya kan enggak tidur, full kerja,” keluh Winda.

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/12/04/14262121/gara-gara-pulang-subuh-dan-bayaran-tak-sebanding-winda-ogah-jadi-petugas

Terkini Lainnya

Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga

Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga

Megapolitan
FA Curi dan Sembunyikan Golok Tukang Kelapa untuk Bunuh Pamannya di Tangsel

FA Curi dan Sembunyikan Golok Tukang Kelapa untuk Bunuh Pamannya di Tangsel

Megapolitan
Bentuk Tim Lintas Jaya untuk Tertibkan Juru Parkir Liar, Kadishub DKI: Terdiri dari Polisi, TNI, sampai Kejaksaan

Bentuk Tim Lintas Jaya untuk Tertibkan Juru Parkir Liar, Kadishub DKI: Terdiri dari Polisi, TNI, sampai Kejaksaan

Megapolitan
Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Megapolitan
Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Megapolitan
Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Megapolitan
Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Megapolitan
Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Megapolitan
Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Megapolitan
Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Megapolitan
Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Megapolitan
Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Megapolitan
Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Profesinya Kini Dilarang, Jukir Liar di Palmerah Minta Pemerintah Beri Pekerjaan yang Layak

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Pemprov DKI Jakarta Lepas 8.000 Jemaah Haji dalam Dua Gelombang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke