Salin Artikel

Ketika Oknum Paspampres Pembunuh Imam Masykur Menolak Dihukum Mati dan Ogah Dipecat dari Dinas Militer...

Dalam sidang tersebut, Praka Riswandi menolak semua tuntutan yang telah dibacakan oleh Oditur Militer Letkol Chk Upen Jaya Supena dalam sidang tuntutan di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (27/11/2023) lalu.

Menolak dituntut hukuman mati

Praka Riswandi menolak dituntut hukuman mati atas perbuatannya yang membunuh Imam Masykur bersama Praka Heri Sandi dan Praka Jasmowir.

Hal tersebut disampaikan oleh penasihat hukum Praka Riswandi, Kapten Chk Budiyanto.

"Tidak terbukti para terdakwa telah melakukan tindak pidana 'barang siapa dengan sengaja dan rencana terlebih dulu merampas nyawa orang lain', seperti yang diatur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ucap Budiyanto.

Menurut Budiyanto, perbuatan kliennya diklasifikasikan sebagai tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian seseorang, bukan pembunuhan berencana.

Sebab, Praka Riswandi tidak menghendaki korban meninggal sehingga unsur "kesengajaan" dalam pasal pembunuhan berencana tidak terpenuhi.

"Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan, terdakwa terbukti tidak menghendaki maksud terjadinya hilangnya nyawa korban," tutur Budiyanto.

"Dengan demikian, unsur dengan sengaja tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Sehingga, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," imbuh dia.

Selain itu, Budiyanto menganggap Praka Riswandi juga tidak terbukti melakukan "perencanaan terlebih dulu" dalam kasus yang menjeratnya.

Unsur "perencanaan terlebih dahulu", lanjut dia, terpenuhi jika Riswandi memiliki banyak waktu berpikir dengan tenang untuk menentukan waktu, tempat, cara, dan alat yang digunakan untuk merampas nyawa orang lain, dalam hal ini Imam.

Sementara itu, faktanya, Praka Riswandi dalam posisi mengemudi mobil yang digunakan para terdakwa saat menculik Imam.

"Posisi terdakwa selama perjalanan mengemudi mobil, tidak melakukan pemukulan. Namun, yang melakukan pemukulan terhadap korban adalah terdakwa dua (Heri) dan tiga (Jasmowir). Pemukulan terdakwa dua terhadap korban dilihat dari kaca spion atas oleh terdakwa satu," ujar Budiyanto.

Meski demikian, Budiyanto tidak menampik, Imam meninggal karena kekerasan benda tumpul, serta patah tulang pangkal lidah yang menyebabkan berhentinya pengaturan pernapasan.

"Namun, terdakwa satu juga melakukan penganiayaan ke wajah korban dengan tangan kosong, yang lebih dulu tidak ada perencanaan," tutur Budiyanto.

Praka Riswandi Manik melalui penasihat hukumnya juga menolak didakwa menculik korban, sebagaimana diatur dalam Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Minta hukuman ringan, sebut pidana mati langgar HAM

Setelah menolak hukuman mati, Praka Riswandi meminta keringanan hukuman.

Budiyanto menilai hukuman mati melanggar hak asasi manusia (HAM).

"Tuntutan pidana pokok pidana mati melanggar HAM, karena para terdakwa mempunyai hak hidup," kata Budiyanto.

Budiyanto menilai, tuntutan pidana mati yang dibacakan oditur militer tidak adil.

Selain dianggap tidak melakukan pembunuhan berencana, Riswandi juga bukanlah orang yang paling berperan atas meninggalnya Imam.

"Terdakwa satu (Riswandi) ikut karena ajakan dan bujukan terdakwa dua (Heri), terdakwa tiga (Jasmowir), dan saksi sembilan (Zulhadi Satria Saputra), untuk mencari toko obat yang menjual obat-obatan terlarang yang dapat merusak generasi bangsa," papar Budiyanto.

Dengan demikian, menurut Budiyanto, tuntutan pidana mati terhadap Praka Riswandi Manik melanggar HAM berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Pasal itu berbunyi:

"Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun".

Kemudian, Pasal 9 UU HAM menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, serta meningkatkan hidup dan taraf hidupnya.

"Terdakwa satu (Riswandi) masih punya karier, masa depan dalam dinasnya, dan membina rumah tangganya yang layak, sehingga mohon keringanan hukum yang seringan-ringannya dan tetap mempertahankan kedinasan militer," ucap Budiyanto.

Menolak dipecat dari dinas militer

Budiyanto menyampaikan, Praka Riswandi menolak pemecatan terhadap dirinya dari dinas militer TNI AD.

Pemecatan dinilai tidak akan membuat peristiwa yang telah terjadi kembali seperti semula.

"Apakah dengan penjatuhan pidana pemecatan dari dinas militer membuat peristiwa yang terjadi kembali seperti semula?" ujar Budiyanto.

Praka Riswandi Manik tidak menampik bahwa perbuatannya membuat ibunda korban, Fauziah, kehilangan anak dan memiliki luka yang mendalam.

Namun, melalui nota pembelaan, Budiyanto membacakan bahwa penjatuhan pidana pemecatan tidak dapat mengembalikan peristiwa seperti sebelumnya.

Selain itu, pemecatan juga tidak dapat menurunkan angka pelanggaran yang dilakukan seorang prajurit.

"Apakah dengan adanya pidana tambahan pemecatan dapat membuat prajurit lain takut untuk melakukan pelanggaran?" kata Budiyanto.

Menilik hal tersebut, Budiyanto menilai bahwa oditur militer terlalu berlebihan dalam menafsirkan dampak perbuatan terdakwa.

Lebih lanjut, ada sejumlah pertimbangan mengapa kliennya seharusnya masih layak atau dipertahankan di dinas militer TNI AD.

"Pertama, terdakwa satu belum pernah dijatuhi hukuman. Kedua, perbuatan terdakwa satu bukan suatu pengulangan sebelumnya, (atau) pernah melakukan pelanggaran," tegas Budiyanto.

Sebagai informasi, Imam Masykur tewas usai diculik dari toko obatnya. Dia dianiaya di dalam mobil oleh para pelaku.

Jasad Imam kemudian ditemukan di sebuah sungai di Karawang, Jawa Barat.

Dalam sidang pembacaan tuntutan, tiga anggota TNI itu dituntut hukuman mati dan dipecat dari dinas militer TNI AD oleh oditur militer atas kasus tersebut.

Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama.

Tindak pidana itu telah diatur dalam Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Para terdakwa juga dinilai terbukti bersalah melakukan penculikan yang diatur dalam Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Meski telah membacakan pleidoi, oditur militer tetap teguh pada tuntutannya. Sementara pihak penasihat hukum dari masing-masing terdakwa juga keukeuh terhadap pembelaan mereka.

Majelis hakim memutuskan untuk menangguhkan persidangan sampai pekan depan untuk musyawarah.

Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan pada 11 Desember 2023.

(Tim Redaksi: Nabilla Ramadhian, Nursita Sari, Jessi Carina)

https://megapolitan.kompas.com/read/2023/12/05/15143091/ketika-oknum-paspampres-pembunuh-imam-masykur-menolak-dihukum-mati-dan

Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Ibu Rekaman Anak Bersetubuh dengan Pacar | Jukir Liar di Jakarta Diberantas

[POPULER JABODETABEK] Ibu Rekaman Anak Bersetubuh dengan Pacar | Jukir Liar di Jakarta Diberantas

Megapolitan
Usahanya Ditutup Paksa, Pemilik Restoran di Kebon Jeruk Bakal Tempuh Jalur Hukum jika Upaya Mediasi Gagal

Usahanya Ditutup Paksa, Pemilik Restoran di Kebon Jeruk Bakal Tempuh Jalur Hukum jika Upaya Mediasi Gagal

Megapolitan
Aktor Utama Pabrik Narkoba di Bogor Masih Buron, Polisi: Sampai Lubang Semut Pun Kami Cari

Aktor Utama Pabrik Narkoba di Bogor Masih Buron, Polisi: Sampai Lubang Semut Pun Kami Cari

Megapolitan
Polisi Amankan 8 Orang Terkait Kasus Pembacokan Remaja di Depok, 4 Ditetapkan Tersangka

Polisi Amankan 8 Orang Terkait Kasus Pembacokan Remaja di Depok, 4 Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Bukan Melompat, Disdik DKI Sebut Siswa SMP Jaksel Terpeleset dari Lantai 3

Bukan Melompat, Disdik DKI Sebut Siswa SMP Jaksel Terpeleset dari Lantai 3

Megapolitan
Insiden Siswa SMP Lompat dari Lantai 3, KPAI Minta Disdik DKI Pasang Sarana Keselamatan di Sekolah

Insiden Siswa SMP Lompat dari Lantai 3, KPAI Minta Disdik DKI Pasang Sarana Keselamatan di Sekolah

Megapolitan
3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

3 Saksi Diperiksa Polisi dalam Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Jerat Pejabat Kemenhub

Megapolitan
Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Matraman

Megapolitan
Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Disdik DKI Bantah Siswa di Jaksel Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah karena Dirundung

Megapolitan
BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

BNN Masih Koordinasi dengan Filipina Soal Penjemputan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass

Megapolitan
Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Polisi Minta Keterangan MUI, GBI, dan Kemenag Terkait Kasus Dugaan Penistaan Agama Pendeta Gilbert

Megapolitan
Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Walkot Depok: Bukan Cuma Spanduk Supian Suri yang Kami Copot...

Megapolitan
Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Satpol PP Copot Spanduk Supian Suri, Walkot Depok: Demi Allah, Saya Enggak Nyuruh

Megapolitan
Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Polisi Bakal Panggil Indonesia Flying Club untuk Mengetahui Penyebab Jatuhnya Pesawat di BSD

Megapolitan
Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Siswi SLB di Jakbar Dicabuli hingga Hamil, KPAI Siapkan Juru Bahasa Isyarat dan Pendampingan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke