JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Isu Kepemiluan Titi Anggraini menilai ketentuan kelompok disabilitas baru bisa menggunakan hak suara jika memiliki surat rekomendasi dokter tak tepat.
Aturan yang pernah berlaku pada Pemilu 2019 itu diharapkan tak kembali diterapkan untuk Pemilu 2024. Sebab, kelompok disabilitas mental termasuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), memiliki hak pilih yang sama seperti masyarakat umum.
“Jadi adalah salah kaprah kalau ada penyelenggara Pemilu yang mengatakan penyandang disabilitas mental hanya bisa menggunakan hak pilih kalau memiliki surat rekomendasi dari dokter,” ujar Titi saat dihubungi, Rabu (20/12/2023).
Menurut Titi, terdapat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XIII/2015 yang mengatur kriteria ODGJ berhak atau tidak didata menjadi pemilih.
Dalam putusan itu tertulis warga disabilitas mental bisa dikecualikan dari pendataan daftar pemilih tetap (DPT) jika ada keterangan pakar bidang kesehatan.
“Pengecualian pendataan penyandang disabilitas mental sebagai pemilih hanya bisa dilakukan dalam hal penyandang disabilitas mental mengalami gangguan jiwa dan/atau gangguan ingatan permanen, yang menurut profesional bidang kesehatan jiwa telah menghilangkan kemampuan seseorang untuk memilih dalam pemilihan umum,” kata Titi.
Dengan begitu, Titi menilai sudah sepatutnya setiap warga dengan disabilitas mental tetap memiliki hak pilih selama masuk DPT Pemilu.
Namun, tidak boleh ada paksaan bagi para pemilih disabilitas mental untuk menggunakan hak suaranya, apalagi sampai dimobilisasi oleh pihak tertentu.
“Disabilitas mental itu bersifat episodik, jadi sudah semestinya hak politik mereka untuk dipilih dan memilih dijamin oleh negara. Apalagi memilih adalah bersifat sukarela bukan suatu kewajiban,” kata Titi.
“Artinya penggunaan hak pilih oleh mereka harus dilakukan sendiri, tanpa tekanan, paksanaan, apalagi diwakilkan,” ujar dia.
Sebelumnya, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi DKI Jakarta Astri Megatari mengatakan, masyarakat dengan gangguan kejiwaan tetap masuk ke dalam DPT karena memiliki hak pilih dalam pesta demokrasi.
Namun, ada ketentuan yang harus dipenuhi.
Ia menyebutkan, pada Pemilu 2019, ODGJ harus mendapatkan surat rekomendasi dari dokter agar bisa ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya.
“Untuk pemilih dengan disabilitas mental memang untuk masuk ke dalam TPS dan menggunakan hak pilihnya ada syarat dan ketentuannya. Di antaranya kalau pada 2019 yang lalu itu pemilih dengan disabilitas mental harus ada surat keterangan dari dokter,” ujar Astri kepada wartawan, Senin (18/12/2023).
Surat keterangan itu untuk mengetahui kondisi pemilih kategori ODGJ sekaligus menentukan bisa atau tidaknya dia menggunakan hak suaranya.
Apabila dianggap memungkinkan, pemilih tersebut akan mendapatkan pendamping ketika menuju ke TPS untuk mencoblos surat suara. Pendamping bisa keluarga atau petugas dari TPS setempat.
Sebaliknya, ODGJ tidak akan dipaksakan menuju ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya jika dokter menyatakan kondisi kesehatannya tidak memungkinkan.
“Kadang-misalnya hari ini dia sehat, mungkin besoknya tidak sehat. Itu perlu ada surat keterangan dari dokter yang menyatakan bahwa pemilih tersebut dapat bisa memilih di dalam TPS,” kata Astri.
Namun, belum bisa dipastikan apakah ketentuan soal surat rekomendasi dokter itu masih berlaku untuk Pemilu 2024.
Astri juga tidak menjelaskan secara rinci klasifikasi kondisi ODGJ yang layak dan tidak layak untuk mengikuti pemungutan suara pada Pemilu 2024.
Belum diketahui pula mekanisme pendampingan yang akan dilakukan, maupun bagaimana cara ODGJ tersebut bisa menentukan pilihannya.
“Namun, rata-rata kalau tidak layak misalnya hari itu dia mengalami delusi atau halusinasi yang akut atau tidak sanggup untuk ke TPS biasanya tidak akan dapat clearance dari dokter,” ungkap Astri.
Astri juga menegaskan, pemilih dengan gangguan kejiwaan ini akan mendapatkan pendamping serupa dengan pemilih disabilitas lainnya.
Dalam pelaksanaannya, petugas yang mendampingi akan diminta mengisi formulir pendamping dan diwajibkan merahasiakan pilihan ODGJ tersebut.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/12/20/13053101/pengamat-tidak-tepat-aturan-odgj-baru-bisa-mencoblos-jika-dapat