Warga tetap berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara (TPS) untuk mencoblos jagoannya.
Dari balik bilik suara, mereka menggantungkan harapannya kepada sang jagoan akan masa depan bangsa Indonesia.
Berikut ini kisah mereka yang menembus banjir demi berpartisipasi dalam pesta demokrasi Indonesia:
"Iya, ingin menggunakan hak suara, sayang soalnya lima tahun sekali (diadakan Pemilu). Satu suara bisa mengubah keadaan," kata Kiki di TPS 037 Kelurahan Petamburan.
"Saya rumahnya di depan YPYP (Yayasan Penyantun Yatim Piatu), udah selutut (ketinggian banjirnya)," imbuh dia.
Karena TPS 037 terdampak banjir, petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) memutuskan untuk memindahkan lokasi pencoblosan.
Kiki yang awalnya tidak mengetahui informasi ini berjalan menerjang banjir bersama temannya, Hana dan Budiati.
Namun, di pertengahan perjalanan, mereka mendapatkan informasi bahwa TPS 037 terpaksa dipindahkan.
"Tidak tahu sebelumnya kalau ini dipindahkan, belum lihat juga lokasi sebelumnya di mana. Tapi tadi di jalan diberi tahu warga kalau dipindah ke sini (Lapangan BMW)" kata Kiki.
Jalan kaki 20 menit
Sementara itu, warga Kampung Tanah Merah bernama Thomas (44) antusias untuk mencoblos di TPS 112, Jalan Perjuangan, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara.
Meski TPS 112 kebanjiran akibat hujan dengan intensitas tinggi sejak pukul 01.00 WIB, ia rela menerjang genangan tersebut.
Tidak sendiri, warga RT 008 RW 07 Kelurahan Tugu Selatan itu pergi ke TPS bersama istrinya, Yuli (33).
Untuk sampai ke TPS, mereka berjalan kaki menerjang banjir sejauh kurang lebih 1,2 kilometer dari rumahnya.
“Kami dari sana, dari Rawa Sengon, jalan ke sini sekitar 20 menit. Sebenarnya, kalau enggak banjir, ya cepat. Cuma, banjir kayak begini, lambat jalannya,” ucap Thomas.
Senada dengan Kiki, Thomas pun rela menembus banjir karena satu suaranya sangat berharga.
“Kalau golput, suara kita ini berharga, harus mencoblos,” kata Thomas.
Thomas pun berharap, pemimpin yang terpilih nantinya bisa mengatasi banjir di Kampung Tanah Merah.
Ia mencoblos di TPS yang sama dengan Thomas.
Mukhlis dan sejumlah warga yang mencoblos di TPS 112 memakai sandal jepit dan menggulung celana panjangnya sampai lutut.
Mukhlis tidak ambil pusing meski TPS-nya kebanjiran 5-10 sentimeter. Kata dia, warga Kampung Tanah Merah sudah terbiasa dengan genangan air.
“Ya bagaimana? Namanya kondisi alam kayak gini, yang penting kami mengeluarkan aspirasi kami, hak suara kami sebaik-baiknya,” ujar Mukhlis.
“Ya kami nikmati saja suasana begini, apa adanya, pesta rakyat, berdemokrasi di tengah banjir, ya kami jalanilah apa adanya. Mau banjir-banjiran kek, mau basah-basahan, kami tetap datang dari rumah ke TPS,” lanjut dia.
Ia harus menerjang banjir demi mencoblos di TPS 115 yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya.
Untuk mencapai TPS, Bayu harus melewati banjir setinggi 20 sentimeter yang sudah biasa menggenang ketika permukimannya diguyur hujan.
Bayu tak ingin melewatkan momen pesta demokrasi yang hanya berlangsung lima tahun sekali.
"Ini kan pesta demokrasi, lima tahun sekali. Jadi biar gimana pun harus ikut serta. Enggak apa-apa basah dikit. Paling (banjir) sepaha entar di ujung," ujar Bayu.
Warga asli Jambi itu menyebutkan, TPS 115 ditempatkan di aula sebuah lapangan futsal dekat rumahnya.
"Kalau TPS aman, TPS 115 itu pakai aula, jadi itu di lapangan futsal. Jadi aman dari banjir," ucap Bayu.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/15/06062811/menembus-banjir-demi-gunakan-hak-suara