YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Patricia Sri Maryanti sukarela menjadi Tim Pendamping Keluarga (TPK) Kader KB Kelurahan Pringgokusuman, Gedongtengen, Yogyakarta. Padahal, bayarannya tak sampai Rp 200.000 per bulan.
Alasannya, Patricia ingin membantu anak-anak pengidap tengkes alias stunting di wilayahnya.
"Saya kebetulan jadi kader posyandu sejak tahun '90-an. Kemudian, sampai sekarang ada program (penurunan) stunting seperti itu, ya tergerak untuk mendampingi," ungkap Patricia saat ditemui dalam acara BKKBN bertajuk Strategi Indonesia Turunkan Stunting, Jumat (8/3/2024).
Dalam satu bulan, insentif yang didapatkannya tidak menentu. Patricia tidak ingat jumlah pastinya.
"Untuk insentif yang (diterima) masing-masing sekitar Rp 188.000, mungkin Rp 200.000 tetapi kena Pph. Kami enggak pernah menghitung, jadi ketika ada laporan (soal bayaran) diambil," kata dia.
Patricia mengaku tak merasa merugi, meskipun bayarannya tak besar. Sebab baginya, bayaran itu merupakan rezeki yang patut disyukuri.
"Kalau tidak mendapatkan, ya tetap kami bekerja. Kayak kader posyandu enggak dapat apa-apa, tetapi kami lakukan setiap bulan," ucap Patricia.
"Kalau misalnya ada anak yang enggan datang, kami tanyakan ini 'kok belum datang?' ada yang datang ke rumahnya. Kami jemput bola," imbuh dia.
Menurutnya, kesulitan pencegahan stunting sejak dini ialah orangtua yang menolak menerima pemberian makanan tambahan atau PMT. Kebanyakan, mereka beralasan sang anak tidak mau memakan PMT.
"Belum tentu PMT yang mereka ambil itu disuapkan ke anak. Jadi, habis atau enggak kami enggak tahu karena tidak menunggu saat PMT diberikan ke anak," ujar dia.
Alhasil, para TPK memutar otak dengan menyesuaikan makanan dengan selera anak.
Anak stunting konsumsi air tak laik
Sementara itu, TPK Kader KB Kelurahan Pringgokusuman mencatat empat anak stunting di wilayahnya mengonsumsi air mengandung bakteri escherichia coli atau E.coli.
Hal ini diketahui usai petugas puskesmas memeriksa air yang dikonsumsi anak berusia di bawah dua tahun pengidap stunting.
"Kalau yang airnya diperiksa memang yang menjadi sasaran stunting. Tetapi, hampir keseluruhan di wilayah Kelurahan Pringgokusuman memang airnya kotor, tercemar bakteri E.coli karena sudah ada pemeriksaan dari puskesmas," ujar Patricia.
Disinyalir, air yang tercemar itu ikut menjadi faktor penyebab anak terkena stunting.
"Kemungkinan besar dari faktor itu juga yang menyebabkan terjadinya stunting. Kemarin kalau yang diperiksa ada empat anak yang sumber airnya mengandung E.coli," ucap Patricia.
Apabila pemeriksaan dilakukan terhadap bayi berusia lima tahun (balita), angka anak yang terdeteksi mengonsumsi air berbakteri E.coli kemungkinan lebih banyak.
Kini, sebagian besar rumah di kelurahan itu telah menggunakan PAM sebagai sumber air. Selain itu, puskesmas setempat juga menyosialisasikan cara memasak air untuk konsumsi.
"Jadi, memasak itu setelah air benar-benar mendidih dilebihkan sekitar lima menit. Setelah air mendidih baru dikonsumsi," ungkap dia.
Patricia menyebut, total ada 18 anak di Kelurahan Pringgokusuman yang mengidap stunting per tahun 2023.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/08/23305891/kisah-patricia-sukarela-dampingi-anak-tengkes-meski-dibayar-seadanya