JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Jakarta ramai-ramai mengeluhkan soal wacana pemerintah soal kursi gubernur yang akan dipilih oleh presiden.
Ketua Panja DPR terkait RUU DKJ Achmad Baidowi membenarkan bahwa kemungkinan Pemilihan Kepala Daerah di DKI Jakarta dihilangkan setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara.
Seorang ibu rumah tangga (IRT), Suherni (50) khawatir demokrasi jadi hilang apabila pemerintah menerapkan wacana presiden memilih langsung gubernur Jakarta.
“Takut semakin enggak ada demokrasinya, nanti semuanya saja (pemerintah),” kata Suherni saat ditemui Kompas.com di Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (13/3/2024).
Suherni menegaskan, ia tak setuju dengan wacana tersebut.
“Jadi, itu pilihan presiden, bukan rakyat. Gubernur kan buat rakyat, harusnya yang pilih rakyat. Kalau yang pilih presiden, berarti gubernurnya buat presiden dong?” kata dia.
Waswas ada kepentingan lain
Karyawan swasta bernama Pingkan Anggraeni (26) menyebut wacana itu merupakan gagasan yang aneh. Pingkan mempertanyakan alasan pemerintah hendak mengimplementasikan wacana itu.
“Sekarang gini, dari dulu kan sudah ada peraturannya, pemimpin negara, daerah, dan lain-lain, ditunjuk oleh warganya, rakyatnya, ya sudah,” kata Pingkan.
“Kalau mau diubah, ya realistis sedikitlah, kan kita juga waswas ya kalau yang menunjuk, semisal, ada kepentingan lain. Secara logika, ya aneh saja. Makin ke sini, jadi semakin ke sana,” lanjutnya.
Pingkan mengatakan, sesekali dia berpikir, apa yang sedang terjadi terhadap Pemerintah Indonesia.
“Lagi ada apa sih, sampai kayaknya dari kemarin pada enggak bisa diam gitu, anteng-anteng. Aduh, fail banget deh (wacana itu), jangan deh ya, nanti ribet ke depannya,” imbuh Pingkan.
Pedagang sayur rumahan bernama Herman (60) juga menyampaikan hal serupa.
Ia berujar, jika wacana ini diterapkan, maka akan timbul konflik berkepanjangan.
“Bakal panjang ini mah kalau diterapkan, entah demo, entah ricuh di mana-mana. Takut zaman dulu terulang lagi,” ujar Herman.
Update RUU DKJ
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan, pemerintah ingin gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) kelak tetap dipilih oleh masyarakat melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bukan ditunjuk oleh presiden sebagaimana menjadi isu beberapa waktu belakangan.
Hal itu disampaikan Tito saat menghadiri rapat perdana bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR membahas Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) pada Rabu (13/3/2024).
Tito menegaskan, sejak awal pemerintah tak pernah mengusulkan draf RUU DKJ yang mengatur agar gubernur dan wagub Jakarta ditunjuk oleh presiden.
"Bukan ditunjuk. Sekali lagi. Karena dari awal draf kami, draf pemerintah sikapnya sama juga, dipilih (rakyat), bukan ditunjuk," kata Tito dalam rapat pada Rabu pagi itu.
Tito mengatakan, sikap pemerintah tersebut sudah tertuang sejak awal draf RUU DKJ yang terpublikasikan.
Kendati demikian, saat draf RUU DKJ sudah dibahas di DPR, terjadi perubahan sehingga pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ mengatur gubernur dan wagub Jakarta ditunjuk presiden.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/14/08441201/keresahan-warga-jakarta-soal-wacana-gubernur-dipilih-presiden