JAKARTA, KOMPAS.com - Mudik menjelang Lebaran merupakan sebuah kemewahan yang tidak bisa dirasakan setiap orang. Ruby Rachmadina (25) salah satunya.
Ia terpaksa memendam kerinduan bertemu ibu beserta anggota keluarga lainnya di Padang, Sumatera Barat, pada Lebaran tahun ini karena bekerja.
"Saya kebetulan kerja pas Lebaran nanti. Saya kan masih anak baru nih. Jadi belum dapat cuti. Kasihan ya?" ujar Ruby tertawa saat berbincang dengan Kompas.com, Minggu (7/4/2024).
Ruby yang merupakan warga Bogor, Jawa Barat, bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta Barat.
Di tengah kondisi tak bisa mudik karena mesti bekerja, ia pun hanya bisa mengenang tahun-tahun sebelumnya, khususnya sebelum pandemi Covid-19, di mana selalu pulang kampung menjelang Lebaran.
Biasanya, ia mudik pada H-5 Lebaran. Transportasi yang ia pilih adalah pesawat terbang.
"Kalau naik kapal atau bus otomatis lama. Biar mahal sedikit enggak apa-apa, yang penting cepat sampai. Sudah kangen kan pasti," lanjut dia.
Selain pertemuannya dengan anggota keluarga di kampung halaman, Ruby merindukan aneka kuliner khas Lebaran yang disajikan ibundanya tersayang.
Salah satunya rendang daging sapi dengan bumbu hitam pekat dari aneka rempah karena dimasak berjam-jam lamanya.
"Padahal, Mama enggak jago masak sih. Tapi dia tau trik bikin rendang enak, jadi rendang dia enaknya pakai banget," ujar Ruby.
"Di Jakarta enggak ada rendang seperti itu. Paling ada yang mendekati saja, tapi tetap beda," lanjut dia.
Saat Lebaran tiba, Ruby biasa duduk meriung di ruang tengah bersama saudara-saudarinya. Sembari bersenda gurau, Ruby dan saudara-saudarinya asyik sekali menyantap rendang ibunda yang biasanya dipadukan dengan ketupat.
"Ya Allah, pas nyendok itu, aroma rempahnya kuat banget, rasanya gurih dan ada sedikit manis. Teksturnya lembut karena dimasak sampai delapan jam. Ini bikin daging gampang dikunyah," ujar Ruby.
Ia mengingat-ingat, kalau sudah menyantap rendang buatan ibunda, Ruby sering kali lupa bahwa ada kerupuk yang menunggu di piring lain.
"Sering kali ketika sudah mau habis, baru sadar, 'Oh iya ada kerupuk'. Saking enaknya itu rendang, jadi lupa ada makanan lain," ujar Ruby tertawa.
Tak hanya mengenang masa-masa indah pulang ke kampung halaman, pikiran Ruby sontak melesat ke zaman ketika ia masih kecil. Kala itu, kondisi ekonomi keluarga Ruby tidak sebaik saat ini.
Keluarganya hanya bisa memasak rendang daging saat Lebaran saja. Itu pun harus dibatasi karena anggota keluarga banyak, sementara jumlah daging terbatas.
"Dijatah sama orangtua supaya jangan banyak-banyak makannya. Dibagi-bagi ke 10 orang," kenang Ruby.
Agak ironi bagi Ruby. Dahulu, ia jarang menikmati rendang karena tidak ada uang cukup. Sekarang, giliran ia sudah mempunyai tabungan cukup, sayangnya ia tidak berkesempatan pulang.
Ia hanya bisa mengirimkan uang untuk ibunda di kampung halaman. Ini tentu bukan yang diharapkan sang ibunda.
Bagi Ruby, mengenang masa-masa kehadirannya di kampung halaman di tengah sibuk bekerja merupakan hal menyenangkan, bahkan jadi obat kerinduan, meski kehadiran sudah pasti tidak akan tergantikan.
Potensi mudik nasional
Berdasarkan survei potensi pergerakan nasional saat periode libur Lebaran 2024 yang digelar Kementerian Perhubungan, sebanyak 71,7 persen masyarakat Indonesia akan melaksanakan mudik. Angka itu setara dengan sekitar 193,6 juta orang.
Adapun jumlah yang menyatakan tidak akan mudik, yakni 28,3 persen.
Angka orang yang menyatakan mudik ini melonjak drastis apabila dibandingkan jumlah pemudik pada Lebaran 2023 yang angkanya mencapai 123,8 juta orang.
Jawa Timur, Jabodetabek, Jawa Tengah, dan Jawa Barat merupakan empat daerah yang menyumbang pergerakan orang selama periode libur Lebaran 2024.
Di wilayah Jabodetabek sendiri, jumlah orang yang menyatakan akan mudik, yakni 84,27 persen atau setara dengan 28,4 juta orang. Hanya 15,73 persen yang menyatakan tidak mudik.
Warga Jabodetabek ini memilih aneka transportasi untuk mudik. Terbanyak, kereta api, kemudian bus, dan mobil pribadi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/04/08/09343721/tak-bisa-mudik-dan-pikiran-yang-melanglang-buana