TANGERANG, KOMPAS.com - Beberapa tahun terakhir, Warung Madura menjamur di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Warung sembako Madura di Jabodetabek mempunyai ciri khas tersendiri seperti menjual bensin eceran, meletakkan beras dalam etalase kaca, dan menyusun rokok secara horizontal.
Selain tiga hal tersebut, Warung Madura selalu buka 24 jam seolah sang pemilik atau penjaga tidak pernah tidur.
Bahkan, banyak yang berseloroh, Warung Madura tetap buka meski bencana datang. Salah satu yang pernah terpotret dan viral di media sosial adalah penjaga Warung Madura tetap melayani pembeli meski tokonya dilanda banjir.
Dilandasi kekeluargaan dan kepercayaan
Kompas.com berbincang dengan salah satu pemilik Warung Madura di Pondok Petir, Bojongsari, Depok, Jawa Barat, bernama Subaidi (32).
Pria lulusan strata satu dari salah satu universitas di Malang, Jawa Timur, itu bercerita mengenai cikal bakal Warung Madura di Jabodetabek dan rahasia tetap eksis di jaringan waralaba minimarket seperti Alfamart - Indomaret.
“Sistem kita itu kekeluargaan. Istilahnya, tidak ada batasan bagi pekerja untuk selalu bekerja, tidak ada ikatan tertentu. Dia bisa kapan saja mau lepas dari bosnya buat bikin usaha sendiri,” kata Subaidi saat ditemui di Terminal Pondok Cabe, Pondok Cabe Udik, Pamulang, Tangerang Selatan, Rabu (17/4/2024).
Subaidi mencontohkan pengalamannya yang mulai merantau sejak 2017. Saat itu, dia bekerja dengan orang lain yang juga asal Madura untuk menjaga warung di wilayah Jakarta Barat.
Tak berselang lama, dia menjaga Warung Madura milik saudaranya di wilayah Tangerang Selatan. Usai hampir dua tahun bekerja sebagai anak buah atau karyawan, ia membuka Warung Sembako di Pondok Petir pada 2019.
“Dari bos itu tidak ada larangan, enggak apa-apa, yang penting ada buat modal dan bicara baik-baik sama bosnya,” ujar Subaidi.
Dengan penerapan sistem kekeluargaan ini, menurut Subaidi, Warung Madura di Jabodetabek berkembang sangat pesat beberapa tahun terakhir.
“(Setelah berhasil membuka warung sembako) otomatis akan panggil saudaranya (untuk jaga warung). Saudaranya ini merintis, nabung buat buka warung. Nah, berputar terus,” ucap Subaidi.
Selain kekeluargaan, Warung Madura juga menerapkan sistem kepercayaan yang penuh kepada para penjaga.
Sebab, yang bersangkutan menyerahkan kepercayaan seluruhnya kepada penjaga saat sang pemilik balik ke kampung halaman untuk waktu yang lama.
Sistem kekeluargaan dan kepercayaan ini berkesinambungan satu sama lain karena juga menerapkan sistem aplusan.
Saat berbincang dengan Kompas.com, Subaidi dan kakaknya, Jahrani (44), berserta dua saudara mereka yang juga pemilik Warung Madura di Depok hendak mudik ke kampung halaman di daerah Sumenep, Madura.
Dua hari sebelum pemberangkatan, masing-masing pengganti penjaga warung yang berjumlah dua orang baru saja tiba dari Madura.
Untung dibagi dua
Tidak segan-segan, Subaidi juga membeberkan bagaimana sistem upah yang dia berikan kepada karyawannya. Katanya, sistem juga diterapkan oleh pemilik Warung Madura terhadap anak buahnya.
“Bagi hasil. Mayoritas bagi hasil. Jadi, dari total pendapatan, itu dipotong untuk sewa kontrakan, sisanya dibagi dua (antara pemilik warung dan karyawan),” ungkap Subaidi.
Dengan adanya penerapan sistem bagi hasil ini, Subaidi tidak pusing memikirkan pendapatan selama berada di kampung halaman untuk waktu yang lama.
“Ya karena usaha satu-satunya ini, ya dari warung doang (pemasukan saya). Kalau saya sendiri kan, tidak melebarkan sayap, satu warung saja, yang penting bisa lancar. Jadi memang kepercayaan penuh (ke pengganti),” ucap Subaidi.
“Kalau abang (Jahrani) saya, di wilayah Sawangan, Depok, sudah punya dua (Warung Madura). Bahkan, teman saya sampai ada yang 11 cabang (Warung Madura di Jabodetabek). Yang penting, mampu mengelolanya,” pungkas Subaidi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/04/18/05491321/kisah-di-balik-menjamurnya-warung-madura-ada-bos-yang-dukung-pekerja-buka