Salin Artikel

Runtuhnya Kejayaan Manusia Sampan yang Kini Dekat dengan Lubang Kemiskinan Ekstrem

JAKARTA, KOMPAS.com - Bekerja mendayung sampan di atas perairan Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara sempat jadi profesi yang menjanjikan bagi perantau asal Sulawesi Selatan bernama Bakar (77).

Namun, kondisi saat ini justru berbanding terbalik, untuk mencari sesuap nasi saja dari pendapatannya mendayung sampan kini sangat sulit bagi Bakar dan mendekatkannya dengan lubang kemiskinan yang ekstrem.

Bakar menetap di Pelabuhan Sunda Kelapa sejak tahun 1962. Awalnya, ia bekerja sebagai salah seorang anak buah kapal (ABK) di kapal pelayaran yang sering bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa.

"Dulu saya berlayar ikut kapal, terus turun di Pelabuhan Sunda Kelapa, dan akhirnya mutusin buat narik sampan hingga saat ini," ucapnya ketika berbincang dengan Kompas.com di lokasi pada Rabu (17/4/2024).

Masa jaya

Sekitar tahun 1971 hingga 1972, menjadi masa jaya Bakar dan tukang ojek sampan lainnya di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Saat itu, banyak sekali orang yang berminat naik sampan hingga membuat pendapatan Bakar melonjak tinggi.

"Saya jaya sekitar tahun 1971 - 1972, itu lagi ramai-ramainya orang naik sampan, lumayan itu pendapatannya," ujar bakar ketika berbincang dengan Kompas.com di Pelabuhan Sunda Kelapa, Rabu (17/4/2024).

Dari jerih payahnya mendayung sampan, pria paruh baya ini bukan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tapi, Bakar juga bisa membangun rumah yang layak untuk singgah anak dan istrinya hingga saat ini.

Selain itu, Bakar juga menggunakan hasil pendapatannya mendayung sampan di Jakarta untuk menyekolahkan ketujuh anak-anaknya.

Dua dari ketujuh anak Bakar, bisa ia biayai sekolah hingga lulus menjadi seorang sarjana.

Bakar juga menggunakan pendapatannya yang saat itu tengah meroket untuk membantu biaya pernikahan anak-anaknya.

Dekat lubang kemiskinan ekstrem

Namun, seiring berjalannya waktu, masa kejayaan Bakar menjadi tukang ojek sampan berlalu.

Kini, Pelabuhan Sunda Kelapa sudah jarang sekali didatangi wisatawan baik lokal atau pun asing.

Minimnya wisatawan yang datang, membuat pendapatan Bakar dan tukang ojek sampan lainnya menurun drastis.

Bakar mengaku, kondisi ini semakin diperparah sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada tahun 2019. Di mana pada saat itu, aktivitas masyarakat dibatasi terutama untuk berwisata.

Kalau dulu, pendapatan Bakar bisa digunakan untuk membangun rumah, kini untuk mendapatkan sebungkus makanan saja sulit.

Bakar mengaku, pendapatannya sebagai seorang ojek sampan kini tidak menentu. Terkadang ia mendapatkan uang sebesar Rp 100.000 sehari.

Namun, setelah itu berhari-hari tidak mendapatkan penumpang lagi.

Saat Kompas.com berkunjung ke sana pada Rabu (17/4/2024), Bakar mengaku sudah empat hari tidak mendapatkan penumpang.

Dengan mata penuh harap, Bakar setia menanti wisatawan yang ingin mencoba jasa paket wisatanya berkeliling perairan Sunda Kelapa dengan naik sampan.

Apabila tak dapat penumpang, mau tidak mau ia harus mengutang makanan demi bisa mengatasi perutnya yang keroncongan.

"Makan, kita ngutang-ngutang dulu lah ke tukang-tukang jualan, kalau ada uang baru bayar," sambungnya.

Pendapatan Bakar dari hari ke hari semakin menurun berpotensi dekatkan ia dengan lubang kemiskinan yang ekstrem.

Menurut Bank Dunia, penduduk miskin ekstrem adalah penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuan hidup sehari-hari tidak lebih dari Rp 10.739.

Sementara Bakar, bisa berhari-hari tidak mendapatkan penumpang dan uang, sehingga kondisinya kini bisa dibilang sangat dekat dengan lubang kemiskinan yang ekstrem.

Meski begitu, semangat Bakar untuk mencari rezeki dengan sampan kesayangannya tetap terus berkobar.

"Meski narik sampan sepi ya sudah kita sabar-sabar aja," tuturnya.

Becek dan debu di Pelabuhan Sunda Kelapa

Salah satu penyebab utama pendapatan Bakar dan tukang ojek sampan lainnya menurun adalah karena minimnya wisatawan yang datang ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Hal itu disebabkan karena kondisi Pelabuhan Sunda Kelapa yang kini tidak seperti dulu.

Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi pada Rabu, (17/4/202), Pelabuhan Sunda Kelapa kini masih mengalami banjir rob.

Banjir rob itu, terjadi di area ujung pelabuhan ini sehingga menutup akses jalan yang biasa digunakan wisatawan untuk berkeliling.

Menurut Bakar, banjir rob di Pelabuhan Sunda Kelapa ini sudah terjadi sejak era Presiden Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Namun, sampai saat ini belum juga diperbaiki. Terakhir upaya pemerintah mengatasi banjir rob di pelabuhan ini dengan membangun tanggul geobox atau tanggul darurat yang berisikan tanah merah kemudian dibalut dengan geotextile (kain pembungkus tanggul).

Sementara kini, kain pembungkus tanggul sudah banyak yang rusak dan robek sehingga tanah merah yang ada di dalamnya berhamburan ke luar.

Akibatnya, jalan di sepanjang pelabuhan sangat kotor dan berdebu.

"Ini tanggul darurat malah bikin kotor dan buat becek kayak di sawah," ujar Agus salah seorang Anak Buah Kapal (ABK) kepada Kompas.com, di Pelabuhan Sunda Kelapa, Rabu (17/4/2024).

"Karena ini kan tanah merah, lama-lama pada hancur, pada robek kaya gini," sambung Lupi salah seorang pengemudi sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Karena banyak yang rusak, tanggul darurat ini menjadi kurang efektif untuk mencegah banjir rob.

Ditambah lagi, saluran air di pelabuhan ini banyak yang mampat sehingga air laut yang meluber ke daratan sulit untuk surut kembali dan terus menggenang setiap harinya.

Kondisi pelabuhan yang kotor itu lah, yang membuat wisatawan sudah jarang untuk datang ke sini.

Berharap Pelabuhan Sunda Kelapa dibenahi

Bakar berharap, agar pemerintah bisa segera mengatasi berbagai permasalahan yang ada di Pelabuhan Sunda Kelapa.

"Berdoa supaya cepat diberesin, biar ojek sampan ramai lagi, banyak wisatawan yang datang," ucap Bakar.

Senada dengan Bakar, pengemudi sampan lainnya bernama Lupi juga meminta agar pelabuhan yang menjadi tempatnya mencari rezeki selama puluhan tahun bisa ditata ulang kembali.

Supaya para wisatawan tertarik untuk datang ke pelabuhan ini lagi.

"Minta diperbaikin pelabuhan, supaya bagus, supaya banyak pengunjung, agar kita bisa mendapatkan penumpang juga," harap Lupi.

Sementara Arif salah seorang Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa, meminta agar banjir rob segera diatasi dengan baik agar tidak menganggu aktivitas.

"Cuma minta supaya enggak banjir lagi aja lah, segera dibenahi," tandasnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2024/04/19/07375581/runtuhnya-kejayaan-manusia-sampan-yang-kini-dekat-dengan-lubang

Terkini Lainnya

Soal Potongan Tapera, Karyawan: Yang Gajinya Besar Enggak Berasa, Kalau Saya Berat...

Soal Potongan Tapera, Karyawan: Yang Gajinya Besar Enggak Berasa, Kalau Saya Berat...

Megapolitan
Tak Hanya Pembunuhan Berencana, Panca Darmansyah Juga Didakwa Pasal KDRT

Tak Hanya Pembunuhan Berencana, Panca Darmansyah Juga Didakwa Pasal KDRT

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai: Pendapatan Segitu Saja Malah Dipotong Melulu

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai: Pendapatan Segitu Saja Malah Dipotong Melulu

Megapolitan
Jaksa: Panca Darmansyah Lakukan KDRT ke Istri karena Cemburu

Jaksa: Panca Darmansyah Lakukan KDRT ke Istri karena Cemburu

Megapolitan
Tutup Akses Jalan Rumah Warga, Ketua RT di Bekasi: Dia Tak Izin, ini Tanah Saya

Tutup Akses Jalan Rumah Warga, Ketua RT di Bekasi: Dia Tak Izin, ini Tanah Saya

Megapolitan
DPW PSI Terima Berkas Pendaftaran Achmad Sajili sebagai Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

DPW PSI Terima Berkas Pendaftaran Achmad Sajili sebagai Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Megapolitan
Protes Iuran Tapera, Karyawan Swasta: Kami Sudah Banyak Potongan!

Protes Iuran Tapera, Karyawan Swasta: Kami Sudah Banyak Potongan!

Megapolitan
Pegi Jadi Tersangka, Kakak Kandung Vina: Selidiki Dulu Lebih Lanjut!

Pegi Jadi Tersangka, Kakak Kandung Vina: Selidiki Dulu Lebih Lanjut!

Megapolitan
Panca Darmansyah Didakwa Pembunuhan Berencana terhadap 4 Anak Kandungnya

Panca Darmansyah Didakwa Pembunuhan Berencana terhadap 4 Anak Kandungnya

Megapolitan
Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak Terancam Dipenjara 5 Tahun

Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak Terancam Dipenjara 5 Tahun

Megapolitan
'Lebih Baik KPR daripada Gaji Dipotong untuk Tapera, Enggak Budget Wise'

"Lebih Baik KPR daripada Gaji Dipotong untuk Tapera, Enggak Budget Wise"

Megapolitan
Gaji Bakal Dipotong buat Tapera, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bersuara

Gaji Bakal Dipotong buat Tapera, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bersuara

Megapolitan
Panca Pembunuh 4 Anak Kandung Hadiri Sidang Perdana, Pakai Sandal Jepit dan Diam Seribu Bahasa

Panca Pembunuh 4 Anak Kandung Hadiri Sidang Perdana, Pakai Sandal Jepit dan Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Keberatan Soal Iuran Tapera, Pegawai: Pusing, Gaji Saya Sudah Kebanyakan Potongan

Keberatan Soal Iuran Tapera, Pegawai: Pusing, Gaji Saya Sudah Kebanyakan Potongan

Megapolitan
Nestapa Pekerja soal Iuran Tapera : Gaji Ngepas, Pencairan Sulit

Nestapa Pekerja soal Iuran Tapera : Gaji Ngepas, Pencairan Sulit

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke