Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Situ Gintung: Kini Ko Liem Harus Naik Angkot...

Kompas.com - 13/04/2009, 11:58 WIB

TANGERANG, KOMPAS.com — Dunia panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah. Sepertinya sebait lirik yang dipopulerkan oleh God Bless tersebut sangat tepat menggambarkan kehidupan manusia di dunia ini.

Apa yang akan seseorang alami di masa depan adalah sebuah misteri. Bisa saja dalam suatu waktu, seseorang sedang berada di posisi puncak, tidak mengalami kesusahan, dapat hidup bermewah-mewah. Namun, dalam sekejap kondisi tersebut dapat berubah 180 derajat.

Segala kemewahan dan kenikmatan yang ada dapat hilang dalam sekejap mata. Kondisi inilah yang sedang dialami oleh Ko Liem, pria berusia 66 tahun ini, tidak pernah menyangka hanya dalam hitungan detik, semua harta benda yang telah ia kumpulkan bertahun-tahun hanyut bersama air bah yang berasal dari jebolnya pintu air Situ Gintung.

"Semuanya begitu cepat, saya bahkan tidak sempat berpikir apa yang terjadi. Tiba-tiba saya terseret arus, dan tersangkut di dekat kampus Ahmad Dahlan," terang pria berwajah oriental ini.

Sebelum bencana naas tersebut, Ko Liem mempunyai toko bangunan yang diberi nama Kemangi. Di toko yang dibesarkannya sejak tahun 2002 itu, Ko Liem menjual seluruh kebutuhan bangunan. Namun, saat ini semua barang-barang yang ada dalam tokonya raib entah ke mana.

Tidak hanya itu, koleksi berlian dan tanaman anthorium kesayangannya pun ikut hanyut terseret arus liar itu. Jika dijumlahkan, total kerugian yang dideritanya mencapai Rp 10 miliar.

Selain itu, nenek Ko Liem juga menjadi korban tewas. Beruntung, istrinya Sumarni (51), dan ketiga putranya Yunanto (37), Rio (26), dan si bungsu Pahardi (18) dapat luput dari maut.

Setelah kejadian naas tersebut, tentu saja kehidupan Ko Liem berubah. Sebelum bencana itu datang, pria berputra tiga ini selalu berpergian menggunakan mobil pribadinya, sampai-sampai ia tidak mengetahui tarif angkutan kota (angkot). Namun, setelah bencana itu, untuk bepergian ia harus menggunakan angkot karena keenam mobilnya rusak berat.

"Waktu pertama saya naik angkot, saya tidak mengetahui berapa uang yang harus saya bayar. Dari Gintung ke Kebayoran saya kasih Rp 5.000. Pantas waktu itu sopirnya senyum, ternyata uang yang saya kasih lebih," kenangnya seraya tersenyum.

Bukan hanya itu saja, dengan sangat terpaksa Ko Liem sekeluarga harus menumpang pada sang ibu di daerah Kebayoran. Rumah yang sudah bertahun-tahun, saat ini kondisinya masih memprihatinkan. Walaupun tidak hanyut, rumah tersebut masih belum layak untuk dihuni lagi.

Bagian atap rusak berat, salah satu penyebabnya adalah pada saat kejadian, anak-anak Ko Liem menjebolnya untuk menyelamatkan diri. Selain itu, pada bagian halaman yang luas hampir satu hektar itu, perabotan rumah tangga seperti kasur, lemari ataupun baju-baju masih terlihat berserakan.

Warga RT 4/8 Kampung Gintung ini mengaku sedang membereskan rumahnya, dan akan memilih barang apa saja yang masih dapat digunakan. Penderitaan Ko Liem pun masih berlanjut, walaupun ia sendiri merasa sangat terpukul atas apa yang dialaminya, sebagai kepala keluarga ia harus terlihat tegar di depan anggota keluarganya yang lain.

"Saya harus tetap membuat anak-anak tenang. Saya berpesan kepada anak saya yang paling kecil jangan terlalu memikirkan kejadian ini. Ia harus tetap kuliah seperti biasa," ujar dia.

Selain anak bungsunya, Ko Liem juga harus membangkitkan semangat hidup bagi Sumarni, istrinya. Ia menuturkan, setelah kejadian itu, kaki istrinya retak karena terhantam meja. Selain itu, Sumarni juga berubah menjadi sangat sensitif. "Sampai sekarang istri saya belum mau lagi datang ke sini (Gintung), ia masih trauma dan bicaranya pun jadi yang tidak-tidak," katanya lirih.

Sekarang Ko Liem menggantungkan hidupnya pada toko bangunan lain miliknya yang berlokasi di Gandaria. Namun, menurutnya, toko bangunan yang ia beri nama Sinar Utama tersebut, tidak semaju tokonya yang telah hancur itu. "Omzetnya tidak sebesar di sini, di Gandaria agak sepi," terangnya.

Sampai saat ini, Ko Liem belum mengetahui apa yang akan ia lakukan pada usaha toko bangunan di Gintung tersebut. "Inginnya membangun usaha lagi, belum tahu bentuknya apa. Untuk sekarang, saya masih sedikit trauma. Ambisi saya juga sudah mati. Jalani saja yang ada di depan mata, saya berusaha pasrah," ujarnya getir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com