Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perintah Penangkapan Jibril Diserahkan Tengah Malam

Kompas.com - 11/09/2009, 12:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah kemarin Mikael A Rahman tidak diterima sebagai saksi, pihak keluarga Abu Jibril, Jumat (11/9), menghadirkan saksi baru di persidangan praperadilan kasus penangkapan Mohammad Jibril. Saksi baru itu adalah Firos Dawas (17), teman Mikael.

Firos yang berstatus mahasiswa itu dihadirkan oleh pemohon Abu Jibril setelah pada sidang Kamis (10/9), hakim menolak saksi Mikael lantaran mempunyai hubungan keluarga dengan pemohon.

Sidang kali ini dipimpin hakim Haryanto. Pihak pemohon diwakili oleh kuasa hukumnya, Hariadi Nasution, dan dua pengacara lain. Adapun termohon, dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia, diwakili kuasa hukum Iza Fadri.

Dalam kesaksian sekitar 15 menit, Firos menceritakan bagaimana proses penyerahan surat perintah penangkapan oleh Kepolisian kepada keluarga Jibril. "Saya berada di rumah Pak Ustaz (Abu Jibril) saat itu," kata Firos dalam persidangan.

Penyerahan dilakukan pukul 23.30 oleh sekitar 10 orang berpakaian sipil, didampingi Ketua RT bernama Dandan, dan seorang satpam setempat.

Ketika rombongan tiba di garasi rumah Abu Jibril, kata dia, mereka diterima oleh Mikael. Tanpa memperkenalkan diri, rombongan itu langsung menyodorkan lembaran yang harus ditandatangani oleh keluarga Jibril. Ketua RT pun tidak memperkenalkan siapa rombongan tersebut.

"Dik ini tandatangani," kata Firos menirukan perkataan salah satu dari anggota rombongan itu kepada Mikael. "Mikael enggak mau tanda tangan. Terus, surat itu ditarik Mikael lalu dibaca, ada surat perintah penangkapan. Mikael tetap enggak mau tanda tangan," kata dia.

Menurut Firos, setelah Mikael menolak menandatangani, polisi lalu meminta Ketua RT untuk menandatangani surat penangkapan itu ditambah tanda tangan seorang polisi, lalu rombongan meninggalkan rumah Abu Jibril.

Hariadi Nasution seusai sidang mengatakan, dalam KUHAP disebutkan bahwa surat perintah penangkapan harus ditandatangani oleh pihak keluarga, bukan pejabat setempat. "Jadi, tidak sah surat perintah penangkapan itu," ungkapnya.

Ia mengungkapkan, dalam surat penangkapan yang disodorkan oleh Kepolisian disebutkan bahwa Jibril diduga menyembunyikan orang yang terlibat terorisme dan menggunakan identitas palsu dalam perjalanan ke luar negeri. Namun, tidak disebutkan bahwa ia terkait dalam pendanaan aksi bom bunuh diri di Mega Kuningan yang selama ini dituduhkan polisi.

Adapun pihak termohon berpendapat, kesaksian Firos semakin mempertegas bahwa pihaknya telah memberitahukan surat perintah penangkapan Jibril. "Kita tidak bisa memaksa keluarga menandatangani. Jelas pasti mereka tolak. Yang penting kita sudah berikan surat perintah penangkapan," kata dia.

Sidang selanjutnya digelar pada Senin (14/9) dengan agenda pembacaan kesimpulan dari kedua belah pihak. "Kemungkinan dilanjutkan vonis," ucap hakim Haryanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com