Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cari Penari? Datanglah ke Solo

Kompas.com - 10/06/2010, 15:12 WIB

Oleh Bre Redana

KOMPAS.com- Mungkin benar inilah masa jaya dunia hiburan. Menjadi tak mudah mengonsolidasi para pelaku dunia hiburan dalam satu panggung. Semua terlalu banyak ”job”.

Harian Kompas dalam memproduksi drama musik Diana langsung berhadapan dengan masalah itu. Kesulitan mengatur jadwal latihan bukan hanya ditimbulkan oleh para artis Jakarta, yang sebagian seperti terikat pada kegiatan ”kejar tayang”. Persoalan serupa muncul dari para penari yang semuanya adalah mahasiswa Jurusan Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

ISI dengan jurusan tarinya sekarang adalah destinasi semua produser yang hendak memproduksi karya yang ada hubungannya dengan tari. Jangan asosiasikan pula bahwa Solo berarti tari tradisional Jawa. Para penari ini ”siap pakai” untuk berbagai karya kontemporer, termasuk dalam panggung pertunjukan internasional.

Kaget juga masuk ruang latihan tari di Kampus ISI setelah lama tak menginjak kampus ini. Rasanya, sampai tampilan fisik para mahasiswi di sini berbeda dibandingkan dengan taruhlah 10-15 tahun lalu. Sekarang, mereka lebih modis, posturnya juga rata-rata tinggi langsing.

”Memang terjadi perubahan luar biasa,” kata Fafa Gendra Nata Utami, pengajar Manajemen Seni Pertunjukan di jurusan itu. Fafa adalah alumnus institut ini. Dia masuk pada tahun 1994 ketika lembaga ini masih bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia.

Apa yang terlihat di permukaan tadi sebenarnya menggambarkan perubahan yang tak kalah mendasar dari sisi yang tak kelihatan. Sistem kurikulum sampai detail per mata kuliah, menurut Fafa, sebenarnya juga berubah.

Dulu, jurusan ini menekankan tari tradisi gaya Surakarta. ”Bayangkan, teman dari Kupang atau Kalimantan, misalnya, harus lulus menari serimpi gaya Surakarta. Itu berat bagi mereka. Kalau tak lulus, ya, harus mengulang terus,” cerita Fafa.

Kontemporer

ISI Surakarta bisa menjadi contoh kasus mengenai pergulatan tradisi-kontemporer pada era ini. Dalam genre tari tradisional Jawa—lebih khusus tari tradisional Jawa—dikenal istilah ”besut” dan ”sindet”. Fafa memperagakan kelembutan gerak ”sindet” sembari menceritakan bagaimana terbatasnya pengembangan gerak untuk menjadi kontemporer.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com