Sarie Febriane dan Lusiana Indriasari
Berbagai jenis usaha pendukung menggantungkan nasibnya di Tanah Abang. Di balik kesemrawutan pasar legendaris ini, rupiah terus menggelinding, berputar, memberi kontribusi yang riil pada perekonomian negeri.
Padahal, komoditas utama yang menjadi andalan di sini ”hanya” kebutuhan sandang. Namun, jenis usaha barang dan jasa pendukungnya bermunculan amat beragam, mengepung pasar. Secara garis besar, jenis usaha pendukung ini mencakup tiga kategori.
Ketiganya adalah usaha yang memasok kebutuhan di Tanah Abang seperti konfeksi; yang mendukung kebutuhan para pembelanja seperti rumah makan atau restoran serta motel; dan yang mendukung distribusi barang dari Tanah Abang seperti ekspedisi hingga kuli angkut atau porter.
Usaha konfeksi tersebar baik di Jakarta dan sekitarnya, juga di daerah. Toko Syam di Blok A, misalnya, memiliki usaha konfeksi sendiri di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Busana dari Syam juga kerap dikenakan pemain sinetron religi berjudul Inayah (Indosiar), Shandy Aulia. Sementara toko busana muslim laki-laki al-Mia memiliki usaha konfeksi di kawasan Kemandoran, Jaksel. Setiap kemasan baju al-Mia ditempeli label: Aku Cinta Produk Bangsaku.
Toko Syam, yang baru tiga tahun berdiri, mempekerjakan 15 penjahit, sementara al-Mia kini mampu mempekerjakan 400-an karyawan asal Pekalongan, Jawa Tengah, yang sebagian besar putus sekolah.
”Dalam sepekan, penjahit mendapat upah Rp 700.000 atau Rp 2,8 juta per bulan. Mereka tak perlu ngontrak rumah karena tinggal di wisma kami yang ditempuh berjalan kaki ke konfeksi. Makan juga kami beri,” tutur Herianus, pemilik al-Mia.
Penyebaran pakaian van Tanah Abang di Tanah Air sulit terwujud tanpa jasa ekspedisi. Usaha ekspedisi tampak berceceran di Tanah Abang. Mulai sejak jalan layang Karet, sepanjang Jalan KH Mas Mansyur, kawasan Jati Baru, Jalan Wahid Hasyim, Jalan Kebon Kacang I-IV, disesaki sekitar 200 jasa ekspedisi. Perputaran uang di bidang usaha ini saja dalam sehari miliaran rupiah.