Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lenggak-lenggok Pasar Tanah Abang

Kompas.com - 15/08/2010, 10:11 WIB

Herianus, salah satu pemilik Al-Mia, menuturkan, ketika itu, dia dan kakaknya, Herman, berpikir tak ada salahnya membuat busana untuk pasar kelas menengah ke atas. Bagaimana caranya menembus kelas tersebut?

Herianus dan Herman cukup cerdik. Mereka mendobrak pakem baju koko yang bersahaja. Desain koko digarap menjadi lebih ngepop. Mereka menyebutnya koko kontemporer, yang ditandai dengan warna-warna berani, potongan leher bervariasi, serta dimodifikasi dengan corak batik dan dihiasi bordiran apik.

Sadar mode

Trik pemasaran berikutnya, mereka aktif melobi para pekerja dunia hiburan agar bersedia memakai busana Al-Mia sebagai kostumnya. Walhasil, grup vokal/band ternama, seperti Bimbo, Wali Band, dan Ungu, kerap memakai busana Al-Mia. Begitu pula para pemain di sinetron Ketika Cinta Bertasbih dan sederet ustaz kondang. Kini, Al-Mia bahkan mendapuk Ustaz Sholeh Mahmoed sebagai model busana mereka. Sang ustaz ini juga wira-wiri tampil di program dakwah di televisi, seperti Assalamualaikum Ustadz.

”Laki-laki sekarang ingin lebih gaya walaupun pakai koko. Ustaz-ustaz pun kini lebih sadar mode,” ujar Herianus terkekeh.

Ia memperkirakan, kostum Al-Mia dipakai di 35 acara televisi saat ini. Sistem barter diterapkan. Koleksi baju diberikan gratis dan nama Al-Mia tampil di layar kaca: costume by Al-Mia. Dengan strategi itu, permintaan pasar terus membubung, terutama dari daerah, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Desainer Itang Yunaz pun tak ketinggalan melirik Tanah Abang. Selain ingin desainnya bisa dinikmati semua kalangan, perputaran uang yang sangat besar tak dimungkiri menjadi alasan Itang membuka kios di Tanah Abang. Apalagi, rekan bisnisnya, Adrizal, telah memiliki pengalaman yang cukup lama berbisnis di tempat tersebut. Kini, di delapan gerainya di Tanah Abang, Itang menjual busana Muslim siap pakai dari label sekunder dengan nama Preview.

”Konsumen yang belanja di Tanah Abang juga bukan hanya konsumen lokal. Ada dari negara lain, seperti Malaysia, Brunei, dan Afrika. Waktu naik haji, saya bahkan melihat banyak orang Arab memakai Preview karena ada tanda di bajunya. Padahal, baju itu hanya bisa dibeli di Tanah Abang,” kata Itang.

Baju koko yang dipakai Ustaz Jeffry al Buchori, yang kemudian terkenal dengan ”baju koko UJ”, menjadi awal dikenalnya produk Preview di masyarakat. ”Kami harus memperkuat sisi promosi. Misalnya, dengan menjadikan artis sebagai ikon atau membuat katalog,” kata Adrizal.

Tak heran, baju koko masa kini jauh dari stereotip busana ala santri pondok pesantren. Bahkan, potongan di bagian leher pun mulai centil. Coba lirik saja model koko yang berpotongan leher terbelah dan dibiarkan tersibak, bagian atas dada pemakainya tampak mengintip.

Begitulah. Di Tenabang, kreativitas itu menyeruak, berlenggak-lenggok.... (IYA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com