Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ayah Masak, Ibu Icip-icip ...

Kompas.com - 26/09/2010, 11:28 WIB

KOMPAS.com — Dapur itu wilayahnya perempuan, begitulah paham sebagian masyarakat kita. Padahal, kehidupan urban saat ini menuntut demokratisasi jender sejak di dapur. Jadi, tak perlu galau dengan potret masa kini: ayah memasak, ibu boleh kok icip-icip saja....

Pada Sabtu siang yang adem, Erwin Parengkuan (40) malah tampak berpeluh di dapur rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Wajahnya semringah. Kedua tangannya bergerak ke sana kemari. Mengupas, mencincang, memotong berbagai bahan pangan. Terkadang dalam ritme yang cepat, sesekali lembut perlahan.

Beberapa lama kemudian, Jana (34), istrinya, pulang setelah mengantar putra ketiga, Abielo (4), ke dokter. Kini, dapur sudah bersih, masakan telah siap. Peralatan makan pun telah ditata sempurna oleh Erwin di meja makan. Jana tersenyum manis menyaksikan semuanya.

Siang itu, keluarga Erwin menjamu para sahabat. Satu per satu datang dengan sukacita: Yohan Handoyo, sang pakar wine ini, datang dengan dua botol anggur merah dan putih, lalu konsultan karier Rene Suhardono dan Dani Dewanto, penikmat setia masakan Erwin.

”Yuk, kita langsung makan,” ajak Erwin.

Di meja, masakan Erwin menyapa bangga. Spageti tuna, sup jamur, ayam panggang dengan saus anggur putih, salad dengan dressing minyak zaitun, dan penutupnya, buah-buahan dengan saus vanila. Yumm....

Erwin mengaku baru intensif memasak dan akhirnya menjadi hobi justru setelah menikah dengan Jana tahun 1998. ”Waktu itu, Jana belum bisa masak, jadi saya saja yang masak. Sekarang, Jana lebih menguasai bikin kue,” tutur Erwin.

Bagi Erwin, memasak adalah aktivitas yang pantas saja untuk dilakukan laki-laki secara amatir di lingkup rumah tangga, bukan untuk kepentingan profesional saja. Bahkan, hal itu justru refleksi cinta kasih kepada keluarganya.

Masih ingat dengan buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk sekolah dasar tahun 1980-an? Penggambaran kehidupan rumah tangga dalam beberapa contoh kalimat tampak begitu patriarkal, seperti ibu memasak di dapur, ayah membaca koran. Tanpa sadar, sejak kanak-kanak, kita telah ”didoktrin” soal pekerjaan apa yang pantas dan tak pantas dilakukan laki-laki dan perempuan dalam ranah domestik.

Padahal, soal berbagi urusan domestik, termasuk memasak, sudah menjadi keniscayaan dalam kehidupan urban seperti di Jakarta. Tommy F Awuy, pengajar filsafat dari Universitas Indonesia yang juga jago masak, memandang tuntutan hidup membuat laki-laki dan perempuan harus sama-sama bekerja mencari nafkah. Sebab itu, pekerjaan domestik pun harus berbagi, tanpa sekat jender, termasuk juga memasak.

Erwin, mantan penyiar radio Prambors yang kini masih aktif di dunia penyiaran ini, tak pernah tebersit rasa rikuh main-main di dapur. Dia justru bangga dengan keahlian memasaknya. Teman-temannya pun senang karena sering diundangnya untuk icip-icip.

”Anak laki-laki saya yang kedua, Marcio (8), juga punya minat sama. Sekarang sudah jago bikin nasi goreng. Saat kami makan di restoran, dia suka masuk dapur nonton kesibukan juru masak,” tutur ayah empat anak itu.

Doyan dan terdesak Tak hanya pada laki-laki yang berkeluarga, hobi masak juga menjangkiti lelaki lajang. Pendorongnya apalagi kalau bukan hobi makan enak. Muda, lajang, doyan makan, jago masak.

”Saya doyan makan enak di restoran, tetapi lama-lama berasa mahal juga ya. Jadi, ya sudah, nyoba bikin sendiri,” ujar Michael Benjamin (26), pria lajang yang tinggal dan bekerja di Bandung, Jawa Barat.

Michael bersama para sobat laki-lakinya yang masih lajang, Rachmat Lianda (23), Uentung Wijaya (26), Sigit Wijanarko (30), dan Avner Malendes (22), kini kerap memasak bersama atau bergantian, lalu saling mencicipi hasil masakan masing-masing. ”Kami makan enak dengan biaya jauh lebih murah,” kata Michael.

Saking senangnya dengan masak-memasak, Michael sampai membuat blog boyscancook.posterous.com. Di situ, dia memamerkan berbagai masakan sederhana yang pernah dicobanya, berikut resep, cerita, dan foto masakannya, mulai dari makanan utama sampai pencuci mulut.

”Sekarang masih terus belajar kok. Jadi, sering beli buku resep, browsing resep di internet, dan beli-beli peralatan masak. He-he-he...,” kata Michael.

Michael kian bangga dengan kebisaannya memasak ketika teman-teman perempuannya pun memberi apresiasi, malah kerap minta dimasakkan olehnya.

Mahir memasak juga bisa diawali karena terdesak. Seperti pengalaman Mohammad Riza Widyarsa (33), dosen di salah satu universitas di Jakarta. Riza kini dikenal di keluarga besarnya jago bikin nasi kebuli. Saban Lebaran, nasi kebuli bikinannya menjadi pelengkap kehangatan acara kumpul kerabat.

”Awalnya sih terpaksa karena tinggal di asrama waktu kuliah di Oklahoma (Amerika Serikat) tahun 1998. Harus mandiri. Bersama teman-teman belajar masak, dari sop buntut sampai rendang dari kambing,” kenang Riza.

Kemampuan Riza memasak menjadi terasah setelah menyambi bekerja di kafetaria asramanya. Sepulangnya ke Tanah Air, lelaki lajang ini malah keterusan doyan memasak.

”Nanti, kalau punya istri enggak bisa masak, enggak apa-apa deh. Saya yang ajarin masak...,” ujarnya tertawa.

Nah, soal lelaki dan memasak, tak hanya pantas bagi kalangan chef kan? Kini, banyak perempuan justru memandang lelaki yang jago masak itu seksi, lho....

_______________________________ Baca juga:

Cerita tentang Lelaki yang Hobi Memasak (2)

Cerita tentang Lelaki yang Hobi Memasak (3)

Cerita tentang Lelaki yang Hobi Memasak (4)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com