Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bianglala di Seayun Langkah Wisata Hanoi

Kompas.com - 03/01/2011, 14:46 WIB

Oleh: Pascal S Bin Saju

Udara dingin menerpa kami saat keluar dari pesawat di Bandara Internasional Noi Bai, Hanoi, Vietnam, suatu sore. Wilayah utara Negeri Paman Ho ini sedang memasuki musim dingin. Suhu udara saat itu 18 derajat celsius. Puncak musim dingin pada Januari-Februari akan lebih ekstrem, suhu terendah bisa 5 derajat celsius.

Dinh Huyen Tram, staf Departemen Kerja Sama Internasional pada Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Vietnam, menyambut kami di bagian kedatangan. Dia memandu tur wisatawan kali ini sejak dari Hanoi, kemudian ke maskot wisata Vietnam di Halong Bay, hingga ke bekas basis Vietkong di luar kota Ho Chi Minh.

Tram menuturkan, iklim Vietnam memang unik. Wilayah utara dengan kota terbesarnya Hanoi memiliki empat musim, yakni dingin, semi, panas, dan gugur. Wilayah selatan dengan kota utamanya Ho Chi Minh memiliki dua musim seperti di Indonesia.

Sepanjang jalan dari bandara tampak banyak proyek sedang dikerjakan. Ada proyek pembangunan dan perbaikan jalan, gedung bertingkat, dan penambangan pasir di Sungai Merah. Proyek properti berkonsep kota terintegrasi dibangun raja properti Indonesia, Ciputra, tampak di kiri jalan dan menjadi satu-satunya yang terbesar di Hanoi.

Di pusat kota, ruko-ruko yang ramping dan usang menjejali sisi jalan sempit dan rindang oleh pepohonan nan hijau. Jejak arsitektur era kolonial Perancis masih membekas pada vila dan gedung-gedung tua milik pemerintah. Tampak ada banyak istana kerajaan, monumen, dan kuil, yang menurut Tram, itu semua dari Dinasti Tran (tahun 1225-1400).

Hanoi kuno, yang kini masih membekas, adalah jantung dinasti-dinasti tua dan sarat lapisan sejarah. Pada masa perang melawan orang Mongol (tahun 1257, 1284, dan 1287) kota kuno bernama Than Long hancur. Than Long (ascending dragon) berarti naga yang tiba-tiba muncul di bumi, di hadapan penduduk setempat.

Konon Dinasti Tran berjuang mati-matian membangun kembali kota yang beberapa kali berganti nama itu. Pada tahun 1931 Kaisar Minh Mang menamainya Ha Noi atau kota di tepi sungai—yang dimaksud tidak lain di tepi Sungai Merah.

Jantung spiritual

Salah satu tempat yang selalu dipromosikan warga dengan rasa bangga untuk mengidentifikasikan kotanya ialah ”Hanoi adalah kota penuh danau alam”. Dengan julukan itu, warga ingin menjelaskan asal mula Hanoi, kota yang sejak dahulu kala berada di tepi Sungai Merah dan sungai itu berhulu di China.

Jauh sebelum menjadi permukiman, lalu tumbuh sebagai kota, Hanoi dicitrakan sebagai tempat menghamparnya Sungai Merah. Sungai terus berevolusi hingga menjadi seperti sekarang. Bagiannya yang dangkal lambat laun menjadi kota. Bagian yang dalam menjadi danau, dan salah satunya adalah Danau Hoan Kiem.

Sore itu, setelah keluar dari hotel, saya menyaksikan banyak pasangan muda di tepi Danau Hoan Kiem. ”Seusai akad nikah, mereka ke danau untuk dipotret dengan berbagai pose oleh para fotografer profesional. Selama musim pernikahan, para pengantin datang ke danau ini, mengawali romantika hidup berkeluarga,” kata Tram.

Danau Hoan Kiem dilukiskan sebagai tempat paling indah untuk bertemu orang-orang tersayang. Saat terbaik untuk menikmati alam danau ini adalah di pagi dan sore hari. Tram mengatakan, di pagi hari orang berolahraga, melakukan taichi, senam aerobik, dan joging.

Hoan Kiem berarti ”kembalinya pedang”. Legenda ”pedang dipulihkan” muncul di abad ke-15. Saat itu, Kaisar Le Thai To menjatuhkan pedang ajaib untuk kura-kura raksasa di danau itu, dan kemudian kura-kura membantunya melawan China—negara penjajah Vietnam hampir selama 1.000 tahun (tahun 110 sebelum Masehi-938 Masehi).

Miniatur kura-kura raksasa itu dapat ditemukan di salah satu sudut bangunan di danau. Para wisatawan atau pengunjung selalu menyempatkan diri difoto di samping patung kura-kura ajaib itu. Bagi warga Vietnam, kura-kura adalah binatang mistis yang sangat dihormati, dihargai, dan bahkan disanjung.

Danau Hoan Kiem, tujuan pertama wisata Hanoi saat itu, adalah salah satu landmark kota, mirip Seattle Greenlake, Amerika Serikat. Lebih dari itu, danau dianggap paru-paru dan jantung spiritual kota berpenduduk sekitar 6,5 juta jiwa itu. Sebab, di bagian utara danau terdapat kuil indah, Ngoc Son. Di sini juga ada Katedral St Joseph, gereja tua peninggalan Perancis tahun 1886, yang masih digunakan untuk misa saat ini.

Universitas tertua

Dari Danau Hoan Kiem, saya ke Literature Museum, salah satu destinasi wisata Vietnam yang dahulu tidak lain bekas universitas pertama Vietnam. Universitas itu didirikan pada tahun 1076 oleh Ly Nhan Tong pada masa Dinasti Ly (1010-1225 Masehi), yang didahului pembangunan candi pada tahun 1070 oleh Ly Thanh Tiong.

Pusat pendidikan dibuka untuk umum, bagi siswa yang cerdas di seluruh pelosok negeri. Setelah melewati ujian masuk universitas (ujian besar utama kesatu, disebut thi huong), siswa bisa belajar selama tiga sampai tujuh tahun, tergantung tingkat kemampuan. Setiap bulan ada sekali ujian, dengan tiga kali ujian utama dalam setahun.

Ketika siswa dianggap mampu, mereka boleh mengikuti ujian utama kedua (thi hoi). Hasil ujian ini amat menentukan status siswa selanjutnya, yakni akan menjadi pegawai kaisar atau kerajaan jika lulus.

Ujian utama terakhir atau ketiga, yang dilakukan setelah salah satu raja membuat kesalahan, disebut ujian kerajaan (thi dinh). Raja mempertanyakan dan menguji kecerdasan siswa untuk memecahkan kesalahan yang dilakukan raja. Universitas ini dibubarkan Perancis pada tahun 1915, setelah mulai menjajah Vietnam pada tahun 1859.

Di dalam kompleks Literature Museum kini terdapat banyak pedagang yang menjajakan pernak-pernik atau cendera mata khas Hanoi, atau Vietnam. Bangunannya merupakan hasil perpaduan antara arsitek Buddhisme, Taoisme, dan Konfusianisme.

Literature Museum menyimpan 82 prasasti. Sebanyak1.306 mahasiswa yang tercatat dalam prasasti itu dianugerahi gelar doktor. Prasasti-prasasti itu sudah diabadikan sebagai salah satu dokumen warisan dunia pendidikan oleh UNESCO.

”Ke Hanoi belum lengkap jika Anda tidak ke Mausoleum Paman Ho,” kata Tram. Paman Ho adalah panggilan bagi Ho Chi Mihn, pendiri Republik Demokratik (kini Republik Sosialis) Vietnam. Mausoleum mencakup kompleks makam Paman Ho, rumah panggung, istana presiden, museum dan pagoda One Pillar. Kompleks ini merupakan salah satu bianglala wisata Vietnam.

Istana presiden bergaya Perancis dibangun pada 1901-1906. Sejak tahun 1954  istana itu digunakan untuk menerima dan menjamu kepala negara atau pejabat tinggi asing dan tempat pertemuan diplomatik.

Sekalipun istana presiden sudah dibangun, Paman Ho ternyata lebih memilih tinggal di rumah panggung, yang terletak hanya beberapa langkah dari istana. Ia hidup bersahaja di sini sebagai bentuk solidaritasnya kepada rakyat jelata. Di depan rumah panggungnya itu ada kolam ikan karena Paman Ho gemar makan ikan.

Rumah panggung terdiri dari dua lantai. Di lantai atas ada ruang belajar dan kamar tidur. Ruang tidurnya sederhana. Ada dipan dari kayu, selimut kecil, tikar, dan kipas dari daun kelapa. Di lantai tanah (kolong) terdapat meja dengan 12 kursi. Paman Ho tinggal di sini sejak tahun 1958 hingga akhir hayatnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com