Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memanusiakan WAJAH KOTA

Kompas.com - 23/01/2011, 05:50 WIB

Karya seni publik juga mudah dijumpai di Kota Bandung, Jawa Barat. Salah satunya, mural di bawah jembatan layang tol Pasteur-Suropati di kawasan Pasar Balubur. Puluhan tiang beton di situ dihiasi mural karya Irwan Bagja Dermawan (39) alias Iweng. Lukisannya menggambarkan kota impian dengan bentuk gedung yang lucu.

Gambar dekoratif dengan warna-warni muda itu memendarkan keceriaan di tengah kawasan yang sesak itu. ”Segar rasanya melewati mural ini saat berangkat dan pulang sekolah,” kata Fani (14), siswa kelas II SMP 40 Bandung. Fungsi sosial

Daftar karya seni publik bisa diperpanjang lagi dengan menyebut banyak kelompok seni. Di luar Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung, semangat ini juga merambah kota lain di Indonesia. Karyanya beragam, mulai dari mural, grafiti, digital print, stiker, poster, spanduk, fotokopi, komik, stensilan, hingga sablon di atas kaus.

Para seniman menggalang diri dalam komunitas, masuk dalam geliat kehidupan kota, menyerap kegelisahan warga, lantas menyajikannya dalam berbagai karya seni rupa di ruang publik. Pesannya bisa menyangkut berbagai persoalan masyarakat kota, bahkan masalah sosial-politik di negeri ini. Di sini, karya seni menjadi media untuk menghibur sekaligus menumbuhkan kesadaran untuk hidup lebih baik.

”Seni itu punya fungsi sosial, yaitu mentransfer pengetahuan kepada masyarakat luas,” kata Pringgotono (30), aktivis kelompok Serrum yang bermarkas di Kayu Manis, Jakarta Timur.

Bagi Samuel Indratma, seni publik dapat melestarikan nilai kearifan lokal, katakanlah seperti patung penanda solidaritas warga Yogyakarta saat erupsi Gunung Merapi tadi. Selain itu, seni juga bisa memanusiakan wajah kota yang kian disesaki serbuan iklan dan jargon pemerintah. Dengan seni, ruang-ruang kota bisa menjadi hidup, dinikmati bersama, dan milik semua warga.

Pengamat sosial dan pengajar filsafat STF Driyarkara, F Budi Hardiman, menilai masyarakat di kota besar terus-menerus didera beban pekerjaan dan target. Itu membuat mereka selalu dihitung dari sisi produktivitasnya, sementara personalitasnya sebagai manusia tenggelam. Warga kota larut dalam berbagai hiruk-pikuk setiap hari, tetapi asing satu sama lain, bahkan asing terhadap diri sendiri.

”Karya-karya seni publik itu menyodorkan jeda dari rutinitas kota sekaligus memberikan ruang bagi warga kota untuk berefleksi tentang hidup dan diri sendiri. Seni itu seperti cermin bagi warga untuk menyadari dirinya sebagai manusia yang punya perasaan, cita rasa, mood, sambil merenungkan eksistensinya di kota besar. Ini membuat kita lebih manusiawi, lebih beradab,” katanya. (Wisnu Nugroho/Idha Saraswati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com