Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Museum Mandiri, Mirip Rumah Angker

Kompas.com - 10/05/2011, 08:56 WIB

KOMPAS.com — Hiiii, spontan keluar dari mulut saya saat memasuki Museum Mandiri di daerah Kota di Jakarta. Bangunan peninggalan zaman Belanda itu lumayan menyeramkan, demikian kesan saya ketika sudah berada di dalam museum itu. Pengunjung masih sepi, cuma saya dan seorang bapak dengan anaknya. Tak ada petugas yang melayani seperti museum-museum di Perancis. Cuma ada seorang sekuriti yang berjaga di dekat pintu masuk dan petugas loket yang menyapa saat saya akan memasuki museum tersebut.

13044427081872796772

 

Petugas itu menyapa dengan ramah melalui ruangannya. Saya sempat bingung (maklum baru pertama kali berkunjung) mencari-cari loket pembayaran tiket masuk. Untung dari sebuah ruangan ada petugas yang langsung menyapa. Ternyata ruangan itu tempat penjualan tiket masuk. Ruangan petugas loket itu lebih mirip sebuah ruang kantor kecil ketimbang loket pembayaran tiket seperti pada umumnya. Setelah membayar tiket sebesar Rp 2.000, saya pun langsung bergegas menaiki anak tangga menuju pintu utama museum di lantai dasar (ground floor).

Sampai di dalam museum, saya amati sekeliling ruangan di lantai dasar itu, mencari-cari informasi tertulis atau petugas informasi museum. Hasilnya nihil. Saya bingung harus memulai dari mana. Tak ada petunjuk khusus yang jelas, arah ke mana sebaiknya pengunjung harus memulai. Akhirnya, saya putuskan untuk mengacak tempat yang akan saya lihat. Dengan bermodal denah ruangan yang terdapat di lantai dasar itu (ternyata setiap lantai ada denah ruangan), saya menjelajahi area lantai dasar tersebut.

1304439735570721065

Di lantai dasar itu, ada banyak ruangan transparan, yang dibatasi dengan dinding kaca. Isinya replika ukuran sebenarnya beberapa pegawai bank yang bertugas dan peninggalan alat-alat yang sering digunakan dalam operasional perbankan pada masa kolonial Belanda dulu. Ada beragam mesin tik, mesin hitung, stempel, dan beragam benda perbankan lainnya, seperti lembaran-lembaran bilyet giro, lembaran cek, deposito, dan sebagainya. Selain itu, banyak benda perbankan lainnya yang dipamerkan di lantai dasar ini, seperti "buku besar" yang digunakan tahun 1833-1837 dan mesin pembukuan rekening. Ada lembaran obligasi dari masa ke masa, beragam buku tabungan dari masa ke masa, hingga aktivitas perbankan yang dilakoni oleh beragam replika pegawai bank dalam ukuran sebenarnya. Saya sempat kaget, saya pikir mereka orang benaran, ternyata cuma boneka.

Ruangan di lantai dasar itu dibagi atas auditorium, ruang peralatan operasional, ruang perlengkapan bank, ATM dari masa ke masa, kasafdeeling, public hall, dan sebagainya. Di lantai dasar ini pula kita bisa masuk ke bagian safe deposit di bawah tanah (law ground). Namun, saya tak langsung ke situ. Saya langsung menuju lantai satu.

Di lobi lantai satu, terdapat pula aktivitas perbankan untuk melayani nasabah VIP pada masa kolonial. Replikanya sangat mirip dengan orang-orang masa kolonial dulu. Ada noni-noni dan sinyo-sinyo Belanda yang sedang dilayani petugas bank. Di lantai ini terdapat ruang pertemuan besar. Pintu masuknya dijaga oleh dua replika sekuriti bergaya kolonial. Di dalamnya terpampang foto-foto para pemimpin Bank Mandiri dari masa ke masa.

13044407112010694623

Saya terus menelusuri lantai satu ini. Yang saya cari, ruangan tempat koleksi mata uang (ruang numismatik) yang pernah terbit di Indonesia, sejak masa kolonial hingga sekarang. Ketemu juga setelah melewati beberapa ruang besar seperti ruang makan direktur, ruang pamer beraneka penghargaan dan cendera mata (suvenir) promo yang pernah diterbitkan, dan ruang presiden direktur atau Presiden Factorij. Dalam ruang numismatik itu dipamerkan beragam uang yang pernah diterbitkan sejak zaman kolonial. Setelah itu, saya pindah ke ruangan lain, ada perpustakaan, ruang pamer sekuriti dan kerumahtanggaan, ruang piala, dan ruang Mandiri Club.

13044421571528612192

13044423641177529575

Selama menelusuri lantai dasar dan lantai satu, saya jarang bertemu dengan pengunjung lain. Cuma satu hingga dua anak sekolah yang berkunjung, itu pun pas kebetulan ada acara pensi (pentas seni) sebuah SMA negeri di Jakarta, tepatnya di halaman belakang museum tersebut. Namun, ingar-bingar pensi itu tak bisa menutupi kesepian di dalam gedung itu. Saya pun beberapa kali nyasar ke bagian lain dari gedung museum tersebut. Tak ada tanda larangan atau forbidden bagi pengunjung apakah suatu ruangan atau lorong tertentu bisa dilalui atau tidak.

Alhasil, saya nyasar beberapa kali. Saya nyasar ke bagian benda-benda tak terpakai (mirip gudang), nyasar ke bagian ruangan yang sedang direnovasi, nyasar ke bagian yang saya tak tahu menuju ke mana, enggak tahunya ke toilet, dan saya pun balik arah. Tak ada papan petunjuk sama sekali. Jadi bingung dan menebak-nebak sendiri. Sungguh aneh ya, sebuah gedung museum sebesar itu tak punya petunjuk arah. Selesai menelusuri lantai satu, saya langsung turun kembali ke lantai dasar dan menuju ruang safe deposit di lantai lower ground, di bawah tanah.

13044429821628185173

Ruangan safe deposit sungguh menyeramkan menurut saya. Cahaya ruangnya remang-remang dan tak ada pengunjung lain yang ke situ selain saya. Ruang safe deposit dulu dijadikan tempat penyimpanan benda-benda berharga milik nasabah dan aset bank. Ada replika batangan emas, uang, dan benda berharga lainnya. Beberapa ruangan diberi kerangkeng mirip di penjara. Ada beragam jenis lemari besi di ruang tersebut, mulai yang berukuran kecil hingga besar. Safe deposit box pun tersusun rapi di bagian sisi ruang itu. Ada beberapa replika orang yang menunjukkan kegiatan dalam ruang safe deposit tersebut. Ada replika orang yang sedang membuka safe deposit box, ada yang sedang melayani nasabah prioritas yang akan menyimpan benda berharganya di situ, ada dua petugas yang sedang menandu peti uang untuk disimpan dalam ruang safe deposit itu. Semua terlihat seperti aslinya.

1304443276555209194

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com