Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiada Hari Tanpa Berpuasa

Kompas.com - 29/07/2011, 03:52 WIB

Abd A’la

Sebentar lagi umat Muslim akan memasuki bulan Ramadhan; bulan ketika mereka diwajibkan menjalankan puasa. Suasana bulan Ramadhan sudah tampak di mana-mana.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, umat Islam Indonesia demikian bergairah menyambut kedatangan bulan suci ini dengan meningkatkan amalan ibadah- ibadah ritual. Selain untuk menekuni ibadah ritual, tak sedikit di antara mereka yang menjadikan bulan puasa sebagai momen memperbanyak karitas dan aksi sosial. Bahkan, selain itu, banyak pula dari mereka yang menjadikannya sebagai bulan untuk menahan diri dari segala sikap dan perilaku tercela serta pada saat yang sama mengembangkan akhlak mulia.

Hal itu memperlihatkan keberadaan bulan Ramadhan sebagai bulan yang benar-benar berbeda daripada bulan-bulan lain. Simbol dan atribut keislaman hadir di berbagai ranah. Kegiatan keagamaan pun menyebar di setiap ruang dan sudut sehingga ”semangat beragama” sekaligus bernuansa islami terasa menggetarkan di mana-mana.

Ragam keberpuasaan

Sebagaimana dapat dipahami dari ajaran dan pesan Al Quran, ibadah akan mengantarkan seseorang ke proses pencerahan. Keberibadahan akan memperkuat spritualitas, berdampak positif bagi penajaman nurani dan pengembangan sikap serta perilaku luhur yang bermanfaat bagi diri sendiri, sesama, dan kehidupan.

Jika kegairahan ibadah Muslim Indonesia yang tampak pada bulan Ramadhan berada dalam bingkai itu, karut-marut kehidupan bangsa yang sampai batas tertentu mengakar pada memudarnya moralitas dipastikan dapat ditangani lebih intens dan serius. Penguatan moralitas akan jadi modal utama menuju perbaikan dan pencerahan kehidupan bangsa yang senyatanya.

Namun, melihat fenomena yang ada, keberpuasaan yang berjalan selama ini masih sulit untuk dimasukkan secara utuh dalam bingkai pencerahan tersebut. Jika dilihat secara arif, beberapa bentuk keberpuasaan yang lumrah dan umum dijalani Muslim Indonesia belum mencapai ideal pencerahan.

Sebagai contoh, sebagian dari mereka menjalankan puasa sekadar menahan lapar dan dahaga. Mereka mengerjakan ibadah wajib dan sunah, tetapi belum menjauhi sikap dan perilaku tercela. Mereka belum mentransformasikan pesan dan nilai-nilai puasa ke dalam kehidupan nyata.

Di samping itu, ada kelompok lain yang telah melaksanakan segala ibadah sesuai aturan formal agama serta berupaya mengembangkan moralitas luhur dalam kehidupan dan menyebarkannya ke sekitar lingkungan mereka. Persoalannya, kelompok ini mengimplementasikan moralitas luhur itu hanya selama bulan Ramadhan. Selepas bulan puasa, upaya mereka mengendur kembali sehingga lambat laun mereka bersikap dan berperilaku seperti sebelum puasa.

Selain itu, ada kelompok yang berpandangan—implisit-eksplisit—bahwa puasa adalah mendekatkan diri kepada Tuhan yang harus direpresentasikan melalui ketekunan dalam beribadah yang bersifat ritual-vertikal. Bagi mereka, termasuk dalam takarub kepada Allah adalah menghilangkan dan menghancurkan segala sesuatu yang dalam anggapan mereka akan mengganggu kekhusyukan berpuasa. Untuk itu, mereka tak segan-segan merusak tempat hiburan dan sejenisnya.

Pola puasa semacam itu gejala umum dalam kehidupan umat hingga saat ini. Mungkin hanya sedikit yang mengembangkan keberpuasaan sesuai dengan substansi ajaran puasa itu sendiri.

Membangun komitmen

Kendati bulan puasa hanya satu bulan dalam setahun dalam hitungan yang bersifat lunar dan umat Islam hanya diwajibkan secara ritual serta fisik berpuasa pada satu bulan itu, mereka sejatinya dituntut secara teologis- sufistik melaksanakannya sepanjang tahun. Tentunya berpuasa selepas bulan Ramadhan lebih bersifat moral.

Dengan demikian, umat Islam pada bulan Ramadhan wajib beribadah puasa secara fisik dan moral. Melalui ibadah puasa, mereka pada siang hari tidak boleh makan dan minum, tidak boleh melakukan hubungan suami-istri, dan hal-hal lain sesuai dengan ketentuan agama. Selain itu, mereka juga harus menghindarkan diri dari segala perilaku hina dan tercela, terutama merugikan orang lain. Mereka wajib menahan amarah, iri, dan dengki, tidak menyakiti sesama, tidak main hakim sendiri, serta tak merusak alam dan menyebarkan keangkaramurkaan.

Pada saat yang sama, mereka mutlak mengembangkan sikap- laku sabar, arif, dan mengedepankan dialog dalam menyelesaikan segala persoalan. Setelah bulan puasa usai, mereka memang tidak diwajibkan berpuasa secara fisik, tetapi harus tetap mengembangkan keluhuran moral sekaligus berupaya keras untuk tidak berada dalam kungkungan hawa nafsu mereka.

Bulan Ramadhan bagi umat Islam, selain bersifat latihan pengendalian diri, juga senyatanya lebih bersifat upaya muhasabah al-nafs, refleksi diri untuk menelusuri sejauh mana selama sebelas bulan sebelum bulan puasa itu mereka sudah berada dalam bimbingan moral agama. Jika mereka relatif sudah berjalan di atas nilai dan ajaran agama substantif, tugas mereka adalah meningkatkan kualitas. Namun, andai pernah tergelincir, mereka dituntut secepatnya kembali ke dalam rangkulan kesejatian agama. Dalam konteks ini, puasa sejatinya setiap hari, sepanjang tahun, bahkan sepanjang usia.

Melalui penyikapan puasa semacam itu, kualitas keberagamaan umat Islam akan terus-menerus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, model ini urgen untuk dikembangkan saat ini dan ke depan. Semoga kita, umat Islam Indonesia, masih memiliki kearifan untuk mengembangkan diri secara terus-menerus dan berkelanjutan, termasuk dalam berpuasa.

Abd A’la Pembantu Rektor Bidang Akademik IAIN Sunan Ampel, Surabaya; Guru Besar dalam Sejarah Pemikiran Islam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com