Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tawaran Gombal Si Penyedot Pulsa

Kompas.com - 07/10/2011, 06:16 WIB

Kalimat penawaran dengan rayuan atau iming-iming mendapat hadiah tetapi justru ”buntung” lantaran pulsa dipotong itu menjadi perbincangan hangat belakangan ini.

Berdasarkan data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), aduan tertulis dari masyarakat soal telekomunikasi terus naik. Tahun 2008, keluhan layanan telekomunikasi menduduki peringkat keenam (7,7 persen dari 428 aduan), naik ke peringkat keempat pada 2009 (9,6 persen dari 501 aduan), lalu menjadi peringkat teratas pada 2010 (17,1 persen dari 590 kasus). Hingga triwulan pertama 2011, aduan telekomunikasi masih tetap peringkat pertama (17,9 persen dari 156 aduan). Hampir separuh aduan telekomunikasi soal layanan konten.

Lebih dari Rp 100 miliar

Perputaran uang dari penyedotan pulsa itu terbilang besar. YLKI memperkirakan melebihi Rp 100 miliar per bulan. Angka ini cukup masuk akal. Salah seorang pengusaha penyedia layanan konten menuturkan, ada satu pemilik enam perusahaan konten bisa mendapat omzet Rp 30 miliar dari satu operator.

Kata-kata kreatif yang menarik dalam pemasaran itu, bagi Direktur Operasional Indonesian Mobile and Online Content Provider Association Tjandra Tedja, sah-sah saja, tetapi belakangan cenderung terlalu vulgar dan mengarah ”pembohongan” pengguna telepon seluler.

Operator dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), katanya, bisa menekan perilaku nakal pengusaha konten itu. Operator bisa membentuk divisi khusus yang memantau bahasa promosi dari penyedia konten. Keluar biaya, sudah tentu. Namun, operator juga untung lumayan besar dari bisnis ini. Operator bisa mendapat 40-60 persen bersih dari pendapatan konten. Selain itu, operator juga mendapat bayaran dari penyedia konten untuk setiap SMS yang dikirim ke pengguna.

”Sebelum memulai kerja sama, pengusaha konten membuat proposal ke operator. Biasanya sudah termasuk jenis tawaran konten, biaya, dan waktu pengiriman. Isi yang hendak dikirim bisa disensor oleh operator,” tutur Tjandra.

Sementara BRTI, sesuai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pelayanan Jasa Pesan Premium, menerima pendaftaran dari perusahaan penyedia layanan konten. Oleh karena itu, BRTI juga harus bisa memberikan sanksi bagi penyedia layanan yang ”nakal”. (ndy)

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com