Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Dibunuh dan Dibuang seperti Bangkai

Kompas.com - 17/10/2011, 02:34 WIB

Penemuan dua mayat perempuan dalam kardus dan koper yang dibuang di pinggir jalan di Jakarta Utara dan Jakarta Timur pada Jumat dan Sabtu lalu seperti terjadi begitu saja. Itu pun ditambah dengan penemuan mayat perempuan di Kali Malang Bekasi, yang digantungi dengan bongkahan batu bata sehingga tubuhnya mudah tenggelam, masih terasa seperti peristiwa kriminal biasa.

Meski demikian, di balik itu semua bisa dirasakan ada penghinaan dari cara ketiga mayat itu dibuang. Contohnya, mayat perempuan usia paruh baya dalam kardus televisi ukuran 21 inci yang dibuang di pinggir Gang B, Jalan Kramat Jaya, Koja, Jakarta Utara. Mayat itu dibuang dalam kondisi hanya mengenakan pakaian dalam hitam. Agar muat di dalam kardus, kaki dan tangannya diikat sehingga tubuhnya bisa dilipat seperti orang meringkuk.

Setelah diperiksa, perempuan itu tengah mengandung janin usia tiga minggu. Di perut tempat janinnya itu pula ditemukan dua luka tusukan benda tajam sehingga sebagian ususnya terburai.

Begitu pula bocah perempuan dalam koper yang dibuang di pinggir Jalan Cakung-Cilincing, kondisinya sudah membusuk. Menurut Komisaris Didik Hariyadi dari bagian Humas Polres Jakarta Timur, bola mata bocah itu nyaris keluar. Yang lebih mengenaskan, organ vitalnya pun rusak seperti habis diperkosa.

Hingga Minggu (16/10), ketiga mayat itu belum diketahui identitasnya. Kamar jenazah Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, tempat bocah perempuan itu disemayamkan, pun sepi pengunjung. Belum ada satu keluarga pun yang mengklaim bocah perempuan yang diperkirakan berusia 10 tahun itu sebagai anggota keluarganya.

”Mayatnya masih dibungkus plastik mayat,” kata petugas kamar jenazah.

Kepala Subdirektorat Kejahatan dengan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Helmi Santika mengatakan, ciri dan foto korban telah disebar ke semua polsek di Jakarta. ”Meskipun kasus ini ditangani di tingkat wilayah, Polda juga ikut membantu,” katanya.

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, ia memaklumi, polisi mengalami kesulitan untuk mengungkap kasus-kasus pembunuhan seperti itu. ”Sebab, fakta pendukung untuk mengungkap kasus ini sangat minim,” katanya.

Namun, dilihat dari segi modus yang berulang, katanya, itu, antara lain, disebabkan lambannya aparat kepolisian dalam mengungkapnya. ”Modus yang berulang bisa menginspirasi para copycat. Ini imbas dari kelambanan dan tidak ajeknya polisi dalam mengungkap kasus pembunuhan,” ujarnya.

Padahal, kecepatan dan kepastian kerja polisi merupakan dua unsur penentu efek jera. Dengan demikian, setiap orang akan berpikir lebih jauh untuk melakukan tindakan tersebut.

Ditilik dari teori disintegrasi, menurut Reza, kejahatan yang berulang adalah akibat vakumnya hukum pada area tertentu. Itu menyebabkan hukum tak berjalan dengan semestinya.

   Pemerkosaan dan kekerasan seksual merupakan gejala nyata terjadinya disfungsi hukum. Hukum, yang seharusnya berguna untuk melindungi perempuan dan anak yang sampai saat ini masih rawan sebagai obyek kekerasan, tak berfungsi semestinya.

Kondisi itu menempatkan perempuan dan anak masuk ke dalam kelompok yang secara klasik dianggap paling rentan terhadap kejahatan. (MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com