”Pak Nurdin dan Pak Adang dari FPDI-P menyarankan kami mengadu ke Komisi I. Mereka yang akan membantu mempertemukan. Semoga upaya ini berbuah perhatian pemerintah kepada kami,” kata Sugiyono.
Hari Senin kemarin, selain ke DPR, warga Kampung Pulo juga mengadu ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Sebelumnya, hari Minggu (13/11), warga mencoba menarik perhatian masyarakat lain dan juga pemerintah setempat dengan mengadakan kerja bakti mengambil sampah dan lumpur di tengah banjir. Sebuah aksi sia-sia karena, meskipun relatif cerah pada hari itu, air dan lumpur tetap menggenangi Kampung Pulo, khususnya di RT 11.
Warga menggunakan alat seadanya, seperti garu besi, tongkat pel, dan batang bambu. serta tangan telanjang untuk mengambil sampah dan lumpur dari air banjir berwarna coklat. Genangan hari Minggu itu mencapai lutut orang dewasa, atau antara 50 cm dan 70 cm.
Sampah dan lumpur yang terambil dari air dikumpulkan di kantong dan bak bekas yang dapat diseret-seret di tengah banjir. Setelah terkumpul, ironinya, warga terpaksa menghanyutkannya kembali ke Kali Krukut. Namun, ada juga yang sebagian dibuang di lapangan yang tak tergenang banjir.
Ia mengatakan, aksi itu sebagai pernyataan bahwa warga Kampung Pulo masih ada di tempat tersebut. Warga berharap pemerintah dan masyarakat tetap tahu bahwa banjir masih belum surut.
Sejauh ini, tujuh dari delapan rumah di RT 11 yang berada persis di sisi Kali Krukut dibongkar. Sebagai ganti rugi, bangunan rumah yang dibongkar dihargai Rp 1 juta per meter persegi. Selain itu, warga juga diberi uang kontrak rumah
Di atas lahan rumah yang dibongkar itu, pihak Marinir membangun tanggul untuk mencegah air sungai masuk ke rumah warga Kampung Pulo. Namun, hal ini belum efektif karena bukan dari titik itu air Kali Krukut masuk ke kampung.