Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PAM Jaya dan Operator Diadukan ke KPK

Kompas.com - 01/02/2012, 03:21 WIB

Jakarta, Kompas - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta bersama Indonesia Corruption Watch melaporkan dugaan tindak korupsi Perusahaan Air Minum Jaya dan dua operatornya, yaitu PT PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta, ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (31/1).

”Ada tiga dugaan korupsi melibatkan PAM (Perusahaan Air Minum), Palyja (PAM Lyonnaise Jaya), dan Aetra (Aetra Air Jakarta). Pertama, penetapan tarif air PAM, penggelapan aset PAM Jaya oleh kedua operator, dan pengenaan ongkos tidak semestinya pada PAM Jaya,” kata M Reza Sahib, Koordinator Advokasi Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (Kruha).

Pengaduan tersebut, kata Reza, berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta tahun 2007-2008.

Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sudaryanto menambahkan, ada kejanggalan dalam penentuan target rebasing atau target per lima tahun yang harus dipenuhi dua operator PAM untuk mengejar pencapaian ketika kontrak kerja sama swastanisasi air berakhir pada 2022. Kejanggalan tersebut ditemukan pada periode rebasing 2008-2012.

Menurut Reza, hasil kajian BPKP menunjukkan, dengan tarif tetap sekitar Rp 7.000 per meter kubik saja, itu sudah amat mahal. Seharusnya hanya sekitar Rp 4.000 per meter kubik.

PAM Jaya selama ini juga diduga menanggung beban pembiayaan yang tidak perlu.

”Salah satu beban biaya aneh-aneh itu adalah ongkos yang ditagihkan ke PAM Jaya untuk pembiayaan pekerja asing di kedua operator,” kata Reza.

Biaya seperti airport tax, sekolah anak, sewa rumah, dan asuransi banjir pun menjadi tanggungan PAM Jaya. Beban biaya tak semestinya itu kini telah mencapai Rp 3,8 miliar.

Terkait dugaan penggelapan aset PAM Jaya, Reza mengatakan, ada indikasi Palyja menggelapkan aset PAM Jaya senilai Rp 4,3 miliar, sedangkan Aetra menjual aset yang kemudian sudah dibayar lunas senilai Rp 3,2 miliar.

Dugaan penggelapan aset tersebut kini ditangani Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. ”Jika Kejati DKI tidak mampu, kami harap KPK mengambil alih,” kata Agus.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com