Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengatasi DKI Perlu Revolusi Berpikir

Kompas.com - 17/03/2012, 03:15 WIB

Jakarta, Kompas - Permasalahan kompleks yang membelit kota-kota besar di negara berkembang, seperti Jakarta, tidak bisa diatasi lagi dengan sekadar mengadopsi konsep-konsep dari negara maju.

Eric Sheppard, profesor bidang geografi dari Universitas Minnesota, Amerika Serikat, Jumat (16/3), mengatakan, diperlukan sebuah revolusi dalam melihat dan mencari cara mengatasi permasalahan yang menimpa kota-kota di negara berkembang.

”Salah satunya adalah revolusi dalam berpikir. Bagaimana tata kota tidak harus hasil adopsi dari kota-kota besar di Amerika Serikat atau Eropa, seperti New York atau London. Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari kota seperti Jakarta. Tidak semuanya negatif dan mungkin justru bisa diadopsi oleh kota-kota besar negara maju,” kata Sheppard.

Sheppard memaparkan soal revolusi mengatasi masalah perkotaan tersebut dalam jumpa pers yang termasuk rangkaian acara Conference on Urban Revolutions in the Age of Global Urbanism di Universitas Tarumanagara.

Konferensi internasional yang berlangsung pada 16-20 Maret 2012 ini dihadiri 24 ahli perkotaan, geografi, ekonomi, sosiologi, dan banyak lagi dari seluruh dunia. Puluhan ahli itu juga terlibat aktif dalam banyak penelitian, menulis buku, dan merupakan praktisi di bidangnya.

Ketua Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Tarumanagara Jo Santoso mendampingi Sheppard dalam jumpa pers tersebut.

Sheppard mengatakan, Jakarta selalu disebut sebagai kota yang amat buruk dari berbagai sisi. ”Kemacetan, kekumuhan, banjir, dan lain-lain. Namun, jika benar-benar tinggal dan mencoba memahami Jakarta, ada banyak hal menarik dan mungkin positif dari kota ini,” katanya.

Banyaknya kawasan permukiman tradisional, yaitu kampung, yang sampai sekarang dianggap sebagai salah satu masalah besar di Jakarta dan hingga kini belum terpecahkan.

”Namun, apa benar ketika semua kampung dipindahkan ke perumnas atau apa pun istilahnya, dengan tujuan penataan kota, masalah selesai?” ungkap Jo.

Jo melihat pembuatan kota-kota satelit di pinggiran Jakarta, seperti Serpong, Karawaci, Depok, dan Bekasi, sejak 1980-an justru melahirkan ledakan jumlah penduduk tak terkendali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com