Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Satu Pun Partai Koalisi Dukung Bulat Demokrat

Kompas.com - 30/03/2012, 16:33 WIB
Caroline Damanik

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak ada satu pun fraksi partai koalisi yang mendukung bulat sikap Fraksi Partai Demokrat yang meminta pencabutan Pasal 7 ayat 6 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Pencabutan itu memberi ruang bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Semua fraksi koalisi yaitu PKS, Golkar, PAN, PKB, dan PPP berpendapat, kenaikan harga BBM bisa dilakukan jika harga minyak mentah dunia naik di atas level tertentu dari asumsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2012.

Demikian terungkap dalam pandangan fraksi-fraksi DPR yang disampaikan dalam pembahasan tingkat II opsi kenaikan harga BBM di sidang paripurna DPR RI, di gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/3/2012).

Sikap Fraksi PAN, sebagaimana dibacakan Ketua Fraksi Tjatur Sapto Edi, menolak kenaikan harga BBM dan mengajukan usulan bahwa pemerintah baru bisa menaikkan harga BBM hanya jika harga minyak dunia naik atau turun lebih dari 15 persen dari asumsi harga minyak dunia 105 dolar per barel seperti yang tercantum di RUU APBN-P 2012.

Fraksi PPP juga menolak kenaikan harga BBM dan mengajukan usulan kenaikan baru hanya bisa dilakukan jika harga minyak dunia mengalami perubahan sebesar 10 persen.

Sementara, juru bicara PKB M Toha juga berpendapat bahwa pemerintah tak harus menaikkan harga BBM dalam kondisi saat ini. PKB menolak penghapusan pasal 7 ayat 6 UU No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang melarangan pemerintah menaikkan harga BBM.

"Pada saat ini kami melihat apa yang terjadi di lapangan, setelah kesepakatan dengan fraksi kami dan masukan masyarakat, pasal 6a seharusnya berbunyi, dalam harga hal minyak mentah rata-rata Indonesia mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 17,5 persen dari harga minyak dunia, pemerintah bisa melakukan penyesuaian. Artinya kami meminta kepada pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM," kata Toha.

Fraksi PKS juga menolak kenaikan harga BBM saat ini. Namun mengajukan syarat bahwa harga BBM bisa naik dengan syarat kenaikan harga minyak mentah sebesar 20 persen. "Perubahan pasal 6a dimungkinkan apabila kenaikan harga minyak dunia di atas 20 persen," kata Sekretaris Fraksi PKS, Abdul Hakim.

Juru bicara Golkar Ahmadi Nursupit mengatakan bahwa mereka setuju dengan perubahan pasal dengan syarat harga minyak sebesar 15 persen.

Partai Demokrat yang jelas-jelas mendukung kenaikan harga BBM tetap bertahan di persyaratan cukup 5 persen.

Sementara itu, PDI-P, Gerindra dan Hanura dengan tegas menolak kenaikan harga BBM maupun perubahan pasal tersebut. Menurut Sekretaris Fraksi Gerindra Ahmad Muzani, fraksi meminta tambahan subsidi Rp 178 triliun, listrik 60 triliun dan cadangan fiskal Rp 20 triliun. "Oleh karena itu, terhadap upaya ini, Gerindra tetap pertahankan keberadaan pasal 7 ayat 6 UU APBN dan tidak terima usulan pasal 6 a (kewenangan bagi pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM). Dalam pandangan kami, keberadaan pasal 6 a itu bertentangan dengan pasal 33 ayat 3 UUD 45," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com