Jakarta, Kompas -
”BK DPR juga telah memberi teguran tertulis kepada Ibu Ribka untuk tidak mengulangi perbuatannya. Keputusan ini telah disampaikan kepada Fraksi PDI-P,” kata Ketua BK DPR Prakosa, Selasa (17/4), di Jakarta. Dia menambahkan, keputusan itu diambil BK DPR pada Januari 2012.
Kasus yang dikenal dengan hilangnya ”ayat tembakau” ini bermula ketika pada 28 September 2009 Sekretariat Negara menerima naskah RUU Kesehatan yang telah disetujui DPR untuk disahkan jadi undang-undang. Namun, saat dicek, Pasal 113 hanya memuat dua dari tiga ayat yang seharusnya ada seperti saat disetujui Rapat Paripurna DPR.
Ayat yang hilang itu adalah Ayat (2) yang berbunyi, ”Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya”.
Sekretariat Negara lalu meminta klarifikasi Kementerian Kesehatan dan Komisi IX DPR untuk mengembalikan Ayat (2) Pasal 113 sesuai dengan dokumen yang disetujui Rapat Paripurna DPR. Kepolisian telah menghentikan pengusutan kasus ini.
Anggota BK DPR, Ali Maschan Moesa, menuturkan, BK DPR tetap memproses kasus ini karena ada pengaduan dari masyarakat. Dalam pengusutan, BK DPR menemukan adanya kelalaian yang dibuat Ribka sebagai mantan Ketua Panitia Khusus UU Kesehatan Komisi IX DPR.
”BK hanya menangani dugaan pelanggaran kode etik dan tata tertib DPR. Keputusan kami ini mengikat,” ujar Ali Maschan.
Ribka mengaku telah mengetahui putusan BK itu. Namun, dia mengaku heran karena sudah berkali-kali menjelaskan kasus ini. ”Sudah dijelaskan panjang lebar, tidak ada ayat yang hilang. Paraf pada tulisan atau coret-coretan tangan itu sebagai wacana dalam proses pembahasan,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo menuturkan, fraksinya belum mengirimkan salinan putusan BK DPR itu ke Dewan Pimpinan Pusat PDI-P.