Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orientasi Gerakan Buruh

Kompas.com - 01/05/2012, 03:11 WIB

Sepanjang Orde Baru, serikat buruh juga dilemahkan secara sosial maupun politik, tetapi ada kompensasi berupa perlindungan hukum dan fasilitas yang lumayan dari negara. Sistem perizinan untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ketentuan upah minimum regional yang efektif awal 1980-an adalah contohnya.

Untuk operasional serikat, pemerintah mengeluarkan ketentuan check off system dalam bentuk Keputusan Menteri Tenaga Kerja, di mana iuran serikat bisa langsung dipotong dari gaji oleh perusahaan ke rekening kantor dinas tenaga kerja, untuk kemudian didistribusikan kepada serikat di tingkat perusahaan.

Fasilitas kantor pun diberikan. Pada beberapa tempat, kantor SPSI adalah bangunan milik pemerintah yang dipinjamkan tanpa batas waktu. Belakangan dana buruh yang terkumpul di PT Jamsostek juga dimanfaatkan untuk memberikan fasilitas kepada pimpinan buruh maupun bantuan operasional lainnya.

Namun, fasilitas ini harus dibayar dengan posisi SPSI yang menjadi sekadar stempel kebijakan pemerintah Orde Baru. Inilah yang menghasilkan deorganisasi dan depolitisasi besar-besaran terhadap gerakan serikat buruh di Indonesia.

Reformasi

Reformasi menghasilkan peluang baru bagi berkembangnya gerakan serikat buruh di negeri ini. UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh memberi dasar hukum pembentukan serikat buruh yang relatif mudah, mendorong menjamurnya berbagai serikat buruh, baik di tingkat nasional maupun lokal.

Masalahnya, pengakuan pemerintah ini tidak lantas membuat pengusaha juga mau mengakui keberadaan serikat buruh. Pengawasan yang lemah mendorong pelanggaran hak berserikat terjadi tanpa hukuman. Serikat buruh praktis sulit melaksanakan perundingan kolektif ketika pengusahanya menolak.

Mencermati itu, gerakan serikat buruh yang berkembang pascareformasi mulai bersiasat. Mereka makin sadar perjuangan untuk kesejahteraan anggotanya tidak bisa dilakukan hanya di tingkat pabrik, tetapi juga harus diperjuangkan dalam ranah publik. Maka, turun ke jalan menjadi salah satu pilihan.

Penetapan upah minimum, misalnya, yang adalah mekanisme publik, bagi buruh merupakan pintu masuk perjuangan sesungguhnya untuk perundingan upah di perusahaan. Banyak perusahaan multinasional yang, meski telah memiliki sistem remunerasi yang baik, tetap saja mengacu pada upah minimum untuk menghitung kenaikan upah buruhnya.

Ini sebetulnya yang melatarbelakangi demonstrasi besar-besaran buruh Bekasi beberapa waktu lalu. Unjuk rasa itu telah memaksa Menko Perekonomian turun tangan untuk sebuah penetapan upah minimum tingkat kabupaten.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com