Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghematan BBM ala Transjakarta Busway

Kompas.com - 07/06/2012, 14:03 WIB

Kunci sukses terakhir Transjakarta adalah komitmen untuk menanggung segala resiko akibat menggunakan gas ini. Jika boleh memilih, pastilah Transjakarta tergiur menggunakan solar kembali. Di samping perawatan lebih mudah, bus juga dapat mengisi dimana saja sehingga tidak perlu mengantri lama dan berdesak-desakan di SPBBG. Namun dibandingkan dengan manfaat yang didapat secara luas, seperti polusi lokal yang minim, diversifikasi energi dan juga penghematan terhadap subsidi BBM, Transjakarta Busway tetap berkomitmen menggunakan BBG.

Ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dituntaskan dalam rangka konversi BBM ke BBG untuk transportasi, diantaranya adalah kualitas gas, standar keamanan tangki gas dan model bisnis SPBBG. Kualitas BBG yang disalurkan pada SPBBG-SPBBG masih kurang memenuhi standar mesin kendaraan dalam hal kandungan methane dan kemurniannya.

Kandungan gas methane pada CNG kita relatif rendah dan yang paling mengganggu adalah masih tingginya unsur-unsur ikutan yang tidak perlu seperti air, oli, lumpur dan pasir. Rendahnya kualitas CNG ini berdampak pada menurunnya performansi mesin bus.

Sedangkan jenis tangki yang digunakan pada bus-bus yang ada dipilih berdasarkan penawaran dari pabrik pembuat tangki. Pemerintah perlu menetapkan standarisasi jenis tangki yang cocok untuk kondisi Indonesia, serta adanya instansi yang secara ketat menilai kelayakan suatu tangki CNG. Standar keamanan tangki CNG ini penting, tentu kita tidak ingin meledaknya tabung LPG 3,5 Kg beberapa waktu yang silam terjadi pada tangki-tangki CNG, mengingat dampak ledakan tangki CNG yang lebih dahsyat.

Pembangunan SPBBG baru oleh perusahaan swasta agak sulit berkembang karena model bisnis jual beli gas antara PGN dengan Perusahaan SPBBG kurang menarik. PGN menetapkan kuota maksimum dan minimum setiap bulannya. Kalau kuota minimumnya tidak tercapai maka Perusahaan SPBBG harus membayar senilai kuota minimum tersebut, sebaliknya kalau Perusahaan SPBBG menjual melampaui kuota maksimum maka PGN akan mengenakan charge yang cukup tinggi. Tentu model bisnis seperti itu tidak menarik bagi pengembangan SPBBG.

M. Akbar, MSc, Direktur UP Transjakarta Busway

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com