Pingkan Elita Dundu/ Agnes Rita Sulistyawaty/ Sutta Dharmasaputra
Beberapa waktu lalu, setelah makan malam di warung angkringan di Jalan Fatmawati, Jakarta, ia meluangkan waktu khusus untuk menjawab keraguan itu. Obrolan yang berlanjut di kediamannya di Gang Arab, Pasar Minggu, Jakarta, pun berlangsung hingga larut pukul 01.30 dini hari.
Menurut Jokowi, anggapan bahwa Solo dan Jakarta berbeda memang lumrah, tetapi sesungguhnya dalam strategi mengatasi persoalan suatu wilayah tidaklah jauh berbeda. ”Di Jakarta memang ada ungkapan, ’Ini Jakarta, Bung!’ Sementara Solo terkenal dengan kehalusan bertutur kata dan bertata krama. Akan tetapi, jika sudah menyangkut persoalan ’perut’, tidak ada kasar dan halus,” ujarnya.
Jokowi mencontohkan, pedagang kaki lima dan warga Solo pernah mengancam akan merusak gedung wali kota ketika mereka merasa tidak diperhatikan. Hal itu mungkin tidak pernah terjadi di Jakarta. Namun, dengan pendekatan kemanusiaan, hal itu bisa dihindari di Solo.
Kelompok beraliran ”keras” juga ada di Solo, tetapi sejauh ini bisa berjalan harmonis dengan seluruh warga.
Jokowi berpandangan, kunci sukses membangun Solo ataupun Jakarta adalah sama, yaitu terletak pada komitmen kuat serta kemampuan manajerial yang baik dan terarah dari pemimpinnya. Membangun organisasi itu mudah, tetapi bagaimana menggerakkan organisasi secara benar itulah yang tidak gampang.
Pemimpin harus dekat dengan warga dan dicintai rakyat sehingga saat membuat kebijakan pun bisa membuat warga senang, bukan yang bertentangan dengan rakyat. ”Pemimpin yang benar adalah bekerja benar dan benar-benar bekerja,” katanya menegaskan.